Rangga Plot -
Tidak ada yang lebih membahagiakan hatiku, selain mendengar kata-kata vina tadi, bahwa dia mencintaiku dan dia juga menyerahkan hidupnya untukku.
Aku berjanji dalam hidupku, tak akan ada wanita lain yang akan kubiarkan ada dihatiku selain vina, istriku. Bertemu dengannya, bagai sebuah hadiah terbesar dalam hidupku. Aku akan selalu menyayangi dan melindunginya..
"vina.. Vina sayang... Aaaaaahk.. Bangun sayang, banguuuun!!", kutatap wajah istriku yang terkulai lemas tak sadarkan diri ditanganku saat ini. Hatiku mulai kacau, ketakutan ada disekujur tubuhku melihat darah segar mengalir dari kepala vina yang terluka.. Yah, luka itu, terbuka lagi saat seseorang menjambak rambutnya dengan sangat kencang beberapa detik lalu.
"ambulance.. Cepet panggil ambulance!!", seseorang berteriak.
"amankan perempuan itu.. Tadi kulihat dia menariknya, securityyyyy!!"
"lepaskaaaan! Aku tidak bersalah, lepaskaaaan!!!"
"ya tuhan, banyak sekali darahnya!!"
Saat ini orang-orang berkerumun disekeliling kami, aku tak tahu harus berbuat apa, kali ini.. Aku.. Aku benar-benar panik, hanya menangis dan memeluk istriku
"vina istriku, bangun sayang.. Bangun..", hanya ini kata-kata yang keluar dari mulutku.
"pak, cepat dibawa kerumah sakit saja, bapak gendong istri bapak, ayuk secepatnya saya antar ke rumah sakit!", seorang lelaki berusia 40 tahunan, dengan baju security membuatku tersadar atas apa yang harusnya aku lakukan.
Aku mengangguk, kuangkat istriku dalam gendonganku. Banyak darah ditanganku, begitu pun yang menempel dibajuku. orang-orang memberikan kami jalan untuk lewat. mobil bertuliskan Ritz Calton sudah ada didepan lobby, security membukakan pintu dan akupun masuk kedalamnya.
"tunggu.... Pak, ini tas istri bapak, tertinggal dilantai.", seorang security berlari mengantarkan tas vina sebelum pintu mobil ditutup.
"terima kasih.", jawabku.
Kami menuju rumah sakit. Mobil melaju cukup kencang, beruntung lalu lintas tidak terlalu ramai. Hari minggu seperti ini, lalu lintas perkotaan tidak terlalu padat, karena banyak penduduknya yang berlibur ke pinggiran kota. Kurang dari 10 menit, kami sudah sampai di IGD. Staff yang bertugas di IGD bekerja dengan sangat cekatan. Dokter jaga yang bertugas segera menangani istriku.
"bapak wali ibu ini?"
"ii..iya.."
"boleh saya tahu bapak siapanya?"
"saya suaminya, suster!"
"baik pak, tolong ikut saya sebentar untuk mengisi data administrasi", pinta wanita berbaju setelan biru telur asin, yang merupakan perawat di IGD. Aku mengangguk dan mengikutinya menuju meja administrasi dan mengisi semua data vina.
"bisa dijelaskan kejadiannya, pak?", kali ini dokter jaga yang memakai setelan baju berwarna biru telur asin seperti baju operasi, bertanya kepadaku. Aku mejelaskan kronologis kejadian, termasuk asal mula luka dikepala vina. Tapi aku sedikit mengarang cerita, dengan mengatakan bahwa luka awal itu karena pecahan kaca menimpa kepala vina."
Dreeet Dreeet Dreeet
Handphone dikantong celanaku bergetar. Aku melihat nomor si penelpon.
"hallo?"
"beb.. Bebb.. Tolong aku beb!! Mereka menuduhku melakukan tindakan kekerasan ke pelacur itu! Tolong keluarkan aku dari sini, beb. Mereka akan membawaku ke kantor polisi!", suara wanita diujung telepon, terdengar panik dan ketakutan. Dia yang sebulan lalu meninggalkanku dengan pria bule.
Aku menarik napas panjang dan menutup mataku sejenak, menstabilkan emosiku, sebelum akhirnya aku menjawab suara wanita diseberang sambungan teleponku.
"beb.. Beeeb!!!"
"berikan teleponnya pada petugas disana!", tanpa banyak pertanyaan, wanita itu melakukan perintahku. tak berapa lama, seseorang pria bersuara berat sudah menerima telepon itu.
