Alex membeku mendengar apa yang dikatakan oleh tunangannya dari telepon. Ponselnya masih menempel di telinganya dan belum sempat dia mengatakan sepatah katapun untuk Tara tetapi wanita itu sudah menutup kembali sambungan teleponnya.
"Menjauh? Maksudnya apa? Kenapa dia tiba-tiba berkata seperti itu?" Tanya Alex pada dirinya sendiri.
Alex melihat sekitarnya. Rumah yang selama ini dia tempati dengan Tara sekarang terasa sepi karena tidak ada teriakan Tara yang kesal karena ulahnya setiap pagi. Rumh ini terasa seperti kuburan dan Alex tidak menyukai semua itu.
Alex kembali menekan nomor ponsel milik Rani. Dari awal Alex sangat yakin jika Tara bersama dengan Rani tetapi kenapa mereka berdua tiba-iba pergi tanpa memberikan alasan atau pesan kepada Alex?
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kamu tiba-tiba pergi seperti ini tanpa menjelaskan apapun kepadaku. Kita sudah menjalin hubungan sangat lama tetapi kamu pergi begitu saja. Aku pulang dari konser kamu suah tidak ada di rumah padahal kamu yang menyuruhku untuk berangkat dan semuanya bukannya baik-baik saja?"
Alex menarik rambutnya dengan keras. Kepalanya terasa ingin meledak memikirkan apa yang ada di dalam pikiran Tara saat ini.
"Sial! Aku tiak bisa seperti ini. Aku harus mencari kamu dan minta penjelasan dari semua ucapanmu."
Alex beranjak meninggalkan kamar yang selama ini dia tempati dengan Tara. Kaki Alex melangkah dengan lebar agar dia segera sampi di luar.
Topi, masker dan jaket warna hitam sudah dipakai Alex untuk menyamarkan penampilannya. Alex tidak ingin pencariannya gagal karena identitasnya diketahui.
Marvel melajukan mobilnya menuju kator agensi yang selama ini menaungi Tara. Alex ingin meminta penjelasan di sana dan berharap jika ada titik terang tentang keberadaan Tara.
Marvel memasuki daerah perkantoran. Setelah dia menghentikan mobilnya dan memarkirkan di tempat yang aman, Alex langsung keluar dan berlari menuju kantor agensi itu. pria itu terlihat jelas menaruh harapan besar di dala kantor yang menjulang tinggi di depannya saat ini.
"Permisi, bisa saya bertemu dengan Rina? Manager dari Gistara?" tanya Alex saat dia sudah berdiri di depan resepsionis.
"Maaf, ibu Rina dan artis Gintara sudah satu minggu ini tidak datang ke kantor agensi. Mereka mengambil cuti."
"Mengambil cuti? Kapan? Kenapa saya tidak mengetahuinya?" tanya Alex dengan nada yang cuup tinggi membuat resepsionis yang berbicara dengan pria itu terkejut.
"Maaf, Tuan. Kami tidak memiliki kewajiban untuk mengatakan semua kegiatan yang dilakukan oleh artis kami kepada Anda. Memangnya Anda siapa? Berani-beraninya menaikkan nada bicara anda di sini?"
Alex mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak sadar jika orang yang sedang ada di depannya ini tersinggung karena nada bicaranya yang meninggi.
"Maaf, saya tidak sengaja. Isakah saya meminta nomor manager Rina? Saya tidak bisa menghubunginya di nomor yang saya miliki."
"Maaf kami tidak mengetahui ada nomor lain karena manager Rina selalu memakai nomor yang biasanya dia gunakan saat menghubungi kemari."
Alex benar-benar bisa gila. Apa yang dilakuka oleh Tara ini membuatnya tidak bisa berpikir lagi.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi. Terima kasih."
Alex berjalan dengan setenagh berlari meninggalkan gedung agensi dan masuk kembali ke dalam mobilnya.
Ferarri warna merah menyala berjalan dengan cepat meninggalkan halaman parkir gedung agensi yang manaungi Tara. Alex ingin sekali menabrakka mobilnya dengan sesuatu karena dia sangat yakin jika Tara akan segera datang menemuinya jika dia terluka.
