webnovel

Teka-teki Terakhir

BAB 25

Tanah Deli, awal Maret 1934

Kremasi baru saja selesai. Nyonya Gladys mempekerjakan seorang pramusiwi di sampingnya karena dia harus menjaga dua bayi sekaligus – Xavier dan Xavion… Pramusiwi mengikutinya ke mana-mana sambil membantunya menggendong dan menimang salah satu dari kedua bayi tersebut.

Bu Eugine Nerissa menghapus peluh dan menyeka ekor matanya. Dia terlihat menghampiri Nyonya Gladys.

"Bisa aku bantu kau merawat kedua bayi itu? Bagaimanapun juga, ayah mereka adalah sahabat dari ayah Xalvador. Seharusnya ketika dewasa nanti, mereka juga bisa bersahabat akrab seperti ketiga ayah mereka. Iya nggak?" Bu Eugine Nerissa masih berkali-kali menyeka ekor matanya. Dia tak kuasa menahan tangis dan kesedihan yang membelenggu hati.

"Terima kasih, Bu Eugine… Aku sangat berterima kasih apabila kau mau bergantian denganku menjaga dan merawat kedua anak ini. Sesekali aku juga bisa bantu kau menjaga dan merawat cucumu itu, Bu Eugine. Bagaimanapun juga, mereka adalah anak dari Kenny, Boy dan Jacky. Ketiganya bersahabat akrab semasa hidup dan aku sudah menganggap ketiga-tiganya adalah anakku sendiri. Kini aku juga menganggap ketiga bayi ini adalah cucu lelakiku. Kau juga sama kan, Bu Eugine?" Masih tampak sesekali Nyonya Gladys tak kuasa menahan tangis dan kesedihan yang berselarak di padang sanubari hati.

Bu Eugine Nerissa mengangguk mantap. Tampak Xalvador yang berada dalam pelukannya mulai menangis. Xavier yang ada dalam pelukan Nyonya Gladys juga ikut-ikutan menangis. Xavion yang ada dalam pelukan si pramusiwi juga ikut-ikutan menangis.

"Mereka menangis pada saat yang bersamaan… Mungkin mereka tahu kedua orang tua mereka sudah tidak ada lagi di dunia ini. Mungkin saja mereka tahu mereka takkan bisa bertemu dengan kedua orang tua mereka lagi selamanya…" Bu Eugine Nerissa meneteskan beberapa butir air mata lagi.

Pak Dennis tampak menyibukkan dirinya menerima ucapan belasungkawa dari relasi-relasi bisnis, pelanggan tetap, dan dari beberapa supplier-nya. Dia sibuk menerima jabat tangan dari sesama pebisnis dan orang-orang yang terjun ke dalam bisnis yang sama. Seorang anak buah menghampirinya dan membisikkan sesuatu. Pak Dennis hanya mangut-mangut dan balas membisikkan beberapa kata kepada si anak buah. Si anak buah tampak berlalu kemudian.

Bu Eugine Nerissa, masih sambil menggendong Xalvador Wangdinata, tampak menghampiri suaminya.

"Bagaimana, Den? Apakah mereka berhasil menemukan jenazah Kenny, Boy dan Jacky?" tanya Bu Eugine Nerissa masih dengan beberapa isakan tangisnya.

Pak Dennis menggeleng pasrah. "Belum… Sangat misterius alias membingungkan sekali. Semua jenazah ada di tempat, kecuali jenazah mereka bertiga. Apa sebenarnya yang terjadi di sini?"

Bu Eugine Nerissa tidak menanggapi kebingungan suaminya lagi. Dia sendiri juga merasa bingung, pusing, sedih, sedu, sedan, dan tidak tahu lagi apa-apa saja yang dirasakannya. Segala macam perasaan berkecamuk dan bercampur baur dalam padang sanubarinya. Dia kembali menimang-nimang Xalvador dan menenangkan anak itu supaya tidak menangis lagi.

"Kau sudah beritahu Bu Gladys itu bahwasanya kita juga akan menanggung sebagian biaya hidup Xavier dan Xavion?" tanya sang suami.

"Sudah kuberitahu dia… Bu Gladys juga bilang ketika kita berdua sibuk dan tak ada waktu menjaga Xalvador, dia juga akan bantu kita merawat dan menjaga Xalvador. Kita akan bergantian menjaga dan merawat Xalvador, Xavier dan Xavion, Den."

Pak Dennis mangut-mangut mendengarkan penuturan istrinya.

"Apakah orang-orang Belanda sana ada balik menuntut kita karena Dedrick de Groot juga tewas di tangan tiga sahabat The Amazing Boys, Den?" tanya Bu Eugine Nerissa sedikit cemas.

"Tidak sama sekali… Hari ini mereka juga memakamkan Dedrick de Groot. Begitu juga dengan keluarga Liandy dan Wiranata. Sama sekali tidak ada yang berani menuntut kita. Ingat… Kita juga kehilangan Kenny, Boy dan Jacky… Jika mereka berani mengajukan tuntutan di pengadilan, aku juga akan mengajukan tuntutan di pengadilan atas tewasnya dan menghilangnya jenazah ketiga sahabat The Amazing Boys yang masih menjadi misteri sampai sekarang. Sama-sama rugi, toh untuk apa mereka menuntut kita lagi? Mereka juga pasti bisa berpikir seperti itu, Eugine."

Bu Eugine Nerissa kembali menganggukkan kepalanya. Xalvador sudah mulai agak tenang. Bu Eugine Nerissa masih menimang-nimang dan menenangkan anak itu.

Sama halnya dengan Bu Eugine Nerissa, Nyonya Gladys juga tampak menenangkan Xavier dan si pramusiwi juga tampak sedang menenangkan Xavion yang ada dalam pelukannya.

