"Aku bukanlah pria baik Dewi. Aku pria brengsek yang menidurinya setiap malam." Canda Daniel.
"Apa? Hahahhahha... dasar Bianca gila." Dewi bukannya memarahi kalimat yang Daniel lontarkan, gadis itu malah mengumpati Bianca.
"Lalu apa yang akan kau lakukan jika nanti Bianca hamil? Aku yakin kontrak kerjamu berakhir jika Bianca sudah dinyatakan hamil." Tanya Dewi penasaran.
"Ya itu benar." Desahan napas frustasi Daniel keluar tanpa bisa dia tahan.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Dewi lagi. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan Daniel lakukan selanjutnya jika Bianca hamil.
"Entahlah. Aku yakin dia pasti akan mengusirku. Tapi aku tak akan membiarkan dia melalui masa sulit dalam kehamilannya seorang diri. Hidup sendirian dan hamil di luar nikah kurasa itu akan sangat berat untuk dilaluinya." Daniel kembali memandang jalanan di depan cafe itu memandang jauh kedepan, berharap dia bisa melihat masa depan dan mengetahui apa yang akan terjadi nanti.
Dewi tersenyum lebar menatap Daniel yang memandangi jalan. Dia yakin tanpa pria itu sadari Bianca sudah memiliki tempat di hatinya. Dengan bagaimana Daniel memperhatikan dan mencemaskan Bianca berdasarkan kata-katanya barusan. Dan Dewi merasa dia sudah tepat memilih Daniel untuk membantunya mengubah Bianca kembali seperti dulu.
"Lalu apa kau tau pria yang memiliki kontak nama Motherfucker di hp Bianca." Tanya Daniel setelah menolehkan kepalanya cepat ke arah Dewi.
"Ya, kenapa?" Tanya Dewi heran. Dia memang mengetahui siap orang yang memiliki nama kontak motherfucker di ponsel Bianca
"Pria itu beberapa hari yang lalu menelpon Bianca. Dan setelah menerima telpon itu Bianca marah besar dan membanting hpnya. Aku penasaran dengan pria brengsek itu. Siapa dia?"
"Pria brengsek itu ayah Bianca."
"Apa? Ja—jadi Bianca memberikan ayahnya nama kontak Motherfucker. Astaga, betapa durhakanya Bianca." Teriak Daniel tak percaya. Bianca sungguh merupakan anak yang kurang ajar terhadap orang tua.
"Hei, jika aku menjadi Bianca aku pun akan melakukan hal itu. Pria itu berselingkuh dan meninggalkan ibunya begitu saja. Tentu Bianca sangat membencinya karena dia sangat menyayangi dan mengagumi sosok ibunya.," ucap Dewi berapi api tak setuju dengan protesan Daniel.
"Tapi tetap saja itu terlalu kasar, Dewi." Ucap Daniel masih kurang setuju dengan cara Bianca memanggil ayahnya.
"Kurasa kau sudah tau seperti apa watak Bianca kan?" Tanya Dewi kembali
"Ya," jawab Daniel menyunggingkan senyumannya.
"Hahahahhaha..." entahlah hal apa yang membuat mereka tertawa. Mungkin membayangkan wajah dingin Bianca yang entah mengapa terasa menggelikan di bayangan mereka. Wanita itu selalu saja memasang tampang datar, dingin dan menyeramkan. Tak pernah ada sebuah senyuman terukir di wajah cantiknya.
....
Kini Daniel tengah memasak sup di dapur apartemen Bianca. Wanita itu sudah memberikan uang pada Daniel. Dan pria itu sudah membeli banyak bahan makanan. Dan sekarang dia membuat makanan untuk makan malam.
"Semoga Bianca belum makan malam di luar. Dan semoga dia menyukai masakanku." Ucap Daniel meletakkan semangkuk besar sup ayam ke atas meja makan.
Sebuah suara terdengar dari arah depan.
"Kurasa itu Bianca. Dia sudah pulang." Ucao Daniiel kepada dirinya sendiri.
Daniel melirik jam di dinding, jam setengah tujuh. Bianca pulang lebih awal dari biasanya. Daniel melihat Bianca berjalan di ruang tengah dengan raut wajah lelah. Ruangan Dapur apartemen Bianca memang tidak bersekat, sehingga Daniel bisa melihat Bianca dari tempatnya berdiri. Apartemen Bianca memang tipe minimalis.
"Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Daniel yang masih berada di dapur dan masih sibuk menyiapkan hidangan makan malam.
Bianca terhenti. Dan menoleh dan menatap Daniel seperti biasa, datar dan dingin.
"Apa kau sudah makan malam? Aku memasak beberapa makanan dan sup?" Tanya Daniel lagi saat dia meletakkan piring di atas meja makan.
"Ya, aku akan makan," ucap Bianca singkat padat dan jelas. Dan segera pergi ke kamarnya.
Setengah jam kemudian daniel dan Bianca sudah duduk di depan meja makan. Daniel menanti dan berharap harap cemas dengan reaksi Bianca atas masakannya. Bianca baru saja memasukkan sesendok sup ke dalam mulutnya. Mengunyahnya pelan dan menelannya. Daniel menantikan komentarnya. Namun tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut bianca. Apakah masakan Daniel enak, asin, atau hambar? Daniel benar-benar penasaran bagaimana komentar Bianca. Dia terus melihat wanita itu. Tapi bianca hanya diam dan terus memakan makanannya. Melihat Bianca tak protes ataupun tak membuang makanan itu membuat Daniel yakin jika masakannya tak buruk dan masih layak untuk di makan.