"hallo, selamat siang!"
"hallo, tolong jangan biarkan wanita itu keluar dari sana! Saya akan membuat perhitungan padanya atas apa yang telah dilakukannya pada istri saya! Pengacara saya akan segera tiba!"
"baik, siap, laksanakan pak!!"
Klik
Aku menutup telepon dan segera menghubungi nomor telepon lain untuk mengurus masalah ini, karena aku tidak mungkin meninggalkan istriku.
"Bang, aku butuh bantuanmu!",
"yup! Gimana gimana?",
Aku mencoba menjelaskan semua kejadian kepada kakak iparku dengan detail. Karena kondisiku masih sangat gugup saat ini, aku mencoba berkonsentrasi supaya tidak ada kesalahan dari apa yang kuceritakan, dan sandy menangkap dengan benar apa yang harus dilakukannya.
"baiklah, aku akan segera kesana! Airin akan segera datang ke sana menemanimu. Jangan terlalu panik, semua akan baik-baik saja!", pesan sandy sebelum kami mengakhiri telepon.
Aku mematikan telepon, rasanya kakiku sudah tak kuat menahan beban tubuhku. Aku duduk dilantai rumah sakit. Hatiku begitu sakit. Aku sudah berjanji untuk menjaga vina, tapi kali ini, tak ada yang dapat aku lakukan ketika seseorang dari masa laluku mencelakainya. Akupun mengutuk diriku sendiri, andai aku tak memukul kepala vina dengan piring kaca sekencang itu, tak mungkin ada luka diatas kepalanya, dan mungkin kejadian hari ini tidak akan berakibat buruk padanya! Cukup lama aku duduk dilantai dan menyesali semua yang telah terjadi, hingga seorang perawat menyadarkan dari lamunanku.
"permisi, apa bapak wali ibu vina?"
"i..iya, bagaimana istri saya, sus?"
"mari ikut saya, pak! Ada yang ingin dokter sampaikan!"
Aku mengangguk, berdiri dan mengikuti perawat menemui dokter.
"dek ranggaaaa!", aku menoleh ke belakangku. Airin berlari kearahku.
"bagaimana vina?"
"ikut aku, ada yang ingin dokter sampaikan!", kami berdua berjalan mengikuti perawat menemui dokter.
TOK TOK TOK
perawat mengetuk pintu, dan mempersilahkan kami masuk ke ruang dokter.
"selamat siang, pak rangga.. Hey.. Dokter airin!!!", dokter muda itu setengah terkejut melihat airin ikut masuk dibelakangku.
"Roby, kau yang menangani vina?"
"iya.. Dia..."
"dia adik iparku!", airin menjabat tangannya dan duduk dikursi, akupun ikut duduk dikursi disebelahnya.
"bagaimana istri saya dokter?"
"ehm.. Luka dikepalanya cukup serius!", dokter itu menatapku, kemudian beralih menatap airin. "sudah city scan?"
"aku baru berencana mengajaknya city scan besok senin, tak kuduga akan ada kejadian seperti ini!", airin menjelaskan.
"apa kau sudah tau?"
"ya.. Aku duga kearah sana!"
"kak, jelaskan padaku, ada apa dengan istriku??? Apa yang terjadi sebenarnya!!", aku terlihat seperti orang bodoh mendengarkan obrolan mereka. Apa mereka tidak tahu, kalau aku sangat mengkhawatirkan istriku dan stress?? Kenapa justru berbicara berdua Tanpa melibatkanku?? Aku sedikit emosi.
"maafkan aku rangga.. ", airin tak menjelaskan apapun, justru berbalik manatap roby, seakan menyuruhnya menjelaskan kepadaku semuanya.
"istri bapak, menurut diagnosa saya mengalami hematoma intrakranial. Tapi butuh pengecekan lebih lanjut, apa hematoma epidural, subdural, atau interserebral! Supaya kami dapat menentukan tindakan selanjutnya untuk ibu vina."
"a.. Apaaaaa?", aku bagai tersambar petir mendengar penjelasan dokter Roby
"luka benturan yang dialami ibu vina sebelumnya sangat keras. Ditambah ada serpihan beling yang masih tertinggal didalam kulit kepalanya. Sangat kecil, halus dan agak dalam, dan itu membutuhkan tindakan medis lebih serius. Dan kejadian hari ini, memperparah kondisinya. Saya sarankan, ibu vina dirawat selama proses penyembuhan, dengan begitu, kami juga dapat melakukan tindakan medis untuk pengecekan sehingga beliau akan mendapatkan penanganan yang tepat secepatnya", dokter Roby menambahkan.
