webnovel

Menerima Hukuman

"Maafin Aku, sayang...", Pintaku pada Rangga. Aku sadar akan kesalahanku dan ga ingin berlama-lama saling diam dengan Suamiku.

"Aku maafkan, kalau Kamu berhenti menangis, Sayang!!", Rangga memberi syarat dan Aku mengangkuk. Rangga memelukku sangat erat, tapi terasa begitu nyaman.. Berada didalam pekukan Suamiku, membuatku merasa lebih tenang dan terlindungi..

"Sayang..."

"Tolong tetap seperti ini sebentar, yang.. A..aku... Masih ingin dipelukanmu... Aku mohon..", Aku eratkan tangan kananku memeluknya, mencoba menyembunyikan kepalaku dalam dadanya, dan mendengar detak jantungnya yang kini memiliki efek penenang bagiku.. Begitu hangat dan nyaman..

Beberapa saat Aku dan Rangga terdiam dalam posisi ini. Rangga menyanggah tubuhku dan memelukku.

"Bawa Aku pulang, yang.. Aku mohon..", Itulah kata-kata yang pertama keluar dari bibirku.

Aku sadar betul yang kuinginkan saat ini.. Aku ingin pulang, menjauh dari masa laluku, dan tetap bersembunyi dalam pelukan pemilik dada yang hangat ini. Melupakan semuanya, dan hanya mengingat satu hal, kalau Aku adalah wanita milik Suamiku..

Rangga tidak menjawab kata-kataku, lalu

melepaskan pelukannya. Walaupun Aku sebenarnya masih ingin dalam pelukannya, tapi mungkin Dia ingin melihatku atau menyampaikan sesusatu, sehingga Aku melepaskan pegangan tanganku dipinggangnya.

Setelah membenarkan posisiku kembali diatas tempat tidur, Rangga naik ke tempat tidur ini, dengan posisi miring, Rangga tiduran disampingku, tangan kanannya berada diatas pinggangku, dengan posisi kepalanya berada diatas dadaku. Dan diam untuk beberapa menit. Tak ada diantara kami yang saling bicara, hingga kemudian Rangga mengangkat kepalanya dan menatapku.

"Sayang, kadang Aku sangatlah lemah. Aku juga butuh bersandar seperti tadi... Untuk mencari ketenangan dan berpikir jernih.", Rangga berbicara, dengan tangan kirinya membentuk siku segitiga untuk menyanggah kepalanya.

"Kita akan pulang, sayang.. Setelah Aku yakin, tak ada lagi racun dalam tubuhmu.. setelah kondisi kepalamu juga lebih baik. Aku ga akan kemana-mana, dan akan tetap berada disini menemanimu! Kamu jangan khawatir, Doni ga akan pernah bisa menemuimu!!", Rangga tersenyum padaku.. Senyuman seindah senyumannya pagi ini. Tapi, masih ada rasa marah yang terlihat dari matanya..

"Kenapa Kamu begitu marah ke Aku tadi, yang?", tanyaku lagi.

"Aku... Ga marah ke Kamu, sayang..", Rangga kembali menyenderkkan kepalanya didadaku, sambil tangan kanannya bergerak dari kanan ke kiri tak beraturan, mengelus perutku yang masih dilapisi baju rumah sakit, lalu tangannya naik keatas, memainkan p*t*ng payudaraku yang juga masih tertutup baju rumah sakit. Tapi, karena Aku ga pakai bra, rasanya seperti disentuh langsung..

"Ehm.. Yang.. Tangan kamu...", Aku berusaha mengingaktan Rangga kalau rasanya itu geli dan bikin Aku ga waras.

Rangga menatapku sebentar, tersenyum, dan kembali menyandarkam kepalanya ke dadaku dengan tangannya yang belum berhenti bermain-main.

"Yaaaaang....!!",

"Pegang dikit, boleh kan sayang..."

"Ta..pi Aku nya ga tahan yang, geli.."

Kini Rangga mengangkat kepalanya lagi, dan menatapku, tersenyum, dengan mulutnya mengulum p*t*ng payudaraku yang masih dilapisi baju rumah sakit dengan tangan kanannya masih bermain di sebelahnya.

"Aaah.. Yang.. Tolong dong.. Aaaah...", Aku coba untuk sedikit waras, tapi rasanya bikin kakiku menggeliat kaya cacing dibawah paparan langsung sinar matahari.

Rangga akhirnya melepaskan dan menatapku.

Mendekatkan kepalanya ke wajahku, dan bibirnya mencium bibirku.

