Takahara Rika. Ras manusia, murid yang paling nakal, tetapi juga satu-satunya murid perempuan yang dimiliki. Sosok terakhir yang hidup, juga sosok yang pada akhirnya mampu memberikan keturunan setelah ketiga murid yang lainnya meninggal tanpa menyisakan satupun keturunan sebagai ahli waris.
Rika, adalah gadis tomboy yang benar-benar tidak terlihat seperti Penyihir. Keberadaannya hanya akan membuat sakit kepala. Sosok itu akan langsung melarikan diri begitu tahu telah melakukan kesalahan. Setelah beberapa saat, dengan senyuman mengembang di bibirnya, ia akan membujuk Gurunya agar tidak mendapatkan hukuman atas kekacauan yang dibuat.
Sekarang, yang berdiri di hadapannya adalah … keturunan Rika.
Murid kecilnya yang paling nakal dan dimanja.
Sepasang netra biru menyendu. Kenangan tentang gadis berkuncir dengan senyuman secerah matahari itu muncul begitu saja. Membuat rindu yang terpendam, kembali mencekik perasaan. Namun Leo memeluk rasa sakit ini begitu saja. Bagaimanapun .. ia sudah memutuskan. Menerima semua kekecewaannya dan menghadapi waktu yang sekarang, akan mengubah dirinya.
"Namaku An Cosmos, Ras Naga."
Membuka tudung yang dikenakan, kini, kedua tamu tidak menyembunyikan rupa mereka. Sepasang netra emas dan biru menjadi fokus pertama Felix, sebelum akhirnya mendengar perkenalan yang dilakukan oleh pria jangkung yang memeluk seorang bocah lelaki.
"Dan dia putraku, An Leo," sepasang netra melirik singkat ke wajah rupawan tanpa ekspresi putranya. "Keturunan Penyihir Shappire."
Mereka telah sepakat. Leo, akan dikenal sebagai Keturunan Penyihir Shappire, bukan Penyihir Shappire itu sendiri. Akan aneh untuk keberadaan yang berusia ribuan tahun, mendadak muncul dalam wujud muda seperti ini. Spekulasi perihal keturunan sudah cukup membuat gempar, apa lagi bila ternyata Penyihir itu sendiri ternyata masih hidup? Leo tidak bisa membayangkan spekulasi kengerian semua orang akan dirinya.
Perhatian sepasang iris kelabu jatuh kepada remaja seputih pualam yang seindah boneka porselen. Sosok itu mungil, dengan kedua tangan yang memeluk leher Ayahnya. Dengan helai kelabu yang membingkai wajah yang masih memiliki lemak bayi, remaja itu terlihat sangat manja.
Sosok yang dikatakan sebagai Keturunan Penyihir Shappire ini jelas bukan ras Naga sama seperti Ayahnya, jadi ada kemungkinan bahwa sosok ini mengikuti Ibunya, atau bisa jadi … adalah ras campuran? Felix tidak mau mencari tahu. Bagaimanapun, ia cukup bijaksana untuk tidak menanyakan hal sensitif seperti itu. Sudah merupakan sebuah keberuntungan bahwa ia bisa bertemu dengan keturunan Penyihir Shappire, bukan?
"Senang bisa melihat Anda, Tuan An, Tuan Muda An," Felix tersenyum lembut, mengangguk kepada keduanya. Lalu, sepasang iris kembali jatuh kepada remaja yang digendong. "Apakah Tuan Muda An merasa tidak nyaman? Ah … apakah ingin beristirahat dulu? Melakukan Teleportasi memang kerap membuat pusing dan mual, tetapi ini adalah satu-satunya cara tercepat untuk sampai."
Leo melirik, tetapi tidak mengatakan apapun. Tanggapan ini membuat Cosmos menyadari perubahan emosi remaja di gendongannya. Dengan lembut, sang Naga kembali memasang tudung si kecil dan mengubah postur menggendongnya sehingga remaja kelabu itu dapat menyandarkan kepala di bahu lebar si perak.
"Baby mau tidur dulu?" Cosmos berbisik, menepuk lembut punggung si kecil.
"Hmm … ," Leo bergumam seraya menjatuhkan kepala ke bahu bidang yang nyaman. "Aku ingin langsung ke makam, Papa … aku ingin bertemu dengan mereka."
Cosmos tahu siapa 'Mereka' yang bayi kecilnya maksud. Jadi, tanpa bertanya lebih lanjut, sepasang netra kembali memandang sosok pria tua yang menunggu. Tepat di sebuah pintu ganda kayu yang terbuka lebar.
