Bella dan Meera sudah berada di klinik khusus kandungan. Setelah menunggu beberapa menit kemudian, akhirnya giliran Bella yang dipanggil oleh asisten dokter, untuk memeriksakan kandungannya. Tidak ada keluhan bagi Bella saat dimintai keterangan oleh dokter. Hanya saja, ia lebih sering buang air kecil dan bolak-balik ke kamar mandi setiap 15 menit.
Dan dokter pun mengatakan, ada kemungkinan bayi sudah mulai mendekati jalan lahir. Apalagi, detak jantung pada janin sangat normal, dan posisi kepala janin juga sudah masuk ke daerah panggul, dan ini menandakan bahwa, bayi siap untuk dilahirkan. Berhubung belum ada tanda-tanda untuk melahirkan, Bella hanya diberi vitamin oleh dokter dan berpesan agar suaminya atau keluarga, tidak jauh-jauh dari dirinya. Karena, kehamilan Bella hanya tinggal menunggu waktu lahirnya saja. Entah besok atau lusa, prediksi dokter pasti selalu tepat.
Setelah selesai memeriksakan kandungannya, Bella dan Meera menuju ke kasir obat, untuk membayar sejumlah uang yang sudah tertera dalam struk yang diberikan oleh dokter. Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya Bella selesai bertransaksi dan langsung menuju pulang ke rumahnya.
"Aduh, maaf ya, Ra. Pasti kamu bete yah, nungguin aku sampai jam segini," kata Bella sembari masuk ke dalam mobil Meera.
"Santai aja kali, Bel. Hidupku gak akan pernah bete, kalau tidak ada handphone!" seru Meera sembari memarkir kan mobilnya.
Ya bagaimana tidak, Meera tidak pernah jauh-jauh sama yang namanya handphone. Meskipun dirinya sudah mempunyai kekasih, tetap saja ia selalu menomorsatukan handphonenya. Karena, gadis cantik yang berambut merah itu, seorang penyuka permainan dari sebuah aplikasi yang sedang booming-booming nya.
Dan yang paling parahnya lagi, kalau kekasihnya datang ke rumah, pasti Meera selalu mengajaknya untuk bermain game. Alhasil, kekasih nya pun jadi ikutan tergila-gila dengan game online itu.
"Ya sudah kalau begitu, makasih ya," kata Bella. "Ngomong-ngomong, gimana kalau kita mampir ke restoran dulu? Kamu belum makan kan? Mumpung waktunya belum terlalu malam, kita makan malam nya di luar saja," kata Bella lagi.
"Tapi ... Nanti suami kamu keburu pulang, gimana?" tanya Meera ragu.
"Tidak apa-apa lah, sekali-kali aku makan diluar, aku butuh refreshing, Ra. Lagi pula, di rumah hanya ada aku dan Bang Martin. Dan dia juga belum tentu pulang jam segini," kata Bella dengan santainya.
"Baiklah kalau begitu. Kamu mau makan di mana? Apa ada referensi buat makan malam yang enak?" kata Meera yang masih fokus menyetir mobilnya.
"Entahlah, bukankah kamu yang segala tahu, tempat-tempat restoran yang sangat populer di kota ini? Aku manut saja sama yang nyetir,"
Meera yang memang sedari tadi belum mengisi sesuatu pada perutnya, mengangguk tanda setuju. Mereka berdua langsung mencari tempat yang nyaman untuk makan malam terlebih dahulu. Setelah mencari di beberapa tempat, akhirnya Meera menemukan tempat yang cocok untuk mereka berdua. Tempat itu yang tak lain adalah restoran yang kemarin malam, Meera dan kekasihnya makan bersama. Dan juga di restoran itulah, Meera melihat Martin dengan wanita gelapnya, sedang makan malam bersama juga.
"Tidak apa-apa kan makan di sini, Bel? Soalnya masakannya lezat banget, aku bahkan sudah berlangganan sejak dua bulan yang lalu bersama Jo," kata Meera sembari memarkirkan mobilnya di tempat parkiran yang sudah tersedia.
"Tidak apa-apa dong! Kamu suka, aku juga pasti suka. Bukankah selera kita sama?" kata Bella sembari membuka pintu mobil milik Meera.
