Emanuel menahan senyumnya melihat reaksi aneh dari Sean. Kemudian dia menunduk sembari memberikan hormat. "Baik, Yang Mulia Raja."
Mereka bertiga bergegas mencari jejak Edward. Squby berada di pundak Emanuel agar bisa mengimbangi kecepatan mereka berlari. Terus berlari sampai mereka memasuki hutan. Sean kemudian tiba-tiba berhenti, ia lalu membuka semua kekuatannya agar bisa menemukan di mana Edward berada sampai akhirnya ia melihat sesuatu.
Quiena tidak sadarkan diri berada di sebuah gua. Lalu kemudian Edward mendekatinya sampai akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Itulah gambaran yang terlihat dari Sean meskipun Sean mencoba menembus kekuatan Edward.
"Lo lihat apa?" tanya Emanuel penasaran.
"Edward tidak jauh dari tempat kita berhenti. Dia sempat berhenti di sebuah gua tapi, sekarang dia sedang kembali berjalan. Sebaiknya kita langsung menuju ke gunung Mountain sebelum bulan purnama tiba, sebab malam ini bulan purnama akan datang. Segala iblis akan bangkit apalagi jika Edward berhasil menjadikan Quiena sebagai persembahan," ungkap Sean dengan begitu jelas.
"Astaga! Baiklah kalau begitu ayo cepat kita harus segera sampai di sana," sahut Emanuel.
Mereka ingin kembali melanjutkan perjalanan tapi, tiba-tiba Squby mengeong begitu panjang. Sampai akhirnya membuat Sean, dan Emanuel terhenti.
"Ada apa, Squby? Apa kau melihat sesuatu?" tanya Emanuel.
Squby langsung mengarahkan pandangannya menatap Sean. 'Aku tahu jalan pintas agar kita bisa lebih cepat sampai di gunung Mountain. Bolehkah kalau aku yang memandu jalan?'
Sean pun mengangguk mengiyakan. "Emanuel, turunkan Squby dari pundak mu. Dia yang akan memandu jalan untuk kita."
"Baiklah seekor kucing, aku akan berlari di belakangmu," ucap Emanuel sembari tersenyum.
Mereka terus berlari. Meskipun cuaca tidak bersahabat tapi, mereka bertiga tidak berhenti di tengah jalan. Sampai akhirnya tiba di tempat gua yang waktu itu menjadi tempat untuk Quiena.
Saat dalam perjalanan tiba-tiba Emanuel jatuh kedalam dasar jurang yang sangat dalam. Membuat perjalanan Sean terhenti.
"Ah sial! Sean! Lebih baik cepat pergilah dari sini biar aku keluar sendiri. Jangan pedulikan aku segera cepat menuju ke gunung Mountain. Squby, kau juga. Ajak Sean untuk segera pergi," teriak Emanuel dari dasar jurang.
"Aku tidak akan pergi sebelum membawamu pergi. Tunggu sebentar aku akan menolong mu. Bertahanlah aku akan turun kesana!" sahut Sean yang langsung ingin menolongnya.
"Sean jangan turun! Ini jebakan!"
Sean ingin ikut turun kedalam sana tapi tiba-tiba sebuah teriak membuatnya terhenti. Dengan cepat ia menoleh ke belakang namun, Emanuel ada di di belakangnya yang tertinggal sedikit jauh.
"Jebakan imajinasi. Ah sial!" gumam Sean yang langsung menjauh dari dasar jurang itu.
Saat Sean sedang berusaha menjauh tiba-tiba kabut asap hitam muncul dari dasar jurang. Munculnya sosok wanita buruk rupa berdiri di hadapan Sean, Emanuel, dan Squby.
"Arrghh! Kalian tidak akan pergi dari sini. Lihatlah matahari akan tenggelam, dan setelah itu bulan purnama akan datang. Wanita yang kalian cari akan menjadi tumbal dari penguasaan hutan ini, saat malam itu tiba kekuatan ilmu hitam akan bangkit dan membunuh kalian!" geram wanita itu yang bisa di tebak dari kaum penyihir.
"Sebelum kau memimpikan semua haluan yang sedang kau ucapkan. Kematian justru akan datang! Bersiaplah untuk mati!" sahut Sean dengan amarah sembari memperlihatkan wujudnya.
Wanita itu ingin menyerang namun, tiba-tiba ia tercengang saat menyadari siapa orang yang sedang ia lawan.