"Itu hukuman buat kamu, sayang.. Karena udah buat Suamimu ini cemburu dengan apa yang kamu lakukan diluar tadi!", Rangga diam dan masih melihatku, agak serius sekarang, "Aku sudah bilang ke Kamu, Aku tipe pencemburu, dan apa yang Aku lakukan tadi, itu untuk menyadarkanmu, kalau Aku Suamimu dan Kamu milikku, Aku ga suka liat Kamu bicara dengan pria asing, apalagi pria dari masa lalumu, menggunakan bahasa yang Aku ga tau apa artinya! Tolong, jangan lagi seperti itu padaku...", Kali ini, wajahnya begitu tegas, berbicara tanpa ada senyum kepadaku. Dan memang terlihat, kalau Rangga sangat marah dan jealous. .

"Maafin Aku, yang...", Aku sadar untuk kali ini, Aku salah dan pantas dihukum! Tapi, Aku kesel juga hukumannya seperti tadi! Bikin Aku setengah-setengah, ketanggungan seperti ini!

Rangga masih menatapku

"Ka..mu.. Masih marah?", tanyaku..

Dia menggeleng

"Kamu mau dituntasin, sampai dapet pelepasan?", tanyanya.. Seperti Dia tahu apa yang ada dipikiranku.

Tapi, apa yang dikatakannya, benar-benar lucu, bikin Aku ga tahan lagi untuk tertawa, hehe... Rangga yang melihatku tertawa juga ikutan tertawa.

"Awas Kamu, udah bikin perasaan Aku kaya gini!!", Kataku sedikit kesal karena Dia udah berhasil bikin Aku bergairah tapi ga dituntasin.

"Hehe.. Rasanya kaya gimana gitu, ya sayang? Hehe.. Kamu juga pernah buat Aku kaya gitu, pas Kita ketangkep Pak Polisi.. Hehe..", Rangga mencubit hidungku.

"Jadi Kamu balas dendam?", Aku melotot melirik Rangga yang wajahnya berada disamping wajahku, dengan tangan kirinya menopang kepalanya.

Rangga mencubit hidungku lagi

"Yang tadi itu bukan balas dendam, tapi hukuman buat Istriku, hehe!!", Rangga tampak senang, dan moodnya kembali bagus..

Syukurlah.. Lebih baik menerima hukuman darinya seperti tadi, daripada harus dicuekin dan diem-dieman selama satu jam, nyesek banget rasanya.

TOK TOK TOK

Klek

"Hemmmmmm.....", hanya itu kata yang keluar dari bibir Airin, saat melihat Kami berdua dikasur, kepergok saling melempar tawa seperti pasangan paling romantis dan ga ada masalah apa-apa sebelumnya.

"Dua-duaan enak-enakan disini, gue mesti bolak balik ke ruang Direktur Rumah Sakit buat ngejelasin kerusakan kamar sebelah, tanda tangan ganti rugi, kena omel, juga!", Airin ngomel sambil menatap Rangga yang cuma membalas omelan Airin dengan tawa cekikikannya.

"Vina, ada pusing, mual, pening, kelelahan, pandangan kabur, masalah pendengaran, atau kesulitan bernapas dan berbicara?", Airin berdiri disamping tempat tidurku, dan Rangga masih diposisi yang sama, tiduran disampingku.

"Ga ada..", jawabku ke Airin.

"Baiklah! Kita akan cek urine dan darahmu, untuk melihat apakah ada kandungan merkuri yang ada dalam darahmu!", Airin memencet tombol merah, yang menandakan kalau Dia memanggil perawat.

"Berapa lama Vina harus disini, kak?"

"Mungkin lima hari. Paling lambat dua minggu. Tergantung seberapa lama tubuh Vina kembali pulih!", Airin menjelaskan.

TOK TOK TOK

Klek

Perawat memasuki ruang perawatanku.

"Tolong ambil sampel darah dan urine Ibu Vina!", Airin memberikan perintah kepada perawat yang baru datang.

"Baik, Dokter! Saya ambilkan dulu peralatannya.",

Airin mengangguk. Dan perawat itu kembali keluar.

"Rangga!!!!"

"hemmm?", tanpa sekalipun menengok ke Airin.

"Minggir, sana!! Jangan ganggu-ganggu istrimu!", Airin mengingatkan Rangga, yang sedari tadi masih saja sibuk menciumiku. Hidung, mata, pipiku, kadang mencubit hidungku. Lirikan dan cubitan tanganku tak berhasil menghentikannya, jadi kubiarkan saja dia mau apa.