Aku tak dapat berkata apa-apa. Kata-kata dokter roby masih melayang-layang dikepalaku.. Istriku.. Semua ini ternyata salahku. Apa yang kulakukan malam itu telah membahayakan nyawanya..
"dek.. dek rangga.. Rangga!!!", airin menggoncangkan tanganku untuk mengembalikan kesadaranku.
"kenapa kau tidak memberitahukanku, kak??? Kenapa kau menyembunyikannya dariku???, hah? Kenapaaaaa?!!", aku berdiri dan menendang kursi yang tadi kududuki. Kemudian aku duduk dilantai, berteriak, menangis, perasaanku sungguh campur aduk. Airin coba menenangkanku, begitu juga dokter roby.
"Rangga.. Tenang dulu, hematoma tak seburuk yang kau pikirkan, kita bisa menyelamatkan vina, percayalah padaku.. Kau lihat kan, aku sangat tenang, sebetulnya, aku ingin membawanya untuk city scan besok, sungguh aku tak menduga ada kejadian seperti ini..."
Kutatap mata airin, aku berusaha melihat apa dia hanya ingin menyenangkanku. Atau semua yang dikatakannya bukan sekedar harapan palsu.
"apa kali ini kau tidak membohongiku?"
"yang dikatakan dokter airin betul adanya, pak rangga!", kali ini dokter roby yang menjawab pertanyaanku. Aku menatapnya, dan diapun melanjutkan penjelasannya.
"banyak hal yang harus dihindari ibu vina untuk mempercepat proses penyembuhannya, seperti tidak terlalu stress, tidak berpikir dan bekerja terlalu keras, hindari melakukan dua kegiatan dalam satu waktu, hindari hobby yang cukup melelahkan untuk kerja otak, seperti membaca, menonton tv, menulis, atau bermain video game terlalu lama. Selain itu, ibu vina juga dilarang untuk berolahraga terlalu lelah, nge gym, berenang, dan lainnya. Sebaiknya tidak dilakukan dulu. Buat hatinya senang, adalah obat yang sangat baik untuknya. Oh iya, dalam enam bulan kedepan, tolong hindari naik pesawat dulu.", penjelasan dokter roby sedikit membuatku tenang. Aku yakin bisa melakukan itu semua. Akan kulakukan apapun, asalkan aku bisa terus bersamanya. Banyak hal yang ingin kulakukan dengannya, dan aku belum siap untuk kehilangannya.
Aku belum pernah merasakan mencintai seseorang sebesar aku mencintai vina. Aku dulu memang mencintai cindy, tapi tak pernah aku merasakan seperti ini. Rasa ini, cinta yang sebesar ini, keinginan untuk terus bersama, membahagiakan dan melindunginya.. Vina sudah berhasil mengisi hati dan pikiranku.
"rangga, bagaimana? Apa kau menyetujui untuk vina dirawat dirumah sakit beberapa hari ini?", airin bertanya padaku.
Aku menatapnya, masih belum memberikannya jawaban.
"Rangga?!"
Aku menarik napasku..
"apa kau yakin ini yang terbaik untuknya?"
Airin mengangguk.
"tentu saja, vina butuh penanganan medis serius dan cepat!", airin mencoba meyakinkanku.. Tapi entah mengapa, aku merasa berat jika vina harus berada di rumah sakit.
"baiklah, sudah kuputuskan! Siapkan perawat dan dokter yang siaga 24 jam, atur semua jadwal cek kesehatan dan terapi yang dibutuhkan, berikan perawatan yang sama seperti yang istriku bisa dapatkan dengan perawatan dirumah sakit, dan lakukan semuanya dirumahku! Satu lagi, aku ingin semua yang menangani istriku, adalah wanita.", aku menjelaskan keinginanku dengan tegas sambil menatap airin.
"rangga, apa kau serius?"
"ya, hanya untuk tindakan operasi atau penggunaan alat yang tidak dapat dibawa kerumah saja istriku boleh mendatangi rumah sakit dan jangan beritahukan vina tentang penyakitnya. Hanya aku yang boleh memberitahukannya!!"
"baiklah, Aku akan mengurus semuanya!", airin menatapku sambil tersenyum dan geleng geleng kepala.