"Felix, kami ingin langsung ke Makam," jeda beberapa detik, Cosmos dapat merasakan si kecil memeluk lehernya dengan manja. Senyuman kecil mengembang, kebiasaan aneh untuk bermanja ketika gelisah atau merasa tidak nyaman, benar-benar membuat sang Naga merasa bayi kecilnya tetaplah si kecil yang baru saja menetas dari telur. Lemah dan memerlukan perlindungan, membuat Naga Perak merasa lebih protektif. "Tolong, antarkan kami ke sana."
Pria tua itu mengangguk. Tidak marah sama sekali namanya dipanggil begitu saja dengan tidak sopan. Bagaimanapun, kedua orang di depannya adalah atasan, berkedudukan jauh lebih tinggi ketimbang dirinya.
"Baiklah, tolong ikuti saya, Tuan," tersenyum, Incubus tua berbalik dan mulai melangkah memimpin jalan. Ketiganya keluar dari dalam ruangan persegi yang remang-remang, memasuki sebuah lorong batu yang panjang dan redup. Suasana sangat hening, hanya ada aroma lembab dengan pencahayaan lembut dari mutiara malam yang terus bersinar redup.
"Ada hal yang membuatku sangat penasaran," Cosmos mendadak buka suara. Di tengah keheningan, suaranya bergema dengan keras.
Felix tersenyum. Sosok tua itu berjalan dua langkah di depan kedua tamunya, tetapi tetap penuh dengan perhatian, sedikit berbalik dan menatap si perak. "Silahkan."
Sepasang netra emas menatap Incubus tua yang ada di hadapannya selama beberapa detik. "Diandra Felix, apakah secara turun temurun, semua keturunan Takahara Rika akan menjadi Kepala Sekolah Academy Ruby?"
"Ya," Felix menjawab tanpa ragu. "Setiap keturunan Nyonya Rika akan dipilih untuk menjadi Kepala Sekolah Academy Ruby. Namun … tetap akan ada beberapa seleksi."
"Meski mereka bukan Penyihir?"
Jeda beberapa detik, pria tua itu pada akhirnya sedikit terkekeh. "Oh, Anda menyadarinya?"
Cosmos tidak mengatakan apapun. Felix tidak peduli, ia tetap melanjutkan ucapannya.
"Saya, atau bahkan keturunan-keturunan Nyonya Rika sebelum saya, dipilih oleh Asisten untuk menjadi Kepala Sekolah. Secara kasar, kami tidak tahu bagaimana Asisten memilih Kepala Sekolah karena … sepertiku, tidak selalu Kepala Sekolah yang Asisten tunjuk, adalah Penyihir. Dalam artian lain, saya bukan Kesatria pertama yang diangkat menjadi Kepala Sekolah Academy Ruby."
Bukan Kesatria pertama … jawaban ini membuat Cosmos ingin melirik Micro. Robot lebah yang sejak tadi berpura-pura mati itu jelas mendengar apa yang dijelaskan Kepala Sekolah Academy Ruby. Oh, okay, mereka masih punya banyak waktu untuk menanyai Micro. Lagipula, semua pilihan Asisten bukan sesuatu yang buruk. Terlihat dari bagaimana Planet Ruby berjalan dan bertahan menjadi sebuah Planet Surga bagi para Penyihir.
Selama beberapa jam, ketiganya terus berjalan di lorong lembab yang remang-remang. Pencahayaan mutiara malam bersinar redup, memberikan kesan mistis dan suram area yang mereka lewati. Namun, pria Incubus itu jelas tidak ingin mematikan suasana. Selayaknya orang tua, ia banyak berbicara. Sedikit menyingkirkan suasana muram yang melingkupi mereka.
"Tingkat kelahiran Penyihir semakin rendah, saat ini, jumlah murid di Academy Ruby bahkan hanya mencapai 3000 Siswa, dimana kelas Level 1 dan 0 adalah jumlah terbanyak," pria tua itu menghela napas berat. "Ketika menyadari bahwa anak mereka adalah Penyihir, banyak keluarga dan orang tua yang ketakutan, karena itu, mereka akan selalu membawa bayi merah yang baru lahir, ke Academy ini."
Cosmos mengerutkan alis mendengarnya. "Kenapa?"
Pria tua itu tersenyum muram. "Mereka berasal dari keluarga yang lemah, tanpa kekuatan politik atau bahkan ekonomi. Itu sebabnya, ketimbang anak mereka akan direbut oleh para Bangsawan untuk dibesarkan, mereka memilih menyerahkan anak mereka ke Academy. Di sini, anak mereka akan dirawat dan dibesarkan. Para wali dan orang tua anak, tidak akan dilarang untuk mengunjungi anak mereka setiap hari."