"Kamu kemana? Jangan membuat aku takut." Ucap Alex sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.
Ponsel Alex bedering, tulisan Big Bos terpampang di layar ponselnya dan Alex sudah bisa menebak apa yang saat ini akan dibahas oleh pria tua itu.
Alex menekan sambungan bluetooth yang ada di dekat setir kemudinya sehingga sambungan telepon terhubung.
"Halo, Pa."
"Tidak usah basa-basi. Sekarang juga kamu datang ke kantor papa. Secepatnya!"
***
Di tempat lain Rina sedang menatap Tara dengan tatapan yang sulit dimengerti. Mendengar apa yang dikatakan oleh Tara kepada Alex tadi membuat Rina tidak percaya. Rina sangat mengetahui jika sahabatnya itu sangat mencintai Alex dan sanggup melakukan apapun untuk pria itu tapi karena melihat adegan yang dilakukan oleh Alex di atas panggung merubah segalanya.
"Kamu sudah memikirkan semua keputusan kamu ini dengan matang?" tanya Rina memastikan.
"Aku juga tidak tahu, Rin. Melihat Alex tidak berkata jujur kepadaku membuat kepercayaanku memudar dengan perlahan-lahan. Satu minggu di sini aku tidak bisa menemukan kebaikan apapun dari dia. Apa aku mulai jenuh dengan hubungan ini?"
Rina memeluk Tara dengan mengusap punggung sahabatnya itu dengan lembut, berusaha menenangkan Tara dengan sentuhannya.
"Pikirkan dulu baik-baik, aku yakin semua yang kamu lihat saat di konser tidak seperti yang sedang kamu pikirkan saat ini."
"Aku merasa lelah. Semua sudah aku lakukan untuk dia tetapi dia berkata jujur saja tidak sanggup. Kamu sendiri tahu, aku selalu mengatakan kepada dia semua yang akan aku lakukan. Aku syuting dengan siapa dan adegan yang aku lakukan apa saja, dia mengetahuinya. Tidak ada yang berusaha aku sembunyikan."
Tangis Tara mulai terdengar. Runtuh sudah pertahanan yang dia bangun selama satu minggu ini. Tara sekarang hanya bisa menangis dan meluapkan semua yang dia rasakan saat ini mengenai hubungannya.
"Kamu pikirkan baik-baik dulu. Aku harap semuanya akan kembali membaik dan perpisahan itu tidak akan pernah terjadi."
"Aku sudah berpamitan kepada kedua orang tua Axel."
"Apa? Kamu mengatakan apa kepada kedua orang tua Axel?"
Rina terkejut dengan apa yang sudah dilakukan oleh Tara. Dia tidak menyangka jika di balik sikap tenangnya tersembunyi palung yang cukup dalam dan siap menarik mangsanya masuk.
"Aku mengatakan kalau aku ingin fokus dulu dengan karirku dan tidak ingin terbebani masalah pasangan."
"Mereka menerimanya?"
"Tidak."
Jawaban singkat dari Tara membuat batu yang menimpa dada Rina terasa terangkat tinggi – tinggi.
"Mereke manolak semua alasanku. Mereka malah menetapkan hari pernikahanku jika aku tetap ingin berpisah dengan Axel"
Rina rasanya ingin tertawa mendengar reaksi yang diberikan oleh kedua orang tua Axel. Rina tahu jika Tara adalah calon menantu kesayangan keluarga besar Axel dan sepertinya mereka tidak ada yang rela jika Tara memutuskan hubungannya dengan Axel.
"Calon mertua kamu baik sekali?"
"Baik apanya? Aku jadi tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa berdiam diri di sini tanpa malakukan apapun."
"Bisa. Kamu bisa memiliki kesibukan. Kita bisa melakukan pemotretan di kebun anggur. Pasti hasilnya nanti sangat eksotik."
"Benar juga kata kamu. Kenapa aku tidak memikirkan hal ini ya? Kita masih bisa bekerja meskipun tidak di kota."
"Aku akan memanggil fotografer nanti. Jangan perlihatkan wajah sedih kamu karena aku ingin membuat Axel terpana dan takut akan kehilangan kamu sebagai pasangannya."