'Oh tidak! D-dia adalah Sean Kingston? Raja penguasa dari segala Clan vampire? Astaga! Sebaiknya aku harus pergi apalagi kekuatan ku tidak sebanding dengannya,' batin penyihir itu, lalu ia langsung menghilang.
"Sial! Cepat sekali dia perginya, tapi kenapa dia langsung menghilang padahal nyalinya tadi lebih daripada tubuhnya," kesal Sean sembari membuat posisi berdirinya kembali seperti semula.
"Tentu saja dia takut denganmu, Sean. Kau kan seorang raja meskipun di mata Jacob kau hanyalah mantan seorang raja yang begitu malang," sahut Emanuel seraya menepuk-nepuk pundaknya Sean dengan mengulum senyumannya.
"Hey! Apa katamu? Kamu ingin mati Emanuel?" tanya Sean saat menyadari dirinya sedang diledek oleh sahabatnya itu.
"Ah iya um ... sebaiknya kita melanjutkan perjalanan ...!" Emanuel berteriak dengan menutup mulutnya yang sedang menertawai Sean. Namun, Sean juga tidak terlalu mempermasalahkan ledekan seorang sahabat untuknya.
Mereka melanjutkan perjalanan, begitupun dengan Squby yang kembali memimpin perjalanan menuju ke gunung Mountain. Tetapi saat mereka sedang berlari dengan sangat cepat lagi-lagi ada saja penghalang untuk mereka agar terlambat menuju kesana.
"Oh tidak! Apalagi kali ini?" Emanuel terheran melihat dihadapannya sebuah lautan api yang cukup luas. Ia langsung mengira hanya kaum penyihir yang bisa menciptakan hal itu.
"Sean dan kau kucing, apa kalian punya ide untuk ini? Aku tidak menyangka tadinya kabut hitam lalu sekarang lautan api. Lelucon macam apa ini?" lanjut Emanuel.
"Mereka benar-benar ingin mencari mati denganku," ketus Sean.
Sean berjalan ke depan, lebih dekat dengan lautan api tersebut. Hal itu membuat Emanuel kebingungan dengan apa yang akan dilakukan oleh Sean.
Lalu Sean memejamkan matanya sampai akhirnya sosoknya berubah bukan lagi seperti Sean yang mereka kenal, melainkan memiliki sayap yang sangat tinggi, dan juga bermata merah dan biru. Kedua warna mata yang berbeda membuat Emanuel takjub melihatnya, tetapi ia sangat penasaran dengan wujud Sean yang baru kali ini ia lihat. Hal itu membuat Emanuel bersama Squby mundur dengan perlahan.
Ketika Emanuel mundur ia sempat bergumam. "Siapa sebenarnya Sean? Apa dia hanya kaum vampir atau ada campuran kaum lain di dalam dirinya?"
Suara itu begitu kecil sampai tidak terdengar oleh Squby. Lalu mereka hanya bisa menyaksikan perubahan dalam diri Sean. Berbeda dengan Sean yang hanya mengibaskan sayapnya sampai lautan api itu berubah menjadi hutan yang lebat, namun dua penyihir yang berada di balik itu langsung tewas seketika di sana terkena kibasan sayap milik Sean.
"Mati ka ... lian ...," lirih Sean dengan pelan dengan suara yang singkat-singkat.
Setelah semuanya selesai Sean ingin kembali menjadi wujud manusianya, tetapi saat itu juga Sean terasa begitu sakit seperti rasanya seluruh tubuhnya hancur berkeping-keping. Ia sampai berteriak dengan sangat keras, lalu ia menunduk dan akhirnya wujudnya kembali seperti Sean semula. Hanya saja nafasnya memburu lebih cepat.
Melihat Sean sudah kembali seperti semula, Emanuel bersama Squby dengan cepat berlari menghampiri Sean.
"Kau tidak apa-apa?"
Sean menggelengkan kepalanya. "Ayo kita lanjutkan perjalanan kita."
"Tapi, Sean. Kau tidak apa-apakan?" Emanuel kembali bertanya.
"Ya a ... aku tidak apa-apa, sebaiknya ayo cepat, dan satu hal apa yang kalian berdua lihat hari ini cukup sampai di sini."
"Siap, Sean."
Mereka kembali melanjutkan perjalanannya, walaupun Sean masih merasakan sakit di tubuhnya di saat ia kembali berubah menjadi manusia, tetapi ia tidak ingin sampai mereka tahu tentang dirinya.