TOK TOK TOK
"maaf mengganggu, dokter roby.. Ibu vina baru saja siuman, beliau sangat panik dan kami agak kesulitan menenangkannya. Beliau menangis dan mencari bapak Rangga!", kata-kata seorang perawat yang baru saja masuk bagaikan angin surga yang membawa kedamaian dalam hatiku juga menambah kekhawatiranku.. Aku sangat bahagia mendengar vina telah siuman sekaligus khawatir mendengarnya menangis mencariku.
"bawa aku menemui istriku sekarang!"
"baik, pak.. Mari ikut saya!"
Perawat ini berjalan sangat lambat. Ingin rasanya aku berlari menemui istriku.. Airin menyusul langkahku, mensejajarkan langkahnya dengan langkahku
"rangga, perhatikan sikapmu, jangan sampai kamu mengatakan hal-hal yang membuatnya panik atau terlalu banyak berpikir yang membuatnya stress!", airin mengingatkanku, dan aku pun mengangguk, mengerti.
"persiapkan segalanya sebaik mungkin.. Aku akan coba jelaskan kepadanya tentang para tenaga medis yang akan menemaninya dirumah untuk mengurangi kepanikannya dan bisakah kau mengirim supir dan mobil? Mobil vina masih ada di ritz calton, ini kuncinya. Aku menyerahkannya ke airin."
"baiklah, aku akan mengurusnya! Supir juga akan segera datang. Aku pergi duluan!", airin berpamitan. Aku mengangguk.
"kak, tolong bawa ini. Tolong taruh dikamarku! dan di tas itu ada kunci apartemen vina. tolong ambilkan baju ganti untuknya.", aku menyerahkan handbag vina kepada airin.
(sementara itu di Ritz Calton security room)
"lepaskan saya!!! Saya tidak bersalah, perempuan j*l*ng itu telah merebut pacar saya!!! lepaskaaaan..", perempuan dengan tangan terborgol masih saja memberontak.
TOK TOK TOK
sandy memasuki ruangan bersama pengacara Haris. Mereka berbicara sebentar dengan security, lalu security tersebut membawa mereka masuk keruang kepala security. tampak perbincangan mereka sangat serius didalam sana. Dan kepala security juga terlihat menghubungi pihak intern hotel melalui telepon. Tapi tidak lama, sandy dan Haris keluar ruangan kepala security. Wanita itu hanya memperhatikan sandy. Dia seperti mengenali pria itu, tapi tidak terlalu jelas diingatannya.
"hey you with red shirt! Apa rangga mengirimmu untuk menyelamatkanku?", tanyanya sambil setengah berteriak pada sandy.
Sandy menoleh kearahnya, dan hanya tersenyum sinis, lalu meninggalkan ruang security.
(Tak berapa lama berselang)
Security membawa wanita itu keluar dari security room, memasukkannya kedalam mobil bertuliskan Ritz Calton.
"kemana kalian akan membawa saya?? Lepaskan sayaaaa!!", teriaknya
"kami akan membawa anda sesuai intruksi pengacara Haris! atas keinginan client nya, bapak Rangga Pranata, maka kami akan membawa anda ke kantor polisi untuk mendapatkan tindakan tegas atas apa yang sudah anda lakukan kepada istrinya!! Selain itu, Dengan tindakan yang Anda lakukan, pihak Ritz Calton juga akan memberikan tuntutan pada Anda, dikarenakan telah membuat keributan dan tindakan tidak menyenangkan yang meresahkan tamu kami di lobby hotel siang ini! Jadi persiapkan diri Anda untuk menghadapi tuntutan pasal berlapis!", seorang manajer hotel menjelaskan kepada wanita itu apa yang sudah menunggunya dikantor polisi.
"a.. Apaaaaa? Rangga akan menuntutku??? Tidak mungkin .. Ini.. Ini tidak mungkiiiiiin!!! ini pasti bercanda, kan? dia tidak mungkin begitu! Dia sangat mencintaiku, dia tidak mungkin memuntutku karena pelacur itu, lepaskan akuuuu!!! lepaskaaaan!", teriak wanita itu.
tapi tak ada satupun orang yang memperdulikannya, tak ada seorangpun yang melindunginya, tak ada seorangpun yang membantunya, dan ini membuatnya semakin ketakutan menghadapi kenyataan didepan matanya.
polisi - sidang - penjara - hukuman, sungguh membuat nyalinya ciut. hal yang tak pernah terpikir olehnya akan dihadapinya sesampainya kembali di negaranya.