"Hehehe, selera kita memang sama, tapi untuk soal asmara, kayaknya aku lebih pintar dari kamu, Bel!" ledek Meera sembari tertawa kecil.
"Bodoh amat lah, yang penting aku sudah menikah dan sebentar lagi akan punya anak. Daripada kamu, masih main-main terus macam game! Kapan serius nya coba!" tukas Bella sembari menyunggingkan bibirnya.
"Yah mau bagaimana lagi, kalau di buru buru, aku takut ujung-ujungnya bakalan gak benar. Jadi, alangkah baiknya kalau kita main-main aja dulu, untuk soal serius, nanti juga ada waktunya. Santai ajalah bel, jodoh gak bakalan kemana-mana!" kata Meera. "Eh, tuh di sana aja kita duduknya," kata Meera lagi sembari menunjuk ke arah tempat yang kosong. dan seketika itu pula obrolan mereka terhenti.
"Baiklah."
Bella dan Meera langsung menuju ke tempat yang sudah dipilihnya. Tidak lama kemudian, pelayan yang ada di restoran itu menghampiri mereka berdua, untuk mencatat beberapa makanan yang akan mereka pesan. Setelah pelayan itu berlalu, mereka berdua pun melanjutkan obrolannya lagi hingga pelayan itu datang kembali dengan membawa beberapa makanan yang telah dipesannya. Semua makanan telah siap untuk disantap mereka berdua. Namun, tiba-tiba saja Bella ingin buang air kecil terlebih dahulu. Maklum, akhir-akhir ini, Bella lebih sering buang air kecil, karena memang diusia kandungan yang sudah mendekati masa persalinan, pasti bawaannya ingin buang air kecil terus.
"Mau dianterin gak?" kata Meera yang tengah memasukan makanannya ke dalam mulutnya.
"Tidak usah, aku bisa sendiri." Bella langsung beranjak dari tempat duduknya. Ketika melihat perut Bella yang sudah membesar itu, Meera menjadi semakin iba dan ingin mengantarkannya ke toilet. Namun, lagi - lagi Bella menolaknya. Karena ia rasa, hal itu hanyalah hal sepele, dan ia masih bisa sendiri tanpa bantuan orang lain.
Baru juga Bella melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja Meera berteriak tanpa mempedulikan adanya orang-orang disekelilingnya, "Awas loh! Jangan nyalahin aku, kalau bayimu berojolnya di toilet!"
Sejenak Bella berhenti dan membalikan badannya ke arah Meera, "Ish, diam kau! Malu-maluin saja!"
Bella pun melangkahkan kakinya lagi menuju ke sebuah toilet yang tidak jauh dari area tempat makannya. Sementara Meera masih cekikikan, menertawakan Bella yang badannya sudah terlihat tidak berbentuk lagi.
"Haduh, Bella ... Bella! Kamu masih saja polos seperti dulu. Gak pinter-pinter, suami bejad kayak gitu, masih saja dipercaya. Mudah dikibuli pula. Aeh ... kapan kamu peka nya sih? Apa mesti aku kasih tau soal ..."
Ketika sedang asyik-asyiknya bergumam sendiri, tiba-tiba saja Meera melihat sosok orang yang sangat familiar dimatanya. Siapa lagi kalau bukan Martin. Suami Bella yang selalu dibanggakannya. Seperti biasa, Martin tidak sendiri, ia didampingi dengan wanita yang sangat cantik dan elegan. Siapa lagi kalau bukan sekertarisnya yang bernama Diva.
"Ya ampun! Apa-apaan ini? Mereka pasti akan makan malam bersama lagi! Gawat ini! Kalau dibiarkan begini, Bella pasti akan mengetahuinya!" Meera benar-benar sangat kebingungan. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, sementara Martin dan sekertarisnya sudah duduk dan memesan makanan.
"Bella tidak boleh tahu tentang ini, ia pasti syok kalau melihat suaminya sedang makan malam bersama orang lain. Aku tidak boleh membiarkan hal ini terjadi, karena itu dapat membahayakan kandungannya," kata Meera dalam hatinya.
*
*
*
Bersambung ...
Selamat membaca ...
jangan lupa beri Krisan untuk cerita ini
( ˘ ³˘)♥