Aku mulai menyukai hal yang tidak kusuka, karena kamu. Aku menjadi diriku sendiri, karena kamu. Iya, semua karena kamu...
•-----•
- Because of Her -
•-----•
Hari senin, tanggal berapa ya? Ah, tidak perlu tahu. Intinya hari Senin, di sebuah rumah yang letaknya di ujung Komplek Klasik.
Rumah siapa tebak?
Ya, rumah Daniel berserta keluarganya. Pemuda itu terlihat baru bangun tidur karena rambutnya yang acak - acakan seperti sarang burung, di tambah mata sipitnya yang tidak bisa terbuka akibat kotoran mata yang menempel.
Ugh, beruntung dia tampan...
Daniel Dirgantara; seorang mahasiswa yang sedang menjalani masa liburannya.
Ia meregangkan tubuhnya dan membuka laci meja belajar. Ternyata ia mengambil satu bungkus jelly.
Namun, tiba - tiba mata sipitnya langsung terbuka lebar saat menyadari cemilan favoritnya itu hanya tersisa dua bungkus.
"RENJUUUN!" teriak Daniel sambil mencari keberadaan adiknya.
Sang adik langsung berlari ke arah Ibunya yang sedang memasak di dapur untuk membuat sarapan.
"Ma, umpetin Jun dong! Bang Daniel lagi pms, serem," ucap Renjun sambil menarik - narik daster Ibunya.
"Sini masuk panci," sahut Ibunya.
Renjun menepuk dahinya dan berkata, "emang Jun ayam?"
Sang Ibu hanya berdecak pinggang sambil menatap anak bungsunya. "Kamu pasti ngambil cemilan abangmu lagi 'kan? Emang cemilan kamu ke mana? Habis?"
Renjun mengangguk lemah. "Aku abisin dalam semalam Ma. Abisnya aku kasian sama mereka kalau nggak langsung diabisin," jawabnya.
"Maksud kamu gimana Jun?" tanya Ibunya.
Baru saja Renjun ingin menjawab pertanyaan Ibunya, Daniel sudah tiba tepat di belakang adiknya itu. Ia meminta Ibunya untuk diam.
"Ma-"
Daniel langsung memiting Renjun dan menggelitik pinggangnya sampai adiknya itu tertawa terbahak - bahak.
"AMPUUUN BANG! NGGAK LAGI, JANJI!" teriak Renjun sambil menahan tawanya.
Kakaknya itu tidak menanggapi ucapan Renjun yang sudah lemas akibat kegelian. Hingga sang Ibu menegur Daniel.
"Eh udah cukup ih abang, kasian itu adeknya kayak nahan pup," ucap wanita paruh baya itu sambil terkekeh.
"Terus aja Ma nistain anaknya. Udah sih bang jangan digelitikin lagi, lemes nih," ucap Renjun sambil memasang wajah memelas di depan wajah Daniel.
Pria itu melepaskan pitingannya dan berkata, "lagian cemilan abang diabisin."
"Ya ilah bang. Aku cuma ngambil sepuluh bungkus, masih mending aku sisain dua. Baik 'kan aku?" jawabnya sambil menaik - turunkan alisnya.
Sumpah demi apa pun, dalam hati Daniel menghujat adiknya itu. Baik dari mana? "Lah, sepuluh sama dua banyakan mana? Jun kok lo ngeselin sih!" pekiknya.
Sang Ibu hanya menggeleng - gelengkan kepalanya melihat kedua putranya bertengkar setiap pagi. Ia melanjutkan menyiapkan sarapan.
"Tumben bang nggak menghujat? Takut diomelin Mama ya? Ntar nggak dikasih uang jajan buat kuliah," ucap Renjun sambil tertawa.
Baru saja Daniel ingin menjitak kepala Renjun, adiknya itu langsung berteriak mengadu pada Ibunya.
"Mamaaa. Bang Daniel nih mau nyiksa akuuu!" teriaknya.
Ibunya sedang membawa nasi goreng dan ia letakkan di atas meja. "Abaaang, jangan kasarin adeknya. Udah sana mandi, ntar telat sekolahnya."
Otomatis Daniel menghentikan aksinya. Ia menghela napas panjang dan berkata, "dasar tukang ngadu! Awas aja nggak abang anterin sekolah!" Ia pun melangkahkan kakinya menuju kamar.
"Maaa, abang nggak mau nganterin aku sekolah. Gimana dong? Papa kapan pulang sih?" rengek Renjun sambil duduk di kursi - meja makan.
Sang Ibu menuangkan susu ke dalam gelas yang ada di hadapan Renjun "Kamu sih bikin abang marah. Papa pulang lusa mungkin," jawabnya.
Ya, Papa mereka sedang di luar kota karena urusan pekerjaan. Sudah satu minggu Renjun selalu diantar oleh Daniel ke sekolah.
Sebenarnya ada alasan lain kenapa Daniel bersedia mengantar Renjun sekolah. Karena ia ingin menemui guru adiknya itu. Wanita itu sangat manis - menurut Daniel.
