BAB 14
Kenny Herry tersenyum ringan. Fenomena yang disaksikannya sama seperti fenomena yang terjadi dalam kamar Audina Ivander tempo hari. Huruf-huruf mulai menempel di dinding dan membentuk nama-nama Virginia, Vanessa, Patricia dan Anthony. Ada beberapa boneka yang jatuh terkulai kaku begitu saja di lantai, dan ada yang masih tegak berdiri dengan kukuh di tempat mereka.
"Sepertinya yang jatuh itu yang tidak berpenghuni. Yang tidak jatuh itulah yang berpenghuni," celetuk Jacky Fernandi.
Kenny Herry hanya mangut-mangut dan tampak berpikir keras.
"Di dinding itu ada empat nama, sementara yang tidak jatuh ada lima. Ada satu yang tidak bernama?" tanya Boy Eddy sedikit mengerutkan dahinya.
Mendadak satu boneka perempuan berambut kepang panjang, berpakaian serba pink mulai dari gaun panjang sampai ke sepatunya, mulai melayang-layang di udara dengan secercah sinar merah muda kerlap-kerlip yang terus bersinar di belakangnya.
"Virginia dan Vanessa itu anak kembar. Tidakkah kalian merasa wajah dan perawakan tubuh mereka bak pinang dibelah dua?" terdengar suara sang boneka yang melayang-layang di udara tersebut dengan mengindikasikan pada kedua boneka kembar yang memang terlihat mirip persis. Hanya pakaian mereka yang berbeda.
"Virginia mengenakan pakaian serba kuning. Dia menyukai warna kuning. Vanessa mengenakan pakaian serba cokelat. Dia sangat suka makan cokelat dan juga menyukai warna cokelat. Patricia selalu mengenakan gaun panjang – sama sepertiku, dan juga selalu mengenakan sepatu berhak tinggi. Dia selalu ingin tampil elegan di mata semua orang. Anthony selalu mengenakan pakaian kasual. Dia tipe anak rumahan. Ketika diajak keluar jalan-jalan sepuluh kali, dia palingan hanya ikut satu atau dua kali."
"Dan kau sendiri? Siapa namamu?" tanya Kenny Herry santai.
"Aku Laix… L – A – I – X…" kata si boneka yang melayang-layang di udara. "Di antara kami berlima, hanya aku yang bisa bicara secara langsung kepada kalian. Jadi, aku merasa aku tidak perlu menempelkan namaku ke dinding."
"Makhluk itu bilang hanya ada empat anak… Kenapa sekarang menjadi lima?" Boy Eddy sedikit bingung. Dia memandang ke Jacky Fernandi.
"Makhluk itu bernama Faix… F – A – I – X… Dia… adalah… kekasihku… Kami berdua saling mencintai…" kata Laix masih melayang-layang di udara.
Semuanya terperanjat kaget mendengarnya.
"Hah? Jadi kalian berdua membunuh keempat anak ini dan memasukkan arwah mereka ke dalam boneka?" Boy Eddy tampak membelalakkan kedua matanya.
"Kami harus mengumpulkan sepuluh anak-anak yang berusia antara delapan sampai dua belas tahun untuk bisa mendapatkan kembali badan jasmani kami…" kata Laix sedikit meneteskan air matanya. Jelas tampak raut perasaan bersalah pada wajah bonekanya.
"Dan untuk sementara kau mendiami boneka itu dan Faix mendiami tubuh Bu Kindy Zilian Honggowinata… Begitukah…?" Kenny Herry tampak sedikit menyipitkan matanya.
Laix mengangguk. "Bukan kami yang membunuh keempat anak ini. Sandy Austeen Tulas yang membunuh mereka dan memasukkan arwah mereka ke dalam boneka ini…"
"Ada perjanjian apa antara Sandy Austeen Tulas dengan kalian berdua?" tanya Jacky Fernandi dengan nada santai.
Laix hanya bisa diam menunduk. Perasaan bersalah semakin menggelimuni. Pintu mendadak diterjang dari luar. Tampak Kindy Zilian dan Sandy Austeen berdiri di luar. Carvany segera mengambil sikap protektif terhadap Bertha Tulas dan berdiri dalam posisi siaga – bersiap-siap untuk lari jika kedua orang itu melancarkan serangan mereka.
Kindy Zilian dan Sandy Austeen masuk. Jelas terlihat Kindy Zilian berada di bawah pengaruh kekuatan jahat milik makhluk asura itu. Suaranya terdengar sangat berat dan rendah.