Semuanya mendapat hukuman masing-masing. Tidak ada yang bisa luput dari hukuman. Masing-masing mendapatkan kesedihan dan penderitaan sendiri-sendiri.

Api masih terus membakar tiga jenazah istri tiga sahabat The Amazing Boys. Asap hitam terus mengepul-ngepul ke angkasa raya, di bawah teriknya sinar matahari pada siang hari itu. Tampak beberapa petugas krematorium terus menambahkan kayu-kayu bakar berukuran besar ke dalam tungku pembakaran.

Semuanya lenyap tertelan ke dalam kobaran si jago merah. Semua sakit hati, kebencian, kekecewaan, dan segala air mata di masa lalu sudah dibawa pergi oleh kobaran si jago merah…

Sedih dan gulana masih bergelitar di kuncup batin orang-orang yang berkumpul di krematorium tersebut siang hari ini.

***

Medan, 3 Juni 2018

Hari Minggu ini Angela, Felisha dan Carvany sama-sama berkumpul di sebuah kafe di Sun Plaza untuk saling tukar cerita tentang apa yang mereka lihat dalam mimpi kehidupan lampau mereka.

"Sungguh aku tidak bisa mempercayainya sampai sekarang…" Carvany menepuk ringan jidatnya. "Aku mulai khawatir dengan Jacky yang sampai sekarang tidak muncul-muncul di depanku. Apakah mereka benar-benar akan kembali ke taman surgawi di atas sana sebagai penerus kerajaan Maha Dewa dan Maha Dewi?"

"Jangan keras-keras… Jika ada yang mendengar pembicaraan kita, kita akan dianggap orang gila…" kata Angela sedikit mengecilkan volume suaranya. Dia sendiri juga merasa agak gelisah karena sejak tadi pagi Kenny Herry belum muncul-muncul.

Felisha juga merasa begitu gelisah. Dia sendiri juga merasa deg-degan karena dari kemarin malam sampai dengan detik ini, Boy belum menampakkan diri.

"Bagaimana jika Dewa 5 Unsur menyuruh mereka bertiga balik ke kerajaan surgawi? Bagaimana kalau ternyata mereka dipaksa untuk kembali ke kerajaan surgawi? Bagaimana kalau ternyata mereka dipaksa untuk meninggalkan kita?" Felisha tampak begitu cemas nan khawatir.

"Aku yakin mereka takkan mengiyakan permintaan itu apalagi jika itu adalah sebuah paksaan, Fel. Mereka telah melangkah sejauh ini bersama-sama dengan kita. Mereka takkan mungkin kembali ke titik nol hanya karena bujuk rayu atau paksaan dari Dewa 5 Unsur." Angela berusaha berpikir optimis di tengah-tengah kegugupan dan kekhawatirannya.

"Iya… Aku juga merasa itu tidak mungkin, Fel… Mereka bahkan tidak mendengarkan apa kata Maha Dewa dan Maha Dewi dan lebih memilih untuk terlahir sebagai manusia bersama-sama dengan kita. Aku rasa tidak mungkin mereka bisa mau kembali lagi ke kerajaan surgawi hanya gara-gara permintaan, apalagi paksaan dari Dewa 5 Unsur." Carvany juga menepis jauh-jauh pikiran negatifnya.

"Sampai kapan Boy mau membiarkan aku menunggu dalam ketidakpastian ini? Sampai kapan, Gel, Carvany? Kurasa lama-lama aku bisa mati karena tersiksa dalam kekhawatiranku sendiri nih…" Felisha benar-benar terlihat gelisah.

Mendadak saja terdengar sebuah suara dari belakang mereka.

"Ini Felisha bukan?" Xavi Ximena menghampiri meja tempat ketiga wanita muda itu duduk.

Angela hanya tersenyum dan ia sedikit menundukkan kepala ketika ia melihat kehadiran Gabriel Andreas dan Xava Ximela di belakang Xavi Ximena dan Wilsen Yono. Mata Carvany sedikit membesar ketika ia melihat kehadiran Wilsen Yono. Ia ingin memberi isyarat mata kepada Wilsen Yono untuk tidak membocorkan identitasnya terlebih dahulu karena ia belum sempat menceritakan peristiwa tempo hari kepada Angela, Felisha, Kenny dan Boy. Akan tetapi, dengan muka setengah cengengesan, Wilsen Yono sudah menarik kursi dan duduk di sampingnya.

"Nenek Buyut sedang keluar makan siang dengan teman-teman nih?" tanya Wilsen Yono secara spontan. Semua pasang mata kini mengarah ke Wilsen Yono. Carvany hanya bisa menepuk jidatnya dan menutupi kedua matanya.

"Nenek Buyut? Apa maksudmu, Sen? Ini temannya Felisha. Ia seumuran dengan kita. Bagaimana mungkin ia adalah nenek buyutmu? Kau ini apa-apaan sih?" Xavi Ximena tampak sedikit tersenyum geli.

Wilsen Yono akhirnya menyadari kekeliruannya. Ia hanya tersenyum cengengesan di depan semua orang yang kini menatapnya menantikan jawabannya. Carvany membuka matanya dan mengangkat kepalanya lagi. Ia jadi merasa sedikit kikuk dan tidak tahu apa yang mesti ia perbuat.

"Ada apa ini?" tanya Xava Ximela sedikit mengerutkan dahinya.

