webnovel

Beautiful

Hidup tak akan berhenti meski kita ingin berhenti. Hidup tak akan berbaik hati kepada kita yang tak mau terluka. Hidup yang sebenarnya membuat kita merasakan apa itu kesedihan dan apa itu kebahagiaan. Barulah dikatakan hidup jika kita merasakan semua perasaan-perasaan itu. Jangan hanya tersakiti sekali membuatmu menyerah, jangan sampai menyesal pada akhirnya. Dengan merasakan berbagai perasaan itu membuatmu merasakan keindahan hidup yang sebenarnya. Sungguh tak ada keindahan yang lebih baik lagi daripada hidup ini. Seperti kisah Narendra Bagas Permana. Seseorang yang tampan, kaya raya, terlebih dia adalah seorang dokter spesialis. Siapa wanita yang bisa menolak pria seperti itu. Bisa dikatakan deskripsi laki-laki itu sangat sempurna tanpa celah. Parasnya yang rupawan membuat para wanita tergila-gila padanya. Tetapi, semenjak Narendra merasakan apa itu terluka, dia tak pernah merasakan lagi yang nama jatuh cinta. Dia menutup hatinya rapat-rapat karena dia tak ingin terluka untuk kedua kalinya. Mungkin sebagian orang mengatakan dia terlalu pengecut namun jangan hanya mencela jika tak pernah merasakan sendiri apa itu terluka. Dia berubah menjadi sosok yang dingin kepada semua orang tapi siapa yang tahu dibalik sikap dinginnya dia menyimpan luka yang cukup dalam. Tetapi setelah dia bertemu dengan sosok cantik itu perlahan sikap dinginnya mulai mencair. Dia kembali merasakan perasaan-perasaan aneh yang membuatnya bingung. Perasaan-perasaan yang sudah lama tak ia rasakan. Apakah dia kembali merasakan indahnya hidup. Semoga saja, dia bisa merasakan keindahan dalam hidup ini.

Indah_Sari_2781 · 现代言情
分數不夠
9 Chs

Tidak Salah Bukan?

Hatiku memang tak bisa berbohong, aku cemburu melihat gadis yang kucintai dekat dengan pria lain. Meski begitu aku tak bisa apa-apa karena kami masih sebatas sahabat.

Reyhan Nugraha

Nay tersadar dari pingsannya di tengah malam. Hal yang dia rasakan saat ini adalah tenggorokannya begitu kering. Nay berusaha untuk bangun, setelah bangun Nay terkejut melihat atasannya tengah tertidur di kursi sebelah ranjangnya.

"Apa aku pingsan lagi?" Monolog Nay.

Nay beranjak turun untuk mengambil air minum tetapi tindakannya itu membuat atasannya terbangun.

"Sudah bangun?"

Nay mengangguk.

"Kamu butuh sesuatu?"

"Saya mau mengambil minum dok,"

Rendra tak menanggapi ucapan Nay tetapi dia beranjak menuju meja dan menuangkan air ke gelas. Rendra kembali menghampiri Nay dan memberikan segelas air yang dia bawa. Nay menerima dan mengucapkan terima kasih.

"Kamu lapar?"

"Sedikit dok," jawab Nay malu.

"Istirahatlah, aku akan membelikanmu bubur!"

Nay mencegah Rendra karena tak mungkin ada yang menjual bubur di jam sekarang ini. Terlebih dia tak ingin merepotkan atasannya itu. Tetapi Rendra bersikeras jadi Nay hanya bisa menuruti perkataan Rendra. Setelah kepergian Rendra, tak lama Reyhan datang menemui Nay. Dia juga mengkhawatirkan keadaan Nay. Wajah Reyhan terlihat lelah jadi Nay menyusuh Reyhan beristirahat saja ketika Reyhan berkata akan menjaganya.

"Rey, istirahat saja aku tahu kamu lelah! Aku mohon!"

Reyhan memang selalu tak bisa jika tak mendengarkan Nay. Apalagi mendengar Nay sampai memohon padanya, dia tak sanggup menolak. Nay merasa lega karena Reyhan menuruti perkataannya, dia tahu sahabatnya itu memang sangat baik dan peduli padanya. Tetapi, Nay juga tak mau melihat sahabatnya itu terlalu mengkhawatirkannya sampai tak memedulikan kesehatannya sendiri.

"Baiklah, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku ya Nay!"

"Iya, pasti."

"Aku pergi, Nay." ujar Rey sambil mengusap kepala Nay.

Nay mengangguk, dia kembali tertidur tak lama setelah kepergian Reyhan.

***

Rendra menyusuri jalan dan menghampiri beberapa kedai yang masih buka, tetapi tak ada satu pun yang masih memiliki bubur. Dia bingung, lalu dia memutuskan untuk ke rumahnya. Sekarang pukul 01.00, dia terpaksa pulang supaya ibunya dapat membuatkan bubur untuk Nay. Meski agak jauh Rendra tak ada pilihan lain. Sesampainya di rumah, Ibunya membukakan pintu dengan raut kaget melihat putranya pulang di jam sekarang ini.