"Laki-laki ini menginginkan seluruh harta kekayaan wanita ini dan setelah itu, dia akan menyingkirkannya dan anak perempuan itu. Katakan pada mereka apa perjanjian kita, Kawan… Tidak ada yang perlu disembunyikan lagi… Katakan pada mereka…"
"Semuanya sudah kaukatakan. Apa lagi yang bisa kukatakan?" tampak sebersit senyuman sinis Sandy Austeen di sini.
"Mengumpulkan arwah sepuluh anak-anak dan mengurung mereka di dalam boneka… Jelas-jelas itu adalah praktik ilmu hitam. Kalian menyadari hal ini bukan?" tampak juga senyuman sinis dari Kenny Herry.
"Selagi itu bisa mewujudkan segala keinginanku, siapa yang peduli itu ilmu hitam atau ilmu putih!" senyuman sinis Sandy Austeen kembali menghiasi bibirnya.
"Sekarang kami sudah mengetahui segala perbuatanmu. Menurutmu, apa yang akan kami lakukan?" terdengar nada sinis Jacky Fernandi di sini.
"Terbalik… Sekarang aku tahu kalian akan menyingkirkanku. Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan?" sorot mata mengerikan Sandy Austeen mulai terlihat di sini.
Dia memandang ke makhluk asura yang mendiami tubuh Kindy Zilian dan berujar, "Binasakan mereka…! Manusia biasa berani ikut campur ke dalam urusan kita!"
Si makhluk asura dan Sandy Austeen mengarahkan kekuatan gelap mereka ke arah ketiga malaikat. Tampak ketiga malaikat hanya berdiri dengan santai. Mereka sama sekali tidak tersentuh. Sandy Austeen mulai merasa heran. Dia mulai mengerutkan dahinya. Begitu juga dengan makhluk asura yang mendiami tubuh Kindy Zilian. Keduanya mencoba lagi dengan mengerahkan kekuatan mereka yang paling maksimal dan mengarahkannya ke ketiga malaikat. Akan tetapi, lagi dan lagi, masih tampak ketiga malaikat berdiri santai. Mereka sama sekali tidak tersentuh.
Kontan Laix segera menyadari sesuatu. Dia berteriak pada sang kekasih, "Faix! Faix! Hentikan, Faix! Mereka bukanlah manusia biasa. Mereka adalah titisan dari alam dewa di atas sana! Kalian takkan bisa mengalahkan mereka!"
Sudah terlambat…! Ketika ketiga malaikat membuka telapak tangan mereka, kekuatan gelap itu membal dan mengenai tubuh Sandy Austeen dan Kindy Zilian. Tubuh keduanya terhempas ke belakang dan menghantam dinding. Darah merah segar dan darah hitam mulai muncrat dari mulut keduanya. Belum sempat keduanya berbuat apa-apa, sekonyong-konyong tangan Boy Eddy memanjang dan mencengkeram kuat leher Kindy Zilian Honggowinata. Tampak tubuhnya perlahan-lahan naik ke atas dengan kedua kaki dan tangannya yang terus meronta-ronta tiada henti.
"Keluar dari tubuh ini sekarang juga! Ayo keluar sekarang juga!" gigi-gigi Boy Eddy bergemelutuk.
"Aku tidak mau! Aku tidak mau! Aku sudah mau menemukan satu tubuh wanita yang begitu ideal untuk Laix. Kenapa aku harus keluar? Kenapa aku harus meninggalkan tubuh yang enak dan menyenangkan ini?" teriak makhluk asura itu masih dengan kedua tangan dan kakinya yang terus meronta-ronta tiada henti.
"Bunuh aku saja, Pak Malaikat! Jangan pedulikan aku! Jangan pedulikan aku!" sesekali terdengar pribadi asli Kindy Zilian Honggowinata muncul ke permukaan. "Asalkan Bertha selamat, aku tidak akan menyesali apa pun dan menyalahkan siapa pun. Aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri! Aku tidak seharusnya percaya pada laki-laki laknat itu!"
Sandy Austeen Tulas terhenyak kaget bukan main melihat keluarnya pribadi asli Kindy Zilian Honggowinata. Perlahan-lahan, tanpa sepengetahuan yang lain, dia mengendap-endap keluar dan mengambil langkah seribu untuk mencari tempat selamatnya sendiri.