"Nenek Buyut, Sen?" Gabriel Andreas juga tampak sedikit mengerutkan dahinya. "Raut wajah Angela ini juga sangat familiar ketika aku pertama kali aku bertemu dengannya. Ketika sekarang kau sudah ngomong soal nenek buyutmu segala, aku jadi merasa… merasa… merasa…"

Seketika raut wajah Gabriel Andreas berubah menjadi girang dan terlihat seolah-olah ia baru saja mendapat durian runtuh. "Ahah…! Xava! Va! Va! Aku ingat sekarang… Wajah Angela dan kekasihnya yang pernah kita temui tempo hari sama persis dengan wajah kakek nenek buyutku yang foto pernikahannya terpasang di rumah Kakek loh… Kau ingat sekarang…?"

Xava Ximela menepuk jidatnya juga, "Oh iya… Baju China model klasik dalam warna biru… Benar… Benar… Tidak salah lagi… Memang kekasihmu itu waktu menjemputmu dari kantor mengenakan baju warna biru kan, Gel? Kau dan kekasihmu itu sangat mirip dengan kakek nenek buyut Gabriel loh, Gel… Dipikir-pikir tidak dapat, akhirnya aku baru ingat hari ini. Astaganaga…!"

Angela serasa terjengat di kursinya. "Hah…? Mirip dengan kakek nenek buyut Gabriel?"

Angela dan Felisha saling berpandangan sesaat seraya mengerutkan dahi mereka dalam-dalam. Tampak Carvany dan Wilsen Yono juga saling berpandangan sesaat. Carvany hanya bisa menutupi kembali kedua matanya. Wilsen Yono hanya tersenyum-senyum sendiri penuh arti. Ia membiarkan beberapa orang ini menebak-nebak dulu selama beberapa saat apa sesungguhnya yang telah terjadi.

"Ada apa ini? Kita ke mall mau jalan-jalan dan cari tempat makan yang enak loh… Kok jadinya kalian malah buka rapat di sini?" terdengar sebuah suara laki-laki muda dari belakang mereka.

Angela, Felisha dan Carvany berpaling dan mendapati seraut wajah asing yang tidak mereka kenal sebelumnya.

"Tidak loh, Ton… Ini ketemu dengan tiga teman baru kami. Ini salah satu dari mereka bertiga, si Angela ini, katanya mirip banget dengan kakek dan nenek buyutnya si Gabriel loh…" kata Xavi Ximena sedikit menjelaskan duduk perkaranya kepada si saudara sepupu yang baru saja bergabung dengan mereka.

"Baru habis dari toilet saja sudah ada kabar terbaru yang mengejutkan ya…" si laki-laki muda tampak tertawa nyaring.

"Dan si Wilsen itu juga bilang Carvany ini adalah nenek buyutnya…" sahut Xava Ximela menunjuk ke Wilsen Yono yang sedari tadi hanya mengulum senyumannya yang penuh arti.

"Anton… Coba lihat si Felisha yang duduk di tengah ini… Apakah… Apakah wajahnya mengingatkanmu pada seseorang?" tanya Wilsen Yono mendadak menunjuk ke Felisha. Tentu saja Felisha tampak terjengat di tempatnya karena ditunjuk secara tiba-tiba oleh Wilsen Yono.

Anton Ximenes menatap wajah Felisha sejenak. Ia terperanjat bukan main dan mundur selangkah. Meski dalam dandanan dan gaya rambut yang berbeda, ia tetap bisa mengenali wajah itu karena dulu ia sering bermain-main ke rumah kakek neneknya dan ada foto pernikahan kakek nenek buyutnya di rumah itu.

"Jangan bilang aku juga mirip dengan nenek buyutmu…" Felisha terlihat menahan napas selama beberapa detik.

"Nenek Buyut…" terdengar Anton Ximenes bergumam ringan tapi cukup jelas untuk didengar oleh semuanya.

Kini semuanya terhenyak di tempat, kecuali Wilsen Yono dan Carvany. Carvany menatap cicitnya sekali lagi. Tampak sang cicit hanya mengulum senyumannya dengan penuh arti.

"Kenapa kau malah tersenyum, Sen? Jadi Felisha ini adalah nenek buyutku…? Bagaimana mungkin…? Bagaimana mungkin…? Nenek Buyut sudah lama meninggal. Nenek Buyut meninggal dalam usia muda kalau aku tidak salah. Iya kan, Ton?" Dahi Xavi Ximena tampak berkerut dalam.

"Iya… Kakek dan Nenek Buyut meninggal dalam usia muda karena terlibat dalam pertikaian sosial dengan orang-orang Belanda zaman dulu. Kakek Buyut dulu adalah pejuang kemerdekaan juga, Vi. Kakek buyut kita, kakek buyut Gabriel dan kakek buyut Wilsen adalah tiga pejuang kemerdekaan, meski nama mereka tidak pernah masuk dalam sejarah karena sejarah tidak pernah mengetahui dan mencatat nama-nama mereka. Begitulah… Tapi, sekarang jika aku melihat Nenek Buyut lagi dalam keadaan sehat walafiat seperti ini, rasa-rasanya aku… aku… aku tidak bisa mempercayainya…"

Angela dan Felisha masih terlihat tidak bisa bicara apa-apa. Mereka masih tampak berusaha menetralisir jiwa mereka yang sempat berguncang tadi.

Jadi apa yang aku santai bicarakan dengan Kenny hari itu, kini menjadi kenyataan. Mendadak ada Gabriel Andreas yang memanggilku dengan sebutan 'Nenek Buyut'… Angela sedikit menghela napas panjang.

Membingungkan… Sungguh rasanya sangat aneh nan tidak terjelaskan… Menjadi sedikit kikuk dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Felisha Aurelia membatin dalam hatinya. Entah bagaimana reaksi Boy begitu ia mendengar cicit-cicitnya ini memanggilnya dengan 'Kakek Buyut'…

"Ada apa ini sebenarnya, Sen? Kau tahu sesuatu kan?" Gabriel Andreas menunjuk ke Wilsen Yono yang masih mengulum senyumannya.