"Vina milikku, Kak!!! Ga ada lelaki lain yang boleh mendekati istriku.. ", lalu Rangga memelukku kembali dan menaruh kembali kepalanya di dadaku.

"Vina, kini kamu sudah percaya, kan.. Kalau si bodoh ini sudah menjadi gila karenamu???!", Airin hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik semata wayangnya dan Aku hanya tertawa menanggapinya.

TOK TOK TOK

Klek

Perawat itu sudah kembali,

"Rangga!!!!"

"Iyaaa... Iyaaaaaa.... Cerewet!!", Protesnya ke Airin dan Rangga akhirnya berdiri dari tempat tidurku. Mengambil handphone dari sakunya, Memilih duduk didekat kaca jendela, dipojok ruang disebelah kananku dan mengecek handphonenya.

Perawat itu mengambil sample darah dari siku tangan kananku, lalu memepersiapkan untuk mengambil sample urine. Tapi karena masih pakai cateter, diambil sampel dari tampungan urine.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Airin memerintahkan kepada perawat itu untuk membawanya ke laboratorium dan mengambil hasilnya nanti, meletakkannya di ruangan Airin.

"Saya permisi, Dokter!", Setelah merasa paham. Perawat itu pergi meninggalkan ruangan kami

Klek

Pintu Kembali di tutup.

Kruuuuuk.. Kruuuuk..

Ehmm... Rasa perih kembali muncul dilambungku.

"Vina, apa kau belum makan?", Airin bertanya

"Masuklah!, Bawa semua yang tadi Aku perintahkan untuk dibeli!", belum sempat aku menjawab Airin, Rangga menelepon seseorang

TOK TOK TOK

Klek

"Permisi..", Fadli masuk ke dalam ruangan dan membawa beras, dan beberapa barang lainnya yang Aku ga terlalu jelas, karena posisi kasurku datar..

"Taruh di dapur!", Perintah Rangga, lalu Dia berjalan ke arah dapur.

"Kau mau masak, dek?"

"Hmmm... "

"Aku mau satu, capcay kuah sebagai bayaranku udah kena omel sama direktur rumah sakit! Setengah jam aku akan kembali mengambinya! Hehe... ", pinta Airin pada Rangga. Yang hanya dijawab dengan lirikan mata oleh Rangga.

"Vina, perawat akan membawakan obat untuk meredakan asam lambungmu. Aku pergi dulu sekarang, aku harus room visit!"

Aku mengangguk, dan Airin keluar meninggakkan ruanganku.

"Taruh semua laporan dimeja dan kembalilah ke perusahaan, segera hubungi Saya bila ada sesuatu yang penting! Nanti malam, kembali ke sini dan berikan semua laporan untuk hari ini termasuk semua yang harus kutandantangani, laporan yang harus kuperiksa, dan surat-surat penting dimejaku!", Rangga memberikan perintah.

"Baik pak.. Sebelum saya kembali kekantor, ada beberapa yang harus ditandatangani dan untuk agenda besok, ada rapat tahunan pemegang saham FGC.. Apa yang harus saya katakan tanpa kehadiran bapak?"

"Tunda rapat sampai minggu depan!", Rangga mendekat ke Fadli untuk menandatangani..

"Apaaa?", Aku setengah ga percaya.. Rangga, FGC.. Rapat pemegang saham? Bukan Rangga CEO Light Company.

"Ada apa sayang?", Dengan wajahnya yang sedikit panik, Rangga menghampiriku..

"Ka..mu... FGC.. ", Aku melihatnya setengah ga percaya.

"Oh... Aku kirain Kamu kenapa, sayang! Bikin kaget aja, hehe..", Jawabnya, lalu mencubit hidungku dan kembali ke meja untuk menanndatangani surat-suratnya.

Owh... Betapa bodohnya Aku!! Selama ini, Aku pikir, Rangga masih bergantung dengan Anwar Pranata.. Ternyata, Dia tak serendah yang kupikirkan.. Ada rasa malu dalam hatiku pada Rangga saat ini.. Dan juga rasa kasihan. Terlalu banyak bebannya sekarang.. FGC dan V-Company, hufff... Aku rasa Aku harus membantunya setelah kondisiku membaik.

"Terima kasih, Pak! Saya Permisi, Pak Rangga.. bu Vina!" Fadli membungkukkan badannya dan keluar meninggalkan Ruang perawatanku.