Boy Eddy sudah akan menghantamkan tubuh Kindy Zilian ke dinding ketika Jacky Fernandi menahan tangannya.
"Tenangkan dirimu, Boy! Jangan sampai kau berbuat karma buruk dengan membunuh seorang manusia hidup! Dia sengaja memancing emosimu! Dia sengaja membuatmu marah sehingga kau akan membunuh Kindy Zilian Honggowinata dan dia bisa mendapatkan tubuh wanita itu dengan mudah!" kata Jacky Fernandi berusaha menenangkan sang sahabat.
"Ya! Ya! Ya! Aku akan berusaha bersabar! Kalian cepat cari cara bagaimana supaya makhluk sialan itu bisa segera keluar dari tubuh wanita itu! Cepat!" Boy Eddy kini terdengar setengah berteriak sembari memicingkan matanya.
Kenny Herry ragu Boy Eddy bisa mengendalikan emosinya atau tidak. Namun, dia tahu ada seseorang yang pasti bisa mengendalikan emosi Boy Eddy dan menenangkannya. Dia menyapukan tangannya ke udara dan muncullah Felisha di tempat itu. Felisha terhenyak bukan main mendapati dirinya mendadak berada di tempat itu, dengan sejumlah adegan yang terpampang di hadapannya. Namun, begitu Kenny Herry dan Jacky Fernandi berbisik padanya dengan menceritakan apa-apa saja yang sebenarnya terjadi, Felisha Aurelia tampak berusaha mengendalikan kekagetannya dan berjalan menghampiri sang kekasih.
"Apa yang kaulakukan di sini, Fel?" tanya Boy Eddy setengah terperanjat melihat kehadiran sang pujaan hati di sampingnya. "Mereka takut aku tidak bisa mengendalikan emosiku. Mereka menyuruhmu ke sini untuk menenangkanku. Iya kan?"
Felisha Aurelia tampak berusaha tersenyum menenangkan. "Sudah tahu, pakai tanya lagi kau, Boy…"
"Dia bersikeras tidak ingin keluar dari tubuh wanita itu, Fel! Dasar makhluk sialan! Bagaimana aku tidak geram coba!"
"Yang berada dalam posisi terjepit nan terpojok adalah dia, Boy!" bisik Felisha Aurelia. Mendadak Boy Eddy merasa apa yang dibisikkan oleh Felisha Aurelia itu masuk akal.
"Dia yang berada dalam posisi terpojok, Boy. Cepat atau lambat, lambat laun, dia akan menyerah dan keluar dari tubuh wanita itu. Dia tidak punya pilihan lain lagi selain harus menyerah dan keluar dari tubuh wanita itu. Kita lihat saja sampai kapan dia akan bertahan."
"Oh, Felisha… Felisha… Entah kenapa aku merasa apa yang kaukatakan selalu masuk akal…" tampak senyuman kecut menghiasi bibir Boy Eddy.
Felisha tersenyum hangat. Dia melingkarkan kedua lengannya ke leher sang kekasih.
"Ada aku… Semuanya akan baik-baik saja, Boy… Lagipula, ini takkan menjadi fokus utamamu. Fokus utamamu adalah pada hubungan kita, pada masa depan kita, dan pada cintamu padaku. Masalah ini selesai atau tidak selesai, mau selesai dengan akhir yang bagaimana, sama sekali bukanlah fokus utamamu. Yang penting kau sudah berusaha yang terbaik. Kau mengerti kan?"
Boy Eddy sudah termakan sugesti dari sang pujaan hati. Dia mengangguk mengiyakan semua yang dikatakan oleh Felisha Aurelia. Kenny Herry dan Jacky Fernandi saling berpandangan sesaat. Keduanya tampak tersenyum penuh arti.
"Hei! Malaikat busuk! Turunkan aku! Turunkan aku! Leherku sakit! Leherku sakit! Turunkan aku!" jerit makhluk tersebut karena Boy Eddy masih belum menurunkannya.
Carvany meninggalkan Bertha sebentar. Dia berjalan menghampiri Laix.
"Inikah akhir yang kalian inginkan? Sebegitu pentingkah badan jasmani itu bagi kalian?"
Laix menggeleng-gelengkan kepalanya dan menutupi kedua telinganya. Dia mulai meledak dalam tangisannya.