"Sebenarnya aku dan Jacky sudah memberitahukan hal ini kepada Wilsen tempo hari, Gel, Fel… Hanya saja, sampai detik ini aku tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan kejutan ini kepada kalian. Memang mereka-mereka ini adalah keturunan-keturunan Kenny, Boy, dan Jacky di masa sekarang. Mereka sudah termasuk generasi yang keempat di bawah kita alias cicit kita…" bisik Carvany merasa sedikit tidak enak hati.

Angela dan Felisha hanya bisa duduk diam tertegun mendengarkan pernyataan Carvany yang berterus-terang dan jujur apa adanya.

"Iya… Memang aku sudah mengetahui segalanya dan aku sudah membuktikannya. Hari ini, akhirnya aku berkesempatan menceritakannya pada kalian semuanya. Sebenarnya dalam beberapa hari ini aku sudah terus merencanakan mempertemukan kalian semuanya dengan kakek nenek buyut kita di suatu tempat. Tidak kusangka-sangka pertemuan hari ini datang dengan sendirinya tanpa perlu kurencanakan." Masih tampak raut wajah Wilsen Yono yang setengah cengengesan.

"Oke… Sudah bisa dimulai, Sen?" Xavi Ximena tampak sudah tidak sabar.

Wilsen Yono menoleh ke kiri dan ke kanan. Karena keadaan kafe sudah tidak begitu banyak orang, akhirnya ia mulai mengangkat suaranya lagi.

"Sebelumnya aku perkenalkan dulu tiga nenek buyut kita ya…"

"Sudah kenal…" kata Xavi Ximena.

"Yang kautahu hanyalah nama-nama mereka di kehidupan yang sekarang, Vi. Kau kan tidak tahu nama-nama mereka di kehidupan yang lampau." Terlihat lagi wajah Wilsen Yono setengah cengengesan ketika tampak raut wajah Xavi Ximena yang terperanjat kaget dengan pernyataan Wilsen Yono.

"Tidak… Kau pasti sedang bercanda denganku, Sen… Kelahiran lampau… Sejauh ini aku tidak pernah percaya dengan apa yang namanya reinkarnasi," kata Xavi Ximena seraya mengipas-ngipasi dirinya padahal AC dalam kafe tersebut cukup dingin.

"Sekarang kau akan percaya dengan fakta reinkarnasi itu, Vi… Buktinya adalah kemiripan wajah ini yang tidak terbantahkan bukan? Dan ada satu bukti lagi yang juga tidak terbantahkan… Mereka juga mengingat nama-nama mereka di kehidupan lampau. Oke… Mulai dari Nenek Buyut dulu…"

"Ivana Pangdani…"

Wilsen Yono menunjuk ke Felisha Aurelia. Felisha Aurelia menjawab ringan, "Valencia Fang…" Tentu saja Xavi Ximena, Xava Ximela, dan Anton Ximenes tercengang di tempat duduk masing-masing.

Kini Wilsen Yono menunjuk ke Angela. Angela juga menjawab ringan, "Belinda Yapardi…" Tentu saja, Gabriel Andreas terperanjat kaget mendengar nama itu.

"Oke… Bagaimana…? Aku sudah memberikan dua bukti bahwasanya mereka adalah nenek-nenek buyut kita di kehidupan lampau mereka. Sebenarnya masih ada satu bukti lagi, yaitu kalian bisa langsung membandingkan wajah mereka yang sekarang dengan foto pernikahan yang tergantung di dinding rumah kakek dan nenek kita. Sama persis… Sayang kakek-kakek buyut kita tidak langsung hadir di sini, jadi kita bisa melihat foto pernikahan mereka secara langsung dan membandingkannya dengan wajah-wajah mereka yang sekarang. Oke… Masih adakah pertanyaan atau keraguan yang lain…?" Wilsen Yono sedikit tersenyum puas karena menjadi orang pertama yang mengetahui fakta tentang kakek dan nenek buyutnya.

"Jadi… Jadi, Nenek Buyut hidup dengan membawa ingatan dari kehidupan lampau? Bukankah itu sangat mengerikan kita bisa mengingat bagaimana kita bisa meninggal di kehidupan lampau kita?" Xava Ximela sedikit bergidik dengan pembayangan tersebut.

Angela, Felisha Aurelia dan Carvany saling berpandangan sesaat. Ketiganya tampak tersenyum simpul sesaat.

"Tidak begitu juga sih… Kan ada kenangan yang manis dan kenangan yang indah juga… Tidak di setiap kehidupan itu, hanya kematian dan kenangan buruk yang diingat," ujar Felisha Aurelia.

"Dan dengan bisa mengingat kehidupan lampau, kami juga bisa belajar lebih memahami dan mengenal siapa kami yang sebenarnya," sahut Angela menimpali.

"Dan kami juga tahu apa tujuan kami dalam kehidupan ini," sahut Carvany.

"Jadi tujuan Nenek Buyut adalah bisa bertemu dengan Kakek Buyut lagi dan meneruskan hubungan kalian yang sempat tertunda di kehidupan lampau?" tanya Anton Ximenes kepada Felisha Aurelia.

Felisha Aurelia tampak sedikit tersipu malu. "Begitulah, Anton…"

"Wah… Romantis sekali… Baru pertama kali ini aku melihat adanya cinta sejati yang bisa menembus dunia kehidupan dan kematian. Biasanya kan hanya ada di film-film," Xavi Ximena memegangi kedua belahan pipinya sendiri.

