Gedung-gedung tinggi yang menjulang berjejeran di tiap sudut kota, lampu-lampu yang menghiasinya terlihat megah. Namun, di kala malam itu sebagian dari bangunan pencakar langit tersebut gelap dan tak bercahaya. Bahkan diseisi jalanan hanya terpapar kendaraan kosong yang terlumuri serpihan kaca. Tiba-tiba melesat sebuah sinar yang lebar memenuhi jalan, rupanya seperti sebuah pedang yang melengkung. Sinar itu menerobos apapun yang ada dihadapannya tanpa kecuali. kendaraan yang ada dijalan terpisah menjadi dua bagian, potongannya benar-benar tanpa cacat.
"Sayatan yang mengerikan," puji seorang laki-laki tanpa menunjukan rasa gentar.
Bila gelombang sinar bisa menyayat mobil itu tanpa hambatan, tentu manusia yang cuma sekumpulan tulang terbalut daging bukan merupakan rintangan yang berarti.
Dia berdiri menatap lurus, padahal jarak dari serangan hanya tinggal sepersekian meter. Bahkan jari jemarinya mengusap-usap bagian samping rambut yang merah kuning seperti api yang membara. Urat-urat nadi terpampang jelas mengukir di kulit lengan yang mengkilap karena keringat. Tetes demi tetes darah mengalir dari sela-sela jari tetapi dia masih sanggup melakukan cengkraman yang kuat. Entah bagaimana jalan pikiran laki-laki tersebut, dia berlari dengan niat menghampiri maut. Mendekati serangan mematikan yang bahkan bisa memisahkan tiap anggota badan dengan mudah. Saking dekatnya, sayatan itu tercermin di kedua pupil matanya yang hijau lumut. Namun api membakar seketika, tubuhnya lenyap tanpa jejak, seperti tisu kering yang terlalap api. Sayatan itu menerobos terus sampai hilang dengan sendirinya. Kemudian kobaran api muncul dengan bentuk layaknya orang yang sedang berlari, yang perlahan berubah menjadi raga laki-laki tadi.
Tidak ada bulan yang menyumbul di cakrawala , oleh karena itu malam pun terasa gelap. Sementara, bohlam-bohlam lampu yang hancur berserakan di jalan bagaikan kerikil. rupa orang yang meluncurkan sayatan tajam hanya sosok samar belaka Namun, siapa saja tidak akan tertipu oleh lekuk yang khas milik seorang wanita. Dia melompat beberapa meter dari permukaan, mencondongkan salah satu kakinya yang mengenakan boots hitam.
Lalu dari ujung sepatunya tercipta suatu kekuatan yang membentuk sudut lancip. kekuatan itu memanjang membentuk suatu segitiga, yang besarnya cukup menutupi dari kaki hingga ujung kepala. Dia menerjang bak peluru, rambutnya sama sekali tidak terkibas oleh angin, sungguh tertutupi sempurna tanpa celah. Serangan itu mirip sebuah jarum yang siap melubangi apa saja yang dia lalui tak terkecuali manusia.
Laki-laki itu meladeninya cuma dengan ayunan tangan, keluarlah sebuah bola api sebesar kepalan tangan orang dewasa. Bola yang berpijar seperti matahari dalam ukuran kecil dan laki-laki itu menimpuknya. Bola dan terjangan si wanita bertabrakan, memicu ledakan api yang luas. Di saat yang sama, dari arah yang tak diduga sebuah beam yang dilapisi listrik berwarna merah menembak tepat ke bagian samping tubuh wanita tersebut. Dia melotot, bola api tadi ternyata hanya pengalih perhatian, sayangnya sudah terlambat bagi wanita itu untuk mempersiapkan diri. Tubuhnya terseret ke samping jalan, terkapar oleh listrik yang menyengat-nyengat.
Laki-laki tadi mendekat, tampang dari wanita itu tidak jelas, sebab setengah dari wajahnya tertutupi kerah. Pakaian yang ia gunakan seperti seragam pasukan khusus, berwarna hitam dengan warna biru navy di tiap bagian otot dan persendiannya. Dia menghembuskan nafas pelan, seketika pecahan kaca di sekelilingnya meleleh seperti lilin yang terbakar. Dia hanya menatap kosong, sesaat kemudian menjentikan jarinya. keluarlah api yang membara menyelimuti wanita itu,
***
Di sisi lain, seorang Breaker berdiri menengadah, dia mengenakan sebuah topi yang dibalik. Wajahnya menyeringai, dengan maksud memberi kesan mengancam. Jarinya menunjuk pada dua sosok di atas gedung.
"Meremehkan aku akan menjadi kesalahan terakhirmu," ujarnya percaya diri.
Breaker bertopi terbang tinggi ke udara. Dia melayangkan kaki pada wajah musuhnya, tendangannya menimbulkan angin ribut kuat yang meluluh lantakan bangunan-bangunan di sekitar. Namun, salah satu dari sosok itu menahan pandangan tanpa terlihat dipenuhi rasa terancam, hanya sepatah kata yang terdengar dari sosok tersebut,
"BODOH."
.....
Hanya butuh waktu semalam bangunan dan gedung seisi kota luluh lantak. Sejauh mata memandang apa yang bisa disaksikan hanyalah hamparan puing-puing. Sedangkan yang lainnya berupa tubuh-tubuh terkapar tak sadarkan diri. Dibalik semua kengerian itu terdapat seorang yang indra penglihatannya belum pada. Kondisinya begitu naas, ia bertelungkup, disekujur badannya penuh luka tusukan serta sayatan. Kaosnya yang abu sebagian besar telah bersimbah merah darah. Bahkan rompi yang ia kenakan robek dan menyisakan beberapa helai saja. Salah satu persedian tangannya menekuk tidak normal, tangan kanannya itu menjulur ke depan tapi menekuk ke samping kanan. Belum cukup sampai di situ kakinya kini hanya menyisakan satu. Sebuah kondisi yang mengerikan, begitu bengis musuh yang ia lawan, tak cukup hanya membuat tumbang dirinya, dia bahkan dibuat cacat seumur hidup.
Daya maupun upaya tak bisa ia rasakan lagi. Wajahnya mungkin terbenam diantara puing-puing bangunan, tapi mata itu masihlah hidup, dengan keinginan kuat untuk mengutuk. Kulit di wajahnya kotor berdebu serta darah yang mengalir di pelipis, bercampur dengan deraian air mata. Air mukanya yang menimbulkan kesan kasar dan keras kini hanya dipenuhi pilu serta amarah.
"Bedebah,"
Dia menggigit bibir menahan rasa sakit.
"Biadab, bajingan, persetan kau."
Mulutnya terkunci sesaat, dia masih bercucuran air mata, di mukanya hanya terpampang keputus asaan.
"Sakit sekali, sakit sekali." Dia memekik-mekik kesakitan. "Seharusnya aku sadar akan begini. Lebih baik aku yang menjadi pengkhianat bagimu."