"Jangan termakan omongannya, Laix! Ini adalah perjuangan kita bersama. Ini adalah perjuangan untuk mewujudkan cinta kita bersama. Sejak awal aku sudah bilang kepadamu… Tidak ada yang salah dengan cinta kita. Yang salah adalah Dewa Ayahanda dan Dewi Ibunda yang tidak pernah merestui hubungan kita. Yang salah adalah dewa-dewi lainnya yang tidak pernah mau mengerti bahwasanya kita berdua saling mencintai. Kau dengar aku kan, Laix? Kau masih mencintai aku kan, Laix?" nada suara si makhluk asura semakin menaik dan meninggi.
Laix mendadak berdiri. Ia keluar dari boneka yang selama ini ia diami. Ia terbang melayang ke atas dan tiba-tiba saja ia memeluk tubuh Kindy Zilian Honggowinata.
"Aku masih mencintaimu, Faix… Selamanya aku akan terus mencintaimu… Di kehidupan ini, dan di kehidupan-kehidupan yang berikutnya… Kau juga begitu kan? Kau akan terus mencintaiku dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Iya kan?"
"Aku akan mencintaimu selamanya…" kata Faix lirih.
"Terlahir sebagai apa pun, aku akan terus mencarimu dan menemukanmu. Kau juga begitu kan?" bisik Laix lagi.
Faix hanya mengangguk mengiyakan. Tampak ia mulai keluar dari tubuh Kindy Zilian Honggowinata.
"Aku akan mencarimu ke mana pun itu, sebagai apa pun itu, dan di alam mana pun kita dilahirkan…" kata Faix. Dia mendaratkan satu ciuman ke bibir sang kekasih.
"Kita sudahi saja ya perjuangan mendapatkan badan jasmani ini, Faix…" kata Laix.
"Kenapa…? Kenapa mendadak kau menyerah? Tinggal enam anak lagi kita sudah bisa mendapatkan badan jasmani yang kita inginkan."
Faix tampak mulai meneteskan air mata.
"Dengan meneruskan perjuangan ini, aku takut aku akan kehilanganmu. Aku sudah capek, Faix… Aku lebih rela kehilangan badan jasmani daripada harus kehilanganmu. Bisakah… Bisakah kita pergi saja dari sini, ke tempat yang hanya ada kita berdua dan tak ada seorang pun yang bisa mengganggu kita?"
Perlahan-lahan, tubuh Kindy Zilian Honggowinata sudah terbebaskan. Perlahan-lahan, Boy Eddy menurunkan tubuh itu ke lantai. Bertha Tulas segera menghampiri ibunya.
"Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari pikiran…" kata Jacky Fernandi menghampiri Faix dan Laix.
"Apa maksudmu?" Faix mengerutkan dahinya.
"Sesungguhnya kau tidak usah berjuang dengan susah payah hanya untuk mendapatkan badan jasmani. Jika kau percaya dan yakin ia ada, ia akan benar-benar ada," sahut Jacky Fernandi dan kini ia tampak meraih Carvany ke dalam pelukannya.
"Jika kau yakin kau bisa memiliki badan jasmani, kau bisa memilikinya…" kata Carvany dengan sebersit senyuman kecut menghiasi bibirnya.
"Yakinlah pada diri kalian… Yakinlah… Yakinlah…" sambung Jacky Fernandi. "Kalian masih memiliki sisa-sisa karma baik kalian dari kehidupan lampau kalian sebagai dewa. Yakinlah karma-karma baik itu bisa membantu kalian mewujudkan badan jasmani yang kalian cita-citakan."
Faix & Laix memejamkan mata mereka. Benar saja… Sinar gelap keemasan kembali bersinar. Sinar gelap berangsur-angsur hilang. Sinar emas semakin terang dan semakin terang.
"Mereka sudah mendapatkan kebahagiaan cinta mereka. Apakah kelak kita bisa seperti mereka?" bisik Boy Eddy.
"Jawabanku sama seperti yang dikatakan Jacky tadi, Boy… Yakinlah… Yakinlah kita pasti bisa… Kita akan berbahagia seperti mereka juga…" bisik Felisha Aurelia sembari tersenyum cerah.
Boy Eddy meraih sang putri pujaan hati ke dalam pelukannya.
Faix dan Laix membuka kedua matanya. Ternyata mereka adalah sepasang dewa dewi yang tampan dan cantik. Tampak senyuman cerah kembali merekah di bibir keduanya.