Rangga berdiri, tanpa mengatakan apapun langsung menuju dapur.

"Yang.. Kamu... FGC.."

"Kamu mau tanya apa, yang?", Rangga berbalik menghampiriku.

"Hehe.. Kamu beneran tadi?"

"Memang Kamu pikir Aku cuma meminta-minta ke papaku dan sama sekali ga becus mengurus perusahaannya?", Rangga bertanya balik padaku. Dengan senyumnya yang menggoda.

"Kamu kenapa ga cerita ke Aku?"

"Kamu kan ga nanya ke Aku!", Kali ini dia mencubit hidungku lagi

"mm.. Maafin Aku, yang.. Aku ga tau. Aku pikir kerjaan Kamu cuma ngurus Light Company.. Aku.. Udah nambahin banyak banget kerjaan ke Kamu.. Harus ngurus V-Company..", Aku benar-benar menyesal kali ini.. Pantas saja. Waktu tanda tangan kontrak dengan FGC, surat itu terlihat aneh. Hufff... Bodohnya Aku.. Kenapa baru menyadarinya???

"Udah, gapapa. Aku juga seneng ngelakuinnya buat Kamu! Jadi istriku ga akan kecapekan, bisa ngurus suami dan anak-anaknya nanti", ciuman Rangga mendarat di dahiku.

"Tunggu ya, sayang.. Aku masak dulu!",

Aku mengangguk

Dan Rangga menuju dapur, membuka beberapa kotak yang dibawa Fadli

"Kamu suruh Fadli bawa gas portable?", tanyaku

"heehmmm.. Disini ga ada kompor, sayang. Aku suruh Dia bawa Magic Com kecil sama happy call juga, nih.", sambil mengangkat dan menunjukkan padaku.

"Emang boleh, masak disini?"

"shtttt.. Udah, diem aja jangan berisik! Tunggu Aku selesai!", Rangga tersenyum dan hilang dari pandanganku. Karena Ada tembok pemisah yang ke arah dapur.

TOK TOK TOK

Klek

"Selamat Siang, Bu Vina.. Di tensi dulu ya, sama ada masuk obat cair melalui infus.."

"Siang, oke..", jawabku.

"Ini infusnya sudah mau habis, saya ganti sekalian, ya bu!", Aku mengangguk setuju.

"Dan ini obat minumnya, yang ini, tambahan dari dokter Airin, untuk pereda asam lambung, diminum sebelum makan. Sisanya, ini diminum setelah makan."

"Oke!", jawabku mengerti dan perawat itu meletakkan obat dimeja samping kasurku.

"Suster, bisa tolong ambilkan remote tv?"

"Oh, baik bu.", suster itu mengambil remote di meja yang tadi Aku tunjuk. Dan seelah bertanya ada lagi atau tidak yang kibutuhkan, kemudian berpamitan keluar.

Aku langsung menyalakan televisi. Karena ga ada yang bisa kukerjakan.. Minta handphone untuk main game ke Rangga juga, pasti ga akan dikasih.. Hihi..

Sudah lama, Aku ga nonton televisi. Rata-rata siaran gosip, sinetron, dan Aku memutuskan untuk menonton stasiun TV berita. Lebih nyambung dengan duniaku. Apalagi kalau ada berita ekonomi.. Jadi kuputuskan untuk mendengarkan berita.

Beberapa berita yang Aku tonton, rata-rata bahasannya politik. jujur, Aku kurang suka berita politik. tapi, Aku masih ingat pesan Kakek, kalau ingin menjadi pebisnis sukses, Aku juga harus mempelajari politik. hmm.. Kakek.. kenapa tiba-tiba Aku jadi kangen, ya? Pertemuan kami terakhir. Aku belum cerita apapun ke Kakek.

Mataku sangat lelah, menonton televisi. Aku mengambil remote untuk mematikan tivi. Tapi, belum sempat Aku mematikan, sebuah beriita membuatku mengurungkan niatku.

"Headline news.. Selamat Siang! Berita duka kami sampaikan dari keluarga Andi Andriyanto, atas meninggalnya ayah beliau, Haryanto di usia ke-75 tahun karena serangan jantung, Beliau juga merupakan Kakek dari pemilik kerajaan bisnis V-Company, Vina Ariescha. Pemakamannya belangsung pa...."

"aaaaarkh... Kakeeeeeek!!!", Aku berteriak dan sekaligus menangis mendengar berita yang baru saja kulihat di stasiun televisi. Kakekku.. Sudah meninggal dunia?!!!