"Ih udah sih bang sampe sini aja. Mau ngapain ikut aku ke kelas. Ntar pada jejeritan anak gadis orang bang!" rengek Renjun karena Daniel memaksa untuk mengantarnya sampai depan kelas.
Renjun Dirgantara; murid kelas satu SMA di sekolah ENCITI. Ia memiliki wali kelas yang masih sangat muda. Ya, seusia kakaknya - Daniel.
Sudah seminggu ini, kerap kali kakaknya itu selalu mengantarnya sampai ke depan kelas. Hingga membuat kehebohan karena murid perempuan terpesona dengan ketampanan wajah Daniel. Dan itu merepotkan bagi Renjun karena banyak yang bertanya tentang kakaknya itu padanya.
"Sebagai abang yang baik, ya harus nganter sampe depan kelas," sahut Daniel.
Renjun menggeleng cepat. "Aku nggak mau bang! Titik nggak pake tanda seru."
"Renjuuun! Kakaknya ganteng banget. Boleh kali kenalin ke kita."
"Aduuuh ada cowok ganteng mirip oppa - oppa koriyah."
"Jun, kenalin ke gue dong. Nomor hp deh, ada kan?"
Benar 'kan?
Langsung heboh kalau murid perempuan sudah menyadari kehadirannya - lebih tepatnya kakaknya, Daniel.
Daniel hanya memasang senyum mautnya saat para murid perempuan menyapanya.
"Ya udah, abang titip ini aja deh buat wali kelas kamu," ucap Daniel mengalah. Ia memberikan satu paper bag pada Renjun.
Pemuda itu mengernyit. "Bu Sejeong Permatasari maksud abang?" tanyanya memastikan.
"Iya lah, emang siapa lagi wali kelas lo. Udah ah, abang pergi dulu. Jangan lupa kasihin ya," sahut Daniel sambil masuk ke dalam mobil.
Renjun mengangguk. "Hati - hati bang!" serunya.
Mobil Daniel melaju keluar parkiran sekolah.
"Apaan nih? Buka nggak ya? Jangan deh, kata Mama nggak boleh kepo. Tapi gue penasaran. Gimana dong?" monolognya sambil berjalan ke arah kelas X IPA 2.
"Woy Jun! Apaan tuh?" Tiba-tiba datanglah Jaemin Pratama teman sekelas sekaligus sahabat dari Renjun.
"Kepo lo!" sahutnya sambil melanjutkan langkahnya menuju kelas.
"Sama sih, gue juga hehe," lanjunya sambil menyengir kuda.
"Bodo amat Jun!" seru Jaemin.
Mereka berdua pun sampai di dalam kelas X IPA 2.
Sedang di sisi lain, terlihat seorang wanita -ah bukan, lebih tepatnya seorang gadis yang sedang menggerutu di ruang guru.
"Tau gitu aku 'kan bisa berangkat sendiri. Punya kakak ngeselin banget!" gerutunya.
"Bu Sejeong, ada apa?" tanya salah satu guru yang penasaran setelah melihat gadis itu menekuk wajahnya saat datang.
Ya, gadis itu adalah Sejeong Permatasari. Seorang guru matematika yang merangkap menjadi wali kelas dari X IPA 2.
"Ah, nggak ada apa-apa Bu. Cuma tadi di jalan macet karena telat berangkat," sahut Sejeong ramah.
Guru tersebut hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sekali tanda ia mengerti.
Kriiing! Kriiing!
Seperti biasa, itu pertanda bahwa pelajaran pertama akan segera dimulai. Kebetulan Sejeong mengajar diwaktu itu.
Ia membawa beberapa buku di tangan kirinya dan berkata, "saya duluan ya Bu. Permisi."
"Iya Bu Sejeong silahkan," sahut guru tersebut.
Di kelas X IPA 2.
"Eh Jun, coba dibuka itu isinya apa?" tanya Jaemin yang masih penasaran.
Renjun mengintip isi paper bag. "Lihat sedikit aja nggak apa-apa 'kan ya?"
"Selamat pagi semuanya," sapa Sejeong pada murid-murid di kelas tersebut.
Alhasil Renjun dan Jaemin tidak sempat melihat isi paper bag tersebut.
"Pagi Bu Sejeong," sahut mereka -murid-murid.
Renjun berdiri dari tempat duduknya sambil membawa titipan kakaknya itu. Lalu ia menghampiri Sejeong; sedang meletakkan buku-buku yang ia bawa.
"Bu, ini dari kakak saya," ucap Renjun.
"Eung? Maksudnya?"
"Nggak tahu Bu, udah terima aja ya. Ini Bu," sahut Renjun sambil meletakkan paper bag di atas meja.
"Renjun Dirgantara, temui Ibu setelah jam pelajaran selesai," ucapnya.
Sontak hal tersebut membuat seluruh penghuni kelas itu heboh karena salah paham.
"Cieee Juun."
"Buat aku mana Jun?"
Tuh 'kan! Abang sih bikin aku malu aja ih! batin Renjun sambil menahan malu.
Belum lagi sahabatnya -Jaemin, mengejeknya juga.