"Jika kau merasa bahagia, segala sesuatu di sampingmu akan memancarkan kebahagiaan yang sama. Jika kau merasa dengki, dendam, benci, dan segala perasaan negatif lainnya, segala sesuatu di sampingmu juga akan memancarkan energi yang sama. Jadilah makhluk asura yang baik," tukas Carvany.
"Kumpulkan karma-karma baik untuk menebus karma buruk kalian di kehidupan ini. Mudah-mudahan di kehidupan yang berikutnya, kalian bisa terlahir kembali ke alam dewa," sahut Jacky Fernandi.
"Terima kasih, Malaikat… Terima kasih, Manusia… Maafkan kami mengganggu selama ini. Nasihat kalian akan kami ingat terus di dalam hati," ujar Faix. Sinar emas mulai bersinar terang dari bawah kakinya.
"Kami akan terus mengumpulkan karma-karma baik untuk menebus kesalahan-kesalahan kami," timpal Laix. Sinar emas juga sudah mulai bersinar terang dari bawah kakinya.
Faix dan Laix melambaikan tangan mereka. Tiga malaikat, Felisha, Carvany dan Bertha juga melambaikan tangan mereka. Perlahan-lahan sosok tubuh kedua makhluk asura itu menghilang dari tempat itu.
"Ibu! Ibu! Bangun, Bu!" Bertha terus memanggil-manggil ibunya. Akhirnya, pelan-pelan Bu Kindy Zilian membuka kedua matanya. Namun, sekujur tubuhnya masih tampak lemah.
"Aku baik-baik saja… Terima kasih pada kalian semua… Terima kasih… Terima kasih pada ketiga malaikat yang telah membebaskan aku dan keluargaku dari cengkeraman makhluk itu dan laki-laki tak berprikemanusiaan itu…" suara Kindy Zilian terdengar sangat lemah.
Bertha menenggelamkan diri dalam pelukan sang ibu. Tangan si ibu naik dan membelai-belai kepala si anak perempuan satu-satunya.
"Ibu takkan menikah lagi, Bertha… Tenanglah… Ibu akan membesarkanmu sampai Ibu tua. Kelak ketika kau menikah, janganlah melakukan kesalahan seperti yang Ibu lakukan…"
"Kita harus bawa Bu Kindy ini ke rumah sakit…" kata Carvany kepada Felisha dan ketiga malaikat. Ketiga malaikat mengangguk mengiyakan.
Felisha baru saja menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku roknya. "Tunggulah sebentar. Sebentar lagi ambulans akan segera datang."
Dengan sekali menyapukan tangannya, empat arwah anak itu terlepas dari boneka berukuran orang dewasa itu. Terdengar rengekan dan protes-protes mereka.
"Kenapa sih mengeluarkan kami? Di dalam boneka itu enak sekali loh…" kata si Vanessa.
"Tiap hari dikasih makan kue, ayam goreng, cokelat, es krim, dan buah-buahan yang rasanya begitu manis nan lezat…" sambung Patricia.
"Tiap Sabtu malam atau Minggu malam juga diajak keliling-keliling mall. Menyenangkan sekali… Kenapa kalian mengeluarkan kami sih?" Anthony juga tak mau ketinggalan dalam protesnya.
"Di atas sana masih ada sejuta hal lainnya yang jauh lebih menarik dan lebih menyenangkan daripada sekadar jalan-jalan atau makanan lezat. Kalian yakin tidak mau ke sana?" Carvany memang ahli dalam membohongi dan membujuk anak-anak.
"Di mana itu memangnya, Kak?" tanya Virginia.
"Kalian harus banyak buat baik dan naik kereta api ini dulu ya… Sesampainya di sana, kalian harus mendengarkan apa kata dewa dan dewi yang bertugas di sana ya… Jika kalian bandel dan tidak mau patuh, kalian akan dijatuhkan ke alam bawah sana loh… Mengerti ya…"
Jacky Fernandi menjentikkan jarinya dan hadirlah kereta api pengantar di depan keempat arwah.
"Benaran naik ini bisa sampai ke atas sana? Bagaimana jika Kakak berbohong?" tanya Anthony agak ragu.
"Kau kan hantu, Anthony… Jika memang aku berbohong padamu, kau bisa mendatangiku lagi dan memintaku untuk membawamu ke atas sana langsung," kata Carvany dengan sebersit senyuman menenangkan.
Anthony mengangguk. Ketiga anak perempuan lainnya juga mengangguk. Keempatnya naik ke kereta api pengantar.