"Dan ketiga kakek buyut kita sama sekali tidak mengalami penuaan. Tubuh mereka karena satu dan lain alasan tidak mengalami penuaan dan kematian. Sampai sekarang, kakek buyutku tetaplah Jacky Fernandi Yiandra, kakek buyut Gabriel tetaplah Kenny Herry Yanto Wangdinata, dan kakek buyut Xavi, Xava, dan Anton tetaplah Boy Eddy Wangsa. Benar kan, Nenek Buyut?" pertanyaan Wilsen Yono ditujukan kepada Carvany.

Carvany hanya mengangguk sembari sedikit tersipu malu.

Cicit-cicit yang lain sedikit terperanjat kaget mendengar kabar itu.

"Benarkah itu…? Itu sangat mustahil… Maksudmu, ketiga kakek buyut kita bisa hidup abadi? Mereka sama sekali tidak mengalami penuaan dan kematian? Yang benar saja…" Anton Ximenes menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal.

"Tunggu sampai kau bertemu dengan ketiga kakek buyut kita deh..." kata Wilsen Yono sedikit terkekeh-kekeh.

"Iya… Memang benar… Tubuh ketiga kakek buyut kalian sama sekali tidak mengalami penuaan dan kematian," tukas Felisha Aurelia membenarkan.

"Ada banyak fenomena yang masih belum diketahui oleh kita umat manusia bukan? Termasuk juga tentang reinkarnasi yang kita bahas tadi, yang sampai sekarang masih menuai banyak pro dan kontra. Ilmu pengetahuan masih terus meneliti hal-hal yang sampai sekarang masih belum diketahui oleh umat manusia. Jadi, ada banyak hal di luar nalar kita yang bisa saja terjadi di dunia ini." Carvany memberikan sedikit teori supaya fenomena aneh yang terjadi pada tubuh tiga sahabat The Amazing Boys bisa dimengerti oleh cicit-cicit mereka.

"Keren kali ya tubuh kakek buyut kita itu masih mulus, masih segar bugar, dan masih tegap bedegap meski mereka sudah berada di dunia ini lebih dari 100 tahun. Beruntung sekali kau sudah bertemu duluan dengan kakek buyutmu, Sen," kata Gabriel menepuk ringan bahu Wilsen Yono.

Wilsen Yono tertawa cengengesan.

"Beruntung dong… Tubuhnya masih tegap bedegap dan masih atletis. Mungkin selama ini Kakek Buyut ada fitness dan selalu olahraga secara teratur. Makanya tubuhnya itu begitu atletis dan tentu saja kulitnya masih kencang dan mulus – sama sekali tidak ada kerutannya." Wilsen Yono melukiskan kondisi fisik Jacky Fernandi dengan sangat rinci. Carvany hanya sedikit tersenyum geli melihat perangai cicitnya ini.

"Jika ada waktu, Nenek Buyut harus mempertemukan kami dengan Kakek Buyut ya…" kata Xavi Ximena mendekati Felisha dan sedikit menggoyang-goyangkan kedua tangannya.

Felisha Aurelia tersipu malu lagi, "Aku lebih terbiasa kau memanggilku dengan namaku saja, sama seperti pertemuan dan perkenalan pertama kita, Vi."

"Mana boleh, Nenek Buyut," kata Xava Ximela menimpali. "Itu kan kami belum tahu faktanya. Sekarang setelah tahu faktanya, ya kami harus menghormati generasi-generasi yang ada di atas kami dong. Oke deh di depan umum kami akan tetap panggil nama seperti biasa. Namun, jika sudah dalam ruang lingkup pribadi seperti ini, kami akan panggil Kakek Buyut dan Nenek Buyut."

Semua cicit Angela, Felisha Aurelia dan Carvany meledak dalam tawa renyah mereka.

"Jadi… Jadi apakah kita harus beritahu Ayah dan Ibu tidak ya?" Gabriel Andreas tampak mengerling-ngerlingkan matanya dengan nakal.

"Aku rasa tidak perlu deh, Gabriel…" cegah Angela merasa sedikit kelabakan. "Mereka kan berumur sekitar empat puluhan dan lima puluhan sekarang kan? Rasa-rasanya menjadi aneh… Iya kan, Fel, Carvany?"

Felisha Aurelia juga mengangguk cepat, membenarkan pernyataan Angela. "Tidak usah deh… Sementara jangan dulu deh… Jika sudah agak lama, dan mereka harus tahu, ya baru kita beritahu mereka. Jika tidak, tidak usah deh… Amit-amit… Masa aku harus memanggil orang yang jauh lebih tua daripada aku sebagai cucuku. Ada-ada saja…"

Kembali cicit-cicit mereka bertiga meledak dalam tawa nyaring.

"Ya… Tidak usah deh… Nanti mereka pada shocked dan tidak bisa menerima lagi. Orang tua zaman sekarang juga sama kan? Kebanyakan mereka hanya menerima apa-apa yang telah mereka pelajari selama ini. Apa yang di luar itu dan di luar nalar mereka, kebanyakan sih tidak mau menerima dan sulit percaya." Carvany juga setuju dengan pernyataan kedua temannya.

"Wah… Sungguh pengalaman yang sulit dipercaya deh… Sampai sekarang aku masih belum bisa menerima bahwa Felisha ini adalah Nenek Buyut, Va." Xavi Ximena merengkuh adiknya ke dalam pelukannya dengan sebersit senyuman simpul.

Felisha Aurelia kembali sedikit tersipu malu. "Aku saja shocked. Aku tidak pernah memikirkan masalah ini sebelumnya. Bagiku, Xavier bisa dibesarkan oleh orang yang tepat dan bisa tumbuh menjadi anak yang sehat dan bahagia, sudah cukup. Aku tidak pernah memikirkan dia akan menikah dan beranak cucu dan aku akan bertemu dengan cicit-cicitku di masa modern seperti ini."

