Ketika Meera keluar dari toilet, tiba-tiba saja wanita cantik itu berkata sembari merapikan pakaiannya, "Bell, kita ke restoran dulu, yuk! Aku lapar nih."
Sontak saja Bella kaget dan beruntungnya wanita penggoda suaminya itu sudah masuk ke dalam toilet, sehingga Meera tidak melihatnya sama sekali. Andai saja Meera tahu, dia pasti akan menjambak rambutnya dan memaki-maki tanpa ampun.
"Baiklah, hari ini Tuhan masih melindungimu, tapi ... suatu saat nanti, kamu pasti akan mendapatkan balasan dari perbuatanmu. Aku yakin itu! Tuhan tidak tidur, aku pasti akan melihat jalan ceritamu yang akan membuatmu menyesal," kata Bella dalam hatinya.
"Bella!" bentak Meera geram.
Tentu saja Bella kaget kedua kalinya. Ia langsung menghampiri Meera dan berkata dengan sedikit gugup, "A-apa Ra? Ada apa?"
"Ada apa-ada apa! Dari tadi aku bicara, kamu diam saja! Aku seperti bicara sama tembok tahu! Mikirin apa sih?" kata Meera geram.
"Iya, maaf. Sudah lah kamu jangan sewot-sewot gitu, apalagi bentak-bentak ibu hamil, gak baik tahu! Kasian sama bayiku, dia pasti sedih mendengar ibunya dibentak-bentak terus," kata Bella manja.
"Halah alasan! Sudah lah ayo keluar! Bahaya kalau kelamaan berada di toilet, banyak setannya!" kata Meera sembari membawakan barang belanjaannya Bella.
"Yups! Benar sekali. Setan di toilet sangat kuat. Apalgi setan perebut suami orang, pasti hidupnya gak bakalan tenang," teriak Bella dengan tujuan agar ucapannya terdengar oleh Diva yang masih berada di dalam toilet.
"Hahahaha! Kamu ini ada-ada saja," kata Meera sembari melangkahkan kakinya menuju restoran bersama Bella. Dan Bella pun hanya tertawa sinis, karena ia sengaja berkata seperti itu hanya untuk Diva saja.
Selama menuju ke sebuah restoran yang berada di sekitar area Mall, mereka saling melontarkan candaan dan memilih-milih restoran yang cocok, terutama untuk Bella yang sedang hamil. Karena di dalam mall banyak terdapat cafe dan restoran yang cukup banyak peminatnya. Saking banyaknya pengunjung, Bella memilih tempat yang tidak terlalu ramai, dan di situlah ia bertemu dengan sosok yang sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Siapa lagi kalau bukan suami tercintanya. Bella pun memberhentikan langkah kakinya, karena ia tidak ingin suaminya melihat ke arah dirinya.
"Meera!" kata Bella sembari menarik lengan Meera yang masih memegang barang belanjaannya.
"Apa?" kata Meera melirik ke arah Bella. Dan Bella pun tidak berkata apapun lagi, kecuali memberi isyarat kepada Meera, soal apa yang dilihatnya.
Tentu saja, Meera ikutan melihat ke arah yang ditatap Bella. Dan apa yang dilihatnya sungguh membuat wanita cantik itu tercengang. Ditambah lagi dengan kedatangan Diva yang baru saja habis dari toilet. Hal ini membuat keduanya semakin geram melihat kemesraan mereka, yang terang-terangan di depan umum.
"Ternyata benar! Dia bersama wanita itu lagi!" lirih Bella.
"Ya ampun, Bella! Martin benar-benar kurang ajar! Apa kita labrak mereka saja? Aku sudah tidak tahan melihat mereka bermesraan di depan umum terus!" kata Meera yang geramnya sudah di ubun-ubun.
"Tidak!" kata Bella dengan tegas. "Kita tidak perlu melabraknya. Aku mau lihat dulu sampai sejauh mana mereka berani mengumbar kemesraan dibelakang aku. Sekarang aku mau mengambil foto mereka, untuk dijadikan bukti yang kuat, kalau dia selingkuh dengan sekertaris itu. Pasti Martin membela diri, dan tidak mau kalah. Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menderita," kata Bella sembari mengeluarkan ponsel dari tasnya. Dengan sangat cekatan, wanita hamil itu memotret suaminya yang sedang bersama sekertarisnya.
"Ide yang bagus Bella, Martin pasti tidak akan berkutik. Apalagi kalau kamu melaporkan soal ini ke perusahaannya, kalau suamimu itu selingkuh dengan sekertarisnya, pasti mereka berdua dipecat!" ungkap Meera menyengir sinis.
"Hemm ... kita lihat saja nanti!" sambung Bella. "Ayo kita pergi dari sini, bahaya kalau ketahuan sama mereka nanti."