"Aku percaya di atas sana adalah kehidupan kalian yang berikutnya. Di kehidupan kalian yang berikutnya, kalian akan menjalani hari-hari yang lebih menyenangkan daripada hari-hari yang sekarang. Selamat jalan, Anak-anak…" Carvany melambaikan tangan.
Keempat arwah anak-anak juga melambaikan tangan mereka. Kereta api pengantar bergerak perlahan dan akhirnya meninggalkan tempat itu. Kereta api pengantar bergerak menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangan mata.
"Kau ternyata cocok menjadi seorang wakepsek, Carvany… Kelak begini ya caramu menangani dan mengurus anak-anak kita," bisik Jacky Fernandi setengah berkelakar.
Karena malu, Carvany mengalihkan pembicaraan mereka, "Asyik itu saja yang kaupikirkan, Jack. Sekarang ke mana si Sandy Austeen Tulas itu? Dia melarikan diri di saat kita lagi panik-paniknya tadi."
Kenny Herry menghampiri mereka. "Jangan khawatir, Carvany… Masing-masing tetap akan menerima karma masing-masing. Tidak ada yang bisa melarikan diri dari apa yang telah diperbuatnya. Dia tetap akan menerima hukuman yang setimpal."
Carvany mengangguk dengan sebersit senyuman kecut.
Felisha memandang ke mata sang malaikat hijaunya, "Si Faix itu begitu mencintai Laix- nya. Mereka berjanji untuk saling mencari dan menemukan – tidak peduli kelak akan terlahir di alam mana dan akan terlahir sebagai apa. Cinta mereka sangat dalam."
"Sama seperti cinta kita kalau begitu… Kendati kau telah terlahir kembali dengan identitas dan jati diri yang berbeda, aku tetap bisa menemukanmu."
Felisha Aurelia tersenyum geli. Dia mendaratkan satu ciuman singkat ke pipi sang kekasih.
"Banyak orang di sini… Akan kupuaskan dirimu begitu kita sudah berdua nanti…" bisik Felisha Aurelia.
Boy Eddy hanya meledak dalam tawa renyahnya.
Mobil ambulans tiba beberapa menit kemudian. Kindy Zilian Honggowinata digotong masuk ke dalam mobil ambulans. Mobil ambulans segera melarikannya ke rumah sakit terdekat. Kepada dokter, dia mengatakan dia habis dirampok dan terjatuh dari sepeda motornya.
Rembulan malam akhirnya menampakkan dirinya dari balik awan kelabu.
***
Tampak Sandy Austeen Tulas yang berlarian terus di sepanjang jalanan layaknya orang gila. Malam sudah datang menyapa. Entah kenapa langit malam ini tampak sedikit suram. Bintang-bintang yang menghias langit malam ini tampak lebih sedikit daripada malam-malam sebelumnya.
"Sialan! Gara-gara tiga malaikat sialan itu, rencanaku untuk jadi orang kaya gagal kali ini! Rupanya si Jacky Fernandi itu bukanlah manusia biasa. Rupanya selama ini Carvany telah ditipu mentah-mentah oleh sesosok makhluk aneh nan misterius. Aku akan mencari mangsa baru nih! Aku pasti akan bangkit kembali lagi nanti dan mendapatkan Carvany kembali!" tampak Sandy Austeen Tulas bersenandika dengan dirinya sendiri.
Dia tidak sadar dia akan menuju ke rel kereta api yang palangnya mulai bergerak menutup di depan. Beberapa orang mulai meneriakinya, tetapi Sandy Austeen Tulas sama sekali terbius ke dalam kesadarannya sendiri dan tidak menggubris teriakan orang-orang di sekitarnya.
"Aku tidak percaya Jacky Fernandi itu tidak bisa dikalahkan! Aku tidak percaya dia sama sekali tidak punya kelemahan! Aku pasti akan bisa mengalahkannya! Aku akan menyingkirkannya dan mendapatkan Carvany kembali!"
Kereta api lewat dengan cepatnya. Terdengar teriakan beberapa anak kecil dan beberapa perempuan yang kebetulan ada di dekat rel kereta api.
Kereta api berlalu begitu saja. Tampak potongan-potongan tubuh Sandy Austeen Tulas bertebaran di rel kereta api dengan darah merah segar sebagai latar belakangnya. Sandy Austeen Tulas berdiri di samping rel kereta api, masih dengan senandika terhadap dirinya sendiri.