Angela juga tertawa membenarkan, "Ya… Bagiku juga sama… Xalvador bisa dibesarkan oleh kakek neneknya, bisa tumbuh menjadi anak yang sehat dan bisa menggapai impiannya sendiri, itu sudah cukup. Aku tidak pernah memikirkan akan bertemu denganmu di zaman modern seperti ini, Gabriel."

Gabriel Andreas hanya tersenyum cerah menanggapi perkataan nenek buyutnya.

"Sayang ketiga kakek kita sudah meninggal ya…" sahut Gabriel Andreas dengan sedikit ide yang mendadak timbul dalam benaknya.

"Iya… Jika tidak, kakek dan nenek buyut kita bisa bertemu dengan anak-anak mereka dan pasti ada banyak yang ingin mereka bicarakan," sahut Xava Ximela menimpali.

Angela, Felisha dan Carvany hanya tersenyum cerah menanggapi ide tersebut.

"Ya, kalian benar… Tapi jika aku benar-benar bertemu dengan Xalvador, terus terang aku tidak tahu bagaimana harus menghadapinya." Angela menggeleng lirih.

Felisha Aurelia juga hanya tersenyum simpul, "Ya… Karena sudah terpisahkan dari mereka sejak mereka masih bayi, begitu bertemu mendadak sudah 70 atau 80 tahun, rasa-rasanya menjadi kikuk, aneh nan tak terjelaskan. Iya kan?"

Carvany juga mengangguk mengiyakan, "Jadinya kami bingung apa yang mesti dibicarakan dengan tiga kakek kalian seandainya kami bertemu dengan mereka. Dalam waktu 70 atau 80 tahun begitu, banyak yang sudah terjadi dan itu bisa saja mengubah karakter seseorang. Jadi harus saling mengenal dari awal lagi… Aneh deh… Kaku… Susah diungkapkan…"

Cicit-cicit ketiga wanita tersebut meledak lagi dalam tawa renyah mereka.

Pembicaraan selanjutnya meliputi bagaimana kehidupan tiga sahabat The Amazing Boys dan tiga pasangan mereka di kehidupan lampau. Karena Angela, Felisha Aurelia dan Carvany sudah mengingat semua kehidupan lampau mereka, mereka bisa menceritakan segalanya dengan lengkap kepada cicit-cicit mereka.

Dua jam berlalu dengan cepat. Tak terasa, waktu akan berlalu dengan sangat cepat apabila dilewati dengan orang-orang yang disenangi dan disayangi.

Asa bahagia perlahan melungkup di benak Angela, Felisha Aurelia, Carvany dan cicit-cicit mereka siang itu.

***

Siang sudah berganti malam. Angela menunggu dengan cemas di kamar tidurnya. Dia terus berhubungan dengan Felisha dan Carvany melalui chatting mereka di Line.

Apakah malaikat kalian sudah memunculkan diri di tempat kalian sana? Angela tidak bisa membendung kecemasannya lagi.

Belum… Sama sekali belum… Apa sesungguhnya yang telah terjadi di sini? Jika ada apa-apa, Boy akan selalu muncul sebentar dan mengabariku. Ini sudah lebih dari 12 jam dia tidak mengabariku. Getir dan gulana mulai menyelisir di tepian pantai pikiran Felisha.

Jacky juga belum muncul… Aku sudah tidak tahan… Jika seandainya aku tahu akses ke kereta api magis itu, aku akan ke sana langsung dan menemui Jacky. Aku yakin mereka bertiga pasti sudah mendiskusikan soal akhir masa kontrak mereka dengan Dewa 5 Unsur. Apa hasilnya…? Akankah mereka balik lagi menjadi manusia dan memenuhi janji mereka kepada kita bertiga? Carvany benar-benar tidak bisa membendung kekhawatirannya lagi. Penasaran dan kecemasan saling berbaur menjadi satu.

Sementara itu di dalam kereta api magis, diskusi yang dilalui dalam beberapa perdebatan dengan Dewa 5 Unsur masih berlangsung – tak kunjung henti, tak kunjung usai.

"Jadi benar-benar kalian tidak ingin kembali ke jati diri kalian yang sebenarnya nih…?" tanya Dewa Api dengan sedikit sorot mata sinis nan menantang.

Dewa 5 Unsur sudah membuka ingatan tiga sahabat The Amazing Boys tentang kehidupan lampau mereka. Kini tiga sahabat The Amazing Boys sudah mengetahui jati diri mereka sebelum mereka terlahir ke alam manusia.

"Kami ditugaskan oleh Maha Dewa untuk mengawal kalian di alam manusia hanya untuk satu kehidupan. Jika kalian bersikukuh ingin meneruskan satu kehidupan lagi di alam manusia, bagaimana kami bisa mempertanggungjawabkannya kepada Maha Dewa dan Maha Dewi nanti?" Dewa Kayu menghela napas panjang sejenak. Ketiga anak pimpinannya ini memang selalu keras kepala dan susah sekali diatur – dulu begitu, sekarang juga begitu. Sama sekali tidak berubah…

"Kan kalian bisa katakan kepada Maha Dewa dan Maha Dewi kami akan meneruskan satu kehidupan lagi di alam manusia, menyempurnakan ilmu kekuatan kami dan juga ilmu kekuatan ketiga dewi penjaga taman khayangan di dunia manusia ini saja. Tidak bisakah kalian membantu kami menyampaikan hal itu kepada Maha Dewa dan Maha Dewi?" Jacky Fernandi berkata dengan nada santainya, namun sarat akan ketegasan dan keseriusan.