"Bu, bisa bantu aku?" ujar Rendra saat telah masuk ke dalam rumah.

"Ada apa nak?"

"Bisa buatkan bubur?"

"Sekarang? Memangnya buat apa?"

"Buat temanku bu, aku sudah mencari banyak toko bubur tapi semuanya habis dan tutup."

Ibunya merasa heran dengan putranya ini, dia rela pulang demi bubur pada jam segini. Apakah temannya itu begitu penting sampai dia melakukan hal semacam ini, sangat tidak masuk akal. Meski demikian ibunya tetap membuatkan bubur permintaan putranya itu. Tak lama buburnya matang, ibunya menata di kotak makan khusus bubur supaya tetap hangat.

"Makasih bu, aku sayang ibu." Ujar Rendra sambil memeluk ibunya. Setelahnya Rendra pamit dan bergegas kembali ke rumah sakit.

***

Rumah sakit.

Rendra segera menuju ruangan Nay, dia membuka pintu perlahan supaya tak mengejutkan Nay. Ternyata gadis itu terlelap, perlahan Rendra membangunkan Nay. Nay membuka mata lalu duduk bersandar di kepala ranjang.

"Dokter sudah kembali? Maaf sudah merepotkan Anda dok,"

"Tidak apa-apa,"

Rendra membuka kotak makan yang dia bawa lalu memberikannya pada Nay.

"Dari mana dokter dapat bubur di jam segini, saya sangat tak enak hati dok. Seharusnya Anda tak perlu seperti ini."

"Sudah jangan dipikirkan, habiskan saja buburnya!"

Nay perlahan menghabiskan buburnya, Nay sangat penasaran karena bubur ini rasanya seperti masakan rumah dan tak sama dengan yang dibeli di kedai.

"Sangat enak, Anda beli di mana dok? Ini akan jadi bubur favorit saya." Ujar Nay tersenyum.

"Ini ibu saya yang buatkan,"

Nay terdiam mendengar jawaban Rendra, jadi bubur ini buatan ibu Dokter Rendra. Nay semakin tak enak hati karena banyak merepotkan orang lain. Tanpa sadar Nay menangis, dia sangat terharu. Melihat Nay menangis Rendra justru bingung.

"Kenapa?"

"Ibu Anda baik sekali, bagaimana bisa beliau memasak di jam seperti sekarang. Saya sungguh merepotkan banyak orang."

Rendra hanya diam menyimak semua perkataan Nay.

"Tolong sampaikan rasa terima kasih saya kepada beliau dok!"

"Pasti."

Setelah mengutarakan perasaannya dia merasa lega. Setelahnya hanya keterdiaman yang menyelimuti mereka berdua.

"Dokter sebaiknya beristirahat, saya tak apa sendiri di sini."

"Tidurlah, saya akan tidur di sofa."

Setelah berkata demikian, Rendra beranjak menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Dia menutup matanya dan berusaha untuk tidur tetapi dia sama sekali tak bisa tidur. Dilihatnya Nay telah kembali tidur, melihat wajah Nay yang begitu damai membuat Rendra tersenyum. Bahkan tak lama dia juga berhasil tidur. Wajah itu membuat hatinya terasa damai.

Pukul 05.00 pagi Rendra terbangun, dia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan mencari Nay. Tetapi dia tak menemukannya jadi Rendra keluar ruangan mencari Nay. Dia menyusuri koridor dan menemukan Nay sedang berjalan bersama Reyhan. Ternyata mereka berdua baru kembali dari musala, jadi Rendra juga baru mengingat kalau dia belum salat.

"Terima kasih telah menjaga Nay dok, saya sangat berterima kasih."

"Tak perlu, ya sudah saya ke musala dulu."

Rendra meninggalkan mereka berdua menuju musala. Setelah itu, Rendra kembali ke ruangannya untuk mengambil barangnya lalu pulang ke apartemennya untuk membersihkan diri. Tak disangka dia kembali bertemu dengan Reyhan dan Nay.

"Mau pulang?"

"Iya dok, dokter juga?"

"Iya, hati-hati salam buat ayah!"

"Iya dok, salam buat ibu juga."

Setelahnya Rendra menuju parkiran dan meninggalkan rumah sakit. Sedangkan Nay menunggu Reyhan mengambil mobil. Tak lama Reyhan datang, Nay segera masuk ke mobil lalu Reyhan menjalankan mobil menuju rumah Nay. Sebenarnya Reyhan sedikit cemburu menyaksikan kedekatan Nay dan Rendra tadi, bahkan obrolan mereka menyangkut ayah Nay dan Ibu Rendra. Apa mereka sedekat itu, itu membuat mood Reyhan memburuk.

Tak lama mereka sampai di rumah Nay, Reyhan ikut turun untuk menyapa ayah Nay. Reyhan cukup lama ngobrol dengan ayah Nay baru kemudian dia pamit pulang.