"Ayo!" kata Meera dengan semangatnya. "Eh, tunggu dulu! Kenapa tidak ditelepon dulu aja dia sekarang, siapa tahu suamimu jawab jujur."
"Halah, jujur dari pantatmu!" kata Bella menyunggingkan bibirnya. "Tapi aku coba dulu deh, aku mau tahu reaksinya bagaimana."
Bella segera mengambil ponsel dari tasnya, dan setelah ponselnya terhubung dengan suaminya, Bella iseng-iseng menanyakan apakah ia sedang sibuk atau tidak kepada suaminya. Dan ternyata benar! Suaminya berbohong lagi, padahal kenyataannya dia sedang asyik bergurau dengan wanita yang ia temui di toilet' tadi. Siapa lagi kalau bukan Diva, sekertaris kesayangannya itu.
"Nah, apa aku bilang! Pasti jawabannya sama. Dia bilangnya sedang sibuk! Dan apa kamu tahu, Meera? Aku rasanya sudah tidak bersimpatik lagi sama suamiku, tapi aku mau mencoba bertahan, karena aku memikirkan masa depan anakku, semoga saja setelah anakku lahir, dia sadar diri."
"Yah, semoga saja. Tapi aku tidak yakin, Bell. Semoga saja dia benar-benar tobat kalau apa yang dia lakukan itu salah," kata Meera.
"Yah, semoga saja."
Mereka berdua pun segera meninggalkan tempat itu, dan untungnya Martin tidak melihat akan keberadaan sang istri yang sudah mengetahuinya sedari tadi. Bahkan Martin semakin asyik bercanda ria dengan sekertarisnya itu.
****
Meera dan Bella sudah menemukan tempat tongkrongan yang cocok dan nyaman untuk mereka nikmati bersama. Mereka juga sudah memesan beberapa makanan dan minuman kepada pelayan yang sedang bertugas saat itu. Namun, tiba-tiba saja ponsel Meera berdering keras.
Kring kring kring ...
Suara ponsel Meera berdering terus, sementara ia masih asyik menikmati makanan yang baru saja dipesannya.
"Angkat lah, Ra. Siapa tahu penting," kata Bella yang juga ikutan menikmati makanan khas favorit dari tempat tongkrongan itu.
"Baiklah," jawab Meera singkat.
Dan ternyata yang menelepon Meera adalah kekasih Meera. Yaitu Joseph Park. Meera pun segera menerima panggilan dari Joseph dengan serius. Dan ia juga begitu sumringah dan berbunga-bunga ketika laki-laki yang ia sayangi menghubunginya. Dalam percakapannya itu, Joseph meminta antar kepada Meera, untuk mengantarkan kue ke sebuah tempat yang cukup jauh dari perkotaan. Kue itu pesanan dari pelanggan ibunya Joseph, untuk acara perayaan bayinya yang baru saja lahir.
Meera pun menyetujuinya, karena biar bagaimanapun juga, Joseph adalah kekasihnya yang harus ia bantu juga, apalagi demi menarik simpati calon mertuanya. Ia pun segera memberitahukan kepada Bella untuk segera pergi dari tempat tongkrongan itu. Akan tetapi, Bella malah enggan beranjak dari tempat tongkrongan tersebut.
"Bell, kamu serius gak mau pulang sekarang? Nanti siapa yang akan membawa barang-barang belanjaanmu? Aku mana mungkin tega melihat kamu membawa barang sebanyak itu. Aku antarkan kamu pulang saja deh," kata Meera sedikit memaksa.
"Tidak perlu, Meera! Kamu kalau mau pergi, ya pergi saja, jangan khawatirkan aku. Aku bisa sendiri kok, lagi pula aku masih ingin berada di tempat ini," kata Bella dengan santainya.
"Ya sudah kalau begitu, tapi janji ya, kalau ada apa-apa hubungi aku! Pokoknya wajib kabari ya!" kata Meera dengan tegasnya.
"Siap komandan!"
Meera pun segera meninggalkan Bella yang masih di tempat tongkrongan itu. Dan kini hanyalah Bella seorang diri. Ia benar-benar menikmati dalam kesendiriannya. Juga merenungi nasib yang telah dialami dengan berbagai rintangan bersama sang suami, mulai dari nol, hingga sukses seperti sekarang ini. Namun, pada akhirnya, ia memasrahkan diri kepada Sang Pencipta, agar dirinya segera terbebas dari kata pengkhianatan.
Ketika sedang asyik-asyiknya merenung, tiba-tiba saja Bella melihat sosok orang yang tidak dikenalinya sama sekali. Dia berjalan sempoyongan dan hendak akan terjatuh. Bella pun tidak tinggal diam, ia langsung segera menolong orang itu dengan cekatan. Bella tidak peduli, meski dirinya masih berbadan dua yang penting orangnya harus segera ia selamatkan.
"Anda tidak apa-apa kan, Tuan?"
*
*
*
Bersambung ...