"Oke… Sekarang kembalikan badan jasmani kami…" Boy langsung to the point dan tidak bisa bersabar lebih lama lagi. Dewa 5 Unsur kembali terperengah dengan sikap anak kedua ini, karena memang sejak dulu ia orangnya emosional dan temperamental.

"Bagaimana kalian bisa yakin ilmu kekuatan ketiga dewi penjaga taman khayangan bisa sesempurna dan setara dengan kalian setelah satu kehidupan ini lewat? Kehidupan di alam manusia ini singkat sekali, asal kalian tahu saja…" terdengar bantahan dari Dewa Tanah.

"Tentu saja kami yakin…" Kenny Herry terlihat sedikit tersenyum santai nan sedikit sinis.

"Kalian yakin?" Dewa Air tampak mengerutkan dahinya.

"Tentu saja… Kesempatan untuk berbuat baik kan lebih banyak di alam manusia ini daripada di alam khayangan sana. Di alam khayangan sana, para dewa-dewi hanya bisa meningkatkan ilmu kekuatan mereka dengan meditasi terus siang dan malam. Sedikit membosankan bagi kami, Dewa 5 Unsur. Sejak kami kecil, kalian sudah sangat mengenal bagaimana perangai dan kepribadian kami bertiga bukan?" Kenny Herry melemparkan sebersit senyuman kecut.

"Di alam manusia ini kami menemukan cara lain yang lebih seru untuk menyempurnakan ilmu kekuatan kami sendiri dan ilmu kekuatan ketiga dewi penjaga taman khayangan – yakni dengan berbuat baik, menolong dan menyelamatkan makhluk-makhluk yang terjerat ke dalam kesusahan dan penderitaan. Bisa kan?" Jacky Fernandi kembali menampilkan senyuman santainya.

"Ayo! Mana badan jasmani kami! Aduh! Lama sekali sih!" kata Boy Eddy benar-benar tidak sabar lagi.

Kenny Herry dan Jacky Fernandi hanya tersenyum geli dengan ketidaksabaran Boy Eddy. Semenjak mengetahui jati dirinya yang sebenarnya, perangai asli Boy kembali muncul ke permukaan. Namun, dia tetap menghormati Dewa 5 Unsur sebagai pengawal kerajaan dan prajurit setia ayahnya.

"Kembalikan badan jasmani kami, Dewa 5 Unsur… Kalian tahu apa kan akibatnya jika aku sempat memberi laporan kepada Maha Dewa dan Maha Dewi bahwa kalian tidak memenuhi janji kalian kepada kami? Kalian sendiri yang memberi tantangan reinkarnasi kepada tiga dewi penjaga taman khayangan. Sekarang ketiga dewi sudah melewati rintangan reinkarnasi yang kalian berikan. Jika kalian berani ingkar janji, aku akan laporkan pada Maha Dewa dan Maha Dewi." Boy Eddy sedikit tersenyum sinis.

Dewa 5 Unsur saling berpandangan sesaat. Dewa Api mendengus ringan. Memang di antara kelima dewa unsur, hanya Dewa Apilah yang emosi dan temperamennya bisa seimbang dengan emosi dan temperamen Boy Eddy. Namun, dia juga tidak bisa berkata banyak. Apa yang dikatakan si anak tengah pimpinannya ada masuk di akal. Mereka sendiri yang memberikan tantangan reinkarnasi kepada ketiga dewi penjaga taman khayangan. Sungguh tidak mereka sangka sebelumnya, ketiga dewi penjaga taman khayangan benar-benar bisa menembus roda reinkarnasi dan membawa cinta mereka ke dalam pikiran mereka hingga ke kehidupan mereka yang selanjutnya.

Dewa Logam tampak menekur. Apakah kami telah salah? Apakah ini termasuk cinta yang abadi nan sejati? Ada cinta yang benar-benar bisa menembus roda reinkarnasi dan bahkan bisa terbawa dari satu kehidupan ke kehidupan yang berikutnya… Benarkah itu?

Dewa 5 Unsur saling berpandangan sesaat. Akhirnya, mereka tidak ada pilihan lain lagi selain mengembalikan ketiga badan jasmani yang mereka sembunyikan selama ini. Dewa Logam menganggukkan kepalanya kepada keempat rekannya. Keempat rekannya juga saling mengangguk karena sudah tidak memiliki alasan lain untuk terus menahan ketiga badan jasmani itu.

"Oke… Akan kami kembalikan tiga badan jasmani kalian, tapi… dengan satu syarat…" celetuk Dewa Logam sekarang.

Ketiga sahabat The Amazing Boys tercengang di tempat mereka masing-masing. Emosi Boy tentunya lebih dulu tersulut di antara mereka bertiga.

"Syarat apa lagi sih? Banyak kali syarat dari kalian deh!" jelas terlihat Boy sedikit gusar.

"Ada syarat tambahan rupanya, Ken, Boy…" kata Jacky Fernandi sembari tersenyum santai.

Kenny sedikit mendengus ringan dan menukas dengan nada skeptis, "Sebenarnya kalian akan mengembalikan badan jasmani kami atau tidak sih! Banyak kali syarat dari kalian aku lihat!"

"Dengan satu syarat… Walau sudah berwujud sebagai manusia, kalian akan tetap menjalankan tugas kalian sebagai tiga malaikat pengantar nyawa. Oke…?" tanya Dewa Air dengan nada sesantai nada bicara Jacky Fernandi.

Tiga sahabat The Amazing Boys saling berpandangan sesaat.

"Kenapa kami harus meneruskan tugas malaikat pengantar nyawa itu?" Kenny Herry tampak menaikkan alisnya.

"Supaya ada alasan yang bisa kami laporkan kepada Maha Dewa dan Maha Dewi nanti. Jika kami bilang apa adanya bahwa kalian ingin meneruskan kehidupan di alam manusia ini adalah karena tiga dewi penjaga taman surgawi itu, kami bisa dihukum oleh Maha Dewa dan Maha Dewi, asal kalian tahu saja…" sahut Dewa Api dengan sedikit emosi yang mengerabik di semenanjung sanubari hati. Sejak dulu memang ketiga anak Maha Dewa dan Maha Dewi ini selalu saja merepotkan.

Tiga sahabat The Amazing Boys saling berpandangan sesaat lagi.

"Aku oke-oke saja sih, Ken, Jack… Asalkan mereka tidak memaksaku kembali ke khayangan sana, dan asalkan aku tetap diizinkan bersama dengan Felisha, hanya jadi malaikat pengantar nyawa aku rasa that's fine," ujar Boy Eddy sedikit mengangkat bahu. "Menurut kalian bagaimana?"

"Oke deh… Aku tidak masalah…" kata Jacky Fernandi. "Bagaimana denganmu, Ken? Kau tidak keberatan bukan tetap meneruskan pekerjaan malaikat pengantar nyawa ini asalkan kita tetap diizinkan bersama-sama dengan tiga dewi pujaan hati kita?"

Kenny Herry mengangguk mengiyakan juga, "Oke… Tidak masalah… Asalkan aku bisa mendapatkan badan jasmaniku kembali dan bersama-sama dengan Angela, meneruskan tugas malaikat pengantar nyawa sama sekali bukan masalah bagiku."

The Amazing Boys menganggukkan kepala mereka. Dewa 5 Unsur juga menganggukkan kepala mereka. Kelima dewa unsur mengayunkan tangan mereka ke udara. Lima cahaya dengan lima warna yang sesuai dengan warna jubah masing-masing berpendar-pendar di udara. Lima cahaya dengan lima warna saling bergabung satu sama lain, dan muncullah tiga kristal dengan tiga warna di hadapan tiga sahabat The Amazing Boys. Tampaklah tiga badan jasmani mereka terlelap dalam kristal masing-masing.

"Kalian akan masuk ke dalam badan jasmani kalian masing-masing. Kami akan mengirimkan kristal ini kepada masing-masing dewi kalian. Setelah masing-masing dewi kalian melakukan satu hal terhadap badan jasmani kalian, kalian baru akan bisa sadar dan membuka mata." Dewa Logam memberikan sedikit petunjuk.

"Melakukan satu hal terhadap kami? Apaan itu?" kembali Kenny Herry mengerutkan dahinya.

"Nah… Anggap saja itu tantangan terakhir dari kami…" kata Dewa Kayu dengan sebersit senyuman simpul.

Tiga sahabat The Amazing Boys tampak merapatkan bibir mereka. Mereka berubah menjadi sinar dengan warna masing-masing. Tiga sinar dengan tiga warna yang berbeda segera masuk ke dalam kristal masing-masing. Dengan mengayunkan tangan mereka sekali lagi, Dewa 5 Unsur mengirimkan ketiga kristal kepada Angela, Felisha Aurelia dan Carvany.

Tentu saja ketiga wanita terhenyak bukan main begitu ketiga sinar dengan warna masing-masing menerobos masuk melalui jendela dan berubah menjadi kristal dengan badan jasmani sang pangeran pujaan mereka masing-masing di depan tempat tidur mereka.

"Apa yang terjadi, Dewa 5 Unsur? Kenapa Kenny masih berada dalam kristal biru ini?"

"Kenapa kalian masih belum mengeluarkan Boy dari kristal hijau ini?"

"Bukankah kalian sudah berjanji setelah aku bisa mengingat semuanya tentang Jacky tanpa Jacky sendiri yang memberitahuku, kalian akan mengeluarkan Jacky dari kristal merah? Kenapa sampai sekarang Jacky masih ada di dalam kristal merah ini?"

"Untuk mengeluarkannya dari kristal adalah perkara yang gampang. Dia akan membuka matanya dan kembali menjalani kehidupannya sebagai manusia setelah kau melakukan satu hal pada kristal itu."

"Melakukan satu hal? Hal apa itu?" Angela mulai kebingungan.

"Anggap saja itu adalah tantangan terakhir dari Dewa 5 Unsur, Tiga Dewi Penjaga Taman Surgawi…"

Dengan tawa yang terbahak-bahak, Dewa 5 Unsur menghilang dari kamar tidur ketiga dewi penjaga taman khayangan.

"Jangan pergi dulu! Jangan pergi dulu, Dewa 5 Unsur! Apa yang harus aku lakukan supaya dia bisa keluar dari kristal ini?" teriak Felisha Aurelia. Namun, dia hanya berteriak pada dinding. Sama sekali tidak ada jawaban lagi.

"Lagi-lagi memberiku teka-teki dan tantangan. Sampai kapan dewa-dewi yang di atas sana ingin mengujiku untuk membuktikan aku sungguh-sungguh mencintai Jacky apa adanya? Aku bahkan sudah melahirkan anaknya, dan anak itu sekarang sudah beranak cicit dengan membawa nama Jacky Fernandi Yiandra sebagai tetuanya. Aku bahkan sudah menangkis sebuah granat dan kemudian meninggal demi dia. Apa lagi yang kurang dariku untuk bisa membuktikan ketulusan perasaanku padamu, Jack? Sungguh aku tidak tahu lagi bagaimana menjawab pertanyaan itu, Jack…" Carvany berlutut di hadapan kristal merah sebesar ukuran manusia dewasa dengan badan jasmani sang pangeran pujaan yang masih terlelap di dalamnya.

Bingung dan tanda tanya besar segera berselarak di padang sanubari ketiga dewi penjaga taman surgawi.