"Aku tidak percaya aku tidak bisa mengalahkan Jacky Fernandi itu! Pasti ada cara untuk mengalahkannya! Pasti ada cara untuk melihat kelemahannya dan menjatuhkannya lewat kelemahannya itu!" dia terus komat-kamit tak jelas tanpa sedikit pun menyadari dia sudah menjadi arwah, tanpa sedikit pun terlintas di pikirannya tubuhnya sudah hancur berantakan di rel kereta api di belakangnya.
Kenny Herry muncul sendirian di belakangnya. Dengan sekali menjentikkan jarinya, kereta api pengantar tiba di depan Sandy Austeen Tulas. Dengan masih komat-kamit tak jelas, dia terus bergerak maju dan akhirnya naik ke kereta api pengantar tanpa sadar. Kereta api pengantar bergerak perlahan dan akhirnya meninggalkan tempat itu.
Kenny Herry berpaling ke belakang lagi. Tampak polisi dan ambulans sudah tiba di tempat itu. Koran-koran sudah diletakkan di atas potongan-potongan tubuh. Kilatan kamera berpendar ke mana-mana. Setan-setan pemakan darah dan daging juga sudah berkumpul di sana. Kenny Herry hanya bisa mengucapkan, "Selamat makan, Sobat-sobat…"
Kenny Herry hanya memandangi lokasi kecelakaan dengan sebersit senyuman kecut. Dia pun menghilang dari lokasi tersebut.
***
"Makhluk asura itu apaan sih…?" tanya Carvany ketika dia sudah kembali berduaan dengan sang malaikat merahnya.
"Jasa dan kebajikannya cukup banyak sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan-kekuatan gaib seperti seorang dewa. Namun, pelatihan diri dan mentalnya tidak seimbang dan tidak sejalan dengan perbuatan-perbuatan baik dari badan jasmani. Itulah sebabnya, makhluk-makhluk dengan kondisi yang demikian dapat terlahir menjadi asura. Begitulah…"
"Tadi Faix dan Laix ada menyebutkan soal Dewa Ayahanda dan Dewi Ibunda dan dewa-dewi lainnya yang tidak merestui dan menyetujui hubungan mereka. Apakah dulunya mereka itu adalah sepasang dewa-dewi?" tanya Carvany sedikit mengerutkan dahi.
Jacky Fernandi mengangguk cepat.
"Ada peraturan memangnya di alam dewa sana yang tidak memperbolehkan sesama dewa-dewi untuk berpacaran?"
Jacky Fernandi tampak sedikit kebingungan menjawab pertanyaan itu. "Aku hanya pernah ikut rapat dengan Dewa 5 Unsur saja, Carvany. Ke alam dewa sih, Dewa 5 Unsur tidak memberiku kekuatan untuk itu. Bagaimanapun juga, aku tetap adalah seorang manusia. Tidak mungkin manusia bisa menginjakkan kaki secara bebas ke alam dewa, Carvany."
"Aku merasa bersyukur kau belum pernah ke sana, Jacky."
"Kenapa demikian?" Jacky Fernandi merasa sedikit bingung.
"Kalau kau belum pernah ke alam dewa sana, berarti kau sama sekali tidak ada hubungannya dengan alam dewa sana. Sempat kau sudah pernah ke sana, berarti kau ada hubungannya dengan alam dewa sana dan besar kemungkinan mereka akan memanggilmu ke sana. Dengan demikian… Dengan demikian…" kembali kedua pipi Carvany merona merah.
"Apa?" Jacky Fernandi terus menatap dalam ke mata sang putri pujaan.
"Dengan demikian, kau akan pergi dariku dan aku tak menginginkan hal itu terjadi," Carvany menundukkan kepalanya.
Jacky Fernandi menyentuh dagu sang putri pujaan dengan lembut dan menaikkan wajahnya.
"Aku takkan pergi. Aku akan tetap di sampingmu. Itu yang sedang kuperjuangkan di sini… Aku yakin pada akhirnya nanti, kita tetap akan bisa bersama. Kau tak usah khawatir…" kata Jacky Fernandi lembut.
Carvany memegangi tangan sang malaikat merahnya, "Aku akan menganggap itu sebagai janjimu padaku, Jacky…"
Jacky Fernandi hanya melemparkan sebersit senyuman menenangkan. Asa bahagia kembali merecup kehangatan di pelupuk batin Jacky Fernandi.