Naga perak itu terdiam selama beberapa detik, berpikir. "Area kekuasaan Penyihir Shappire merupakan area kelabu … jadi, orang-orang dari ketiga negara sering pergi ke sini untuk menyerahkan anak mereka?"
"Tidak," Pria Tua itu langsung menyangkal. Menggelengkan kepala dan mulai menjelaskan dengan nada yang lambat. "Beberapa tahun yang lalu, sebelum undang-undang diperkuat, transaksi Jual-Beli anak Penyihir kerap terjadi … Karena area kelabu adalah area di mana perlindungan hukum adalah area paling lemah dan acak, para orang tua miskin dari area kelabu sering mendapati anak mereka diambil begitu saja oleh orang kaya untuk dijual kepada para bangsawan dari ketiga negara."
Jeda beberapa detik. Suara langkah kaki kedua orang Kesatria menggema di sepanjang lorong sempit selebar 2 meter. Namun, ketika pria tua berbelok ke kiri, sebuah tangga menuju ke bawah terlihat. Incubus itu berhenti di ujung tangga, menoleh dan tersenyum ke arah Naga Perak yang mengikutinya.
"Perjalanan kita agak memutar dan panjang, tetapi ini adalah jalan teraman. Beberapa tempat memiliki jebakan yang berbahaya. Karena itu, saya memilih jalan ini. Namun bila Tuan An memiliki opsi lain, saya juga tidak akan ragu untuk mengikuti Tuan,"
Mendengarnya, membuat Cosmos menepuk punggung kecil si kelabu. Sosok yang sejak tadi diam seolah tengah tertidur, sedikit bergerak. Mengangkat kepalanya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri seolah-olah tengah memeriksa jalan.
"Di mana lokasi kita saat ini?" suara seorang anak laki-laki terdengar. Jernih dan lembut, jelas belum pecah menuju kedewasaan. Mendengarnya membuat Felix tersenyum, menatap sosok remaja yang bersembunyi dibalik tudungnya.
"Berada di lantai dasar gedung Tertidur."
Leo membeku. Ia tidak menyangka akan berteleportasi di Gedung Tertidur. Bagaimanapun, Gedung ini digunakan sebagai tempat peristirahatan para tentara. Karenanya, banyak kamar dan juga tempat hiburan. Area Teleportasi menuju gerbang, juga area bertarung untuk melatih tubuh berada di lantai dasar. Namun, untuk turun kembali ke bawah …
Bukankah di bawah sana adalah Ruang Kandang? Beberapa Tentara suka memelihara hewan dan tidak mau terlalu jauh dengan peliharaan mereka. Namun, agar tidak mengganggu yang lain, Leo membuat ruangan khusus dimana setiap Tentara dapat meletakkan peliharaan mereka. Karena itu, ruangannya bernama Ruang Kandang.
Namun … sepertinya fungsi ruangan itu telah berbeda.
Remaja kelabu tanpa ragu membuka Asisten, memamerkan sebuah layar transparan yang melayang-layang. Micro tahu apa yang diinginkan Tuannya, itu sebabnya ia langsung memanipulasi data dan membuat sebuah panah merah melayang ke udara, menunjuk ke sebuah lorong lain.
"Ikuti tanda panah," ujar si kecil, lalu kembali ke dalam posisi semula. Memeluk leher Ayahnya dan menyandarkan kepala ke bahu bidang itu. Nada suara sang remaja terdengar malas seolah-olah baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya.
Melihat tanda panah, Felix mengetahui arah mana yang ingin keduanya lalui. Hal ini membuat pria tua itu ragu. "Tuan Muda An, Tuan An, melalui jalan itu agak … berbahaya," jeda beberapa detik, sepasang iris kelabu menatap ke arah pria Naga. "Mekanisme perlindungan Makam sangat ketat, bagaimanapun, Penyihir Agung lah yang membuatnya, jadi, hingga sekarang … tidak ada yang bisa melewati area itu."
Cosmos merasa bangga mendengarnya.
Penyihir Agung, oh, pria ini jelas membicarakan Putranya! Memuji betapa hebat mekanisme pertahanan yang dibuat Baby kesayangannya. Hal ini membuat sang Naga ingin menyeringai konyol. Namun, ekspresi tenang dan dingin si perak masih tercetak, benar-benar berlawanan dengan perasaannya yang meluap-luap ingin pamer.
"Tidak akan ada masalah," Cosmos tidak berniat menjelaskan. Bagaimanapun, mereka berdua telah mengenakan Bros khusus. Di awal, Leo telah menjelaskannya. Karena itu, pria perak berbalik, berjalan mengikuti anak panah.
Felix mengerutkan alis mendengarnya, tetapi tanpa ragu, ia melangkah mengikuti. Bagaimanapun, anak lelaki itu adalah keturunan dari Penyihir Shappire, jadi … ada kemungkinan mekanisme tidak akan aktif pada keturunan Penyihir Agung, bukan? Karena itu, sekarang, sosok yang semula memimpin jalan telah berganti.
"Lalu, bagaimana dengan sekarang?"
Cosmos mendadak kembali buka suara, membuat pria tua itu menoleh dengan bingung.
"Ya?"
"Bagaimana dengan tingkat penyerahan Penyihir Muda sekarang? Apakah masih setinggi sebelumnya?"
Felix tersenyum. Oh, ternyata melanjutkan ceritanya yang sempat terputus tadi.
"Tentu saja tidak," pria tua itu tersenyum lebih lembut. "Sejak pengambilalihan akun secara merata dan kuatnya hukum yang mulai diterapkan, Academy semakin sedikit menerima para bayi Penyihir. Biasanya, setahun kami dapat menerima lebih dari 100 bayi, tetapi sekarang … kami hanya menerima kurang dari 50 bayi."
Lebih dari 50% penurunan. Cosmos mengangguk, lalu melirik sosok yang masih memeluk lehernya dengan manja.
Ada 3 hal konstan yang selalu Bayi kecilnya lakukan selama di Planet Ilusi selain makan, tidur dan bermanja. Bermain dengan Asistennya setiap malam, bermain ke Hutan untuk berpetualang dan selalu melakukan berbagai macam eksperimen aneh di gua kesayangan mereka. Pada awalnya Cosmos tidak mengerti, tetapi begitu mempelajari beberapa hal, Naga Perak ini tahu bahwa hal-hal yang selama ini ia kira permainan mengisi waktu luang itu, adalah pekerjaan yang tidak bisa bayi kecilnya lepaskan.
Terutama saat meninggalkan gua dan berkeliling Planet, Leo ternyata mengumpulkan dan meneliti bahan mentah untuk eksperimen sambil melatih fisiknya agar lebih kuat.
Kata siapa bocah kecil itu sedang belajar berburu? Jelas bahwa si kecil sedang melatih fisiknya! Bukan hal aneh bila Leo akan selalu mengamuk dan merajuk ketika ia sedang mencoba membunuh seekor hewan atau tanaman berbahaya dan Cosmos terbang untuk membantu bayi kecilnya.
Mengingat kenangan itu, membuat Cosmos tanpa sadar tersenyum kecil dan menepuk-nepuk lembut punggung bayi kecilnya.
Ketig sosok berjalan di lorong yang tidak terlalu panjang. Lebih banyak belokan selayaknya sebuah labirin gelap, tetapi panah merah yang melayang-layang, dengan konstan menuntun para pejalan. Ketika akhirnya mereka keluar dari dalam lorong, sebuah hutan rimbun menyambut penglihatan ketiganya.
Banyak pohon besar dan rumput liar tumbuh, menghalangi jalan, tetapi panah merah dengan keras kepala tetap melayang dan menunjuk ke satu arah.
"Tidak bisa terbang," Felix mengingatkan begitu sepasang sayap perak keluar dari punggung sang Naga. "Terdapat racun yang akan melelehkan apapun bila tersentuh."
Mendengar peringatan itu, membuat Cosmos mendongak, menatap langit yang hampir tertutupi oleh dedaunan lebat hingga membuat cahaya matahari, nyaris tidak bisa menembus. Suasana begitu teduh, tetapi cenderung gelap dengan rimbunnya dedaunan yang menutupi.
Tidak ada aroma aneh yang dibawa udara, tetapi tidak ada serangga yang hinggap atau beberapa hewan kecil di atas pohon yang tinggi, cukup untuk menjadi bukti ucapan pria tua itu.
"Ada gas khusus yang dikeluarkan oleh pohon Mordit, Pohon ini sudah tumbuh lebih dari 1000 tahun dan menutupi hampir seluruh langit-langit hutan Makam. Gas mereka lebih ringan dari oksigen, jadi mengendap di atas oksigen. Tetapi dengan aneh, tidak akan pernah mengurai atau terbang dibawa angin seolah ada pelindung khusus yang mencegahnya," Felix tanpa ragu menjelaskan. Ada kilau kekaguman dari suara yang keluar dari pria tua itu.
"Cara lain adalah dengan melewati semak, tetapi semak di depan kita adalah semak Hirda Semak ini adalah Karnivora dan … memiliki sulur untuk menelan apapun yang menyentuh daunnya. Ini adalah … Hirda terbesar yang pernah kulihat. Kemungkinan, mereka mampu menelan makhluk yang lebih besar dari ukuran tubuhku."
Cosmos melirik pria tua yang banyak bicara itu. "Kau telah mencoba menerobos?"
"Ya," Incubus tua tanpa malu, mengakui. "Jalan teraman yang kutunjukkan, hanya akan membuat kita melihat makam dari jauh. Namun melalui jalan ini, ada kemungkinan untuk memasuki Makam bila berhasil menembus. Tetapi … seperti yang Anda lihat, Tuan. Tempat ini terlalu berbahaya. Baik saya maupun Pendahulu saya, tidak tahu bagaimana cara melaluinya."
Tentu saja mereka tidak bisa, Makam ini ia buat khusus agar ketiga muridnya dapat tertidur dengan tenang, tanpa ada siapapun yang berani mengganggu. Hanya beberapa orang terdekat yang mendapatkan izin masuk dan bebas keluar-masuk Makam. Namun 8000 tahun telah berlalu, tidak jelas ke mana sisa tanda khusus itu. Bukan hal yang aneh bila sekarang, Kepala Sekolah Academy Ruby akan kesulitan untuk mendekati Makam.
Menyingkirkan tudung menutupi kepala, remaja yang sejak tadi diam seolah-olah tertidur itu melepaskan diri dari pelukan Ayahnya. Tindakannya terampil, membuat Incubus agak kaget dan nyaris bergerak untuk menangkap sang remaja yang seolah akan terjatuh mencium tanah. Namun kaki kecil itu justru menapak dengan mantap di atas tanah, mampu menjaga keseimbangannya dengan baik.
"Papa bisa menunggu di sini saja," Leo menoleh, agak mendongak menatap pria jangkung itu.
Mendengarnya, membuat alis si perak terpaut. Jelas tidak setuju membiarkan si kecil pergi sendiri. Namun, beberapa detik kemudian, sang Naga merasakan sebelah tangannya digenggam oleh jemari kecil yang hangat.
"Jangan khawatir, aku tidak akan kenapa-kenapa," nada sang remaja melembut. Tersenyum menenangkan Papanya. Sepasang iris biru gelap yang berkilau penuh dengan harapan, membuat perasaan Cosmos tidak nyaman. "Aku hanya pergi melihat makam selama 3 jam, bila lebih dari itu, Papa bisa menyusulku."
Sang Naga Perak terdiam selama beberapa detik.
Sungguh, ia ingat tujuan utama mereka meninggalkan Planet itu, ingat alasan mengapa putranya sempat jatuh terpuruk dan nyaris kehilangan keinginannya untuk hidup. Hal ini membuatnya panik, sesak, seolah ada benda tumpul yang menyayat hatinya dengan membabi-buta. Sangat … sangat menyakitkan.
Lalu hari ini …
"Aku ingin melihat mereka," suara bocah lelaki itu parau. Sosok mungil, dengan tubuh gemetar dan mata memerah itu mengcengkram erat lengan pemuda yang memeluknya. "Papa … aku ingin bertemu dengan mereka, aku merindukan mereka."
Bayi kecil yang selalu bisa bermanja dan menceritakan ini dan itu, kini menangis. Di tengah malam. Mengeluhkan bahwa ia ingin bertemu … ia ingin orang-orang yang telah mati. Ia ingin menyusul mereka.
Hal ini membuat Cosmos gemetar. Naga perak tidak tahu harus melakukan apa. Bagaimana caranya ia bisa menghidupkan kembali orang yang mati? Sungguh, setiap butir air mata yang meleleh dari sepasang netra biru itu, seperti timah panas yang memanggang hatinya.
Ia marah, cemburu kepada orang-orang mati yang berhasil merebut perhatian bayinya. Namun di luar itu … Cosmos tahu. Ia hanya bisa memeluk tubuh mungil yang tidak henti sesegukan, lalu menepuk-nepuk punggung kecilnya.
"Baby … nanti kita akan bertemu dengan mereka, yah … Papa akan membantu Baby bertemu mereka."
Ia berjanji.
Ya, Cosmos selalu mengatakannya pada setiap malam ketika si kecil di dalam titik terendahnya. Ia telah berjanji kepada putra kecilnya untuk mempertemukan mereka. Dengan orang-orang yang disayanginya. Menyapa, untuk yang terakhir kali dan menyampaikan salam perpisahan.
Jadi hari ini …
"Okay," setuju begitu saja, sosok jangkung itu membungkuk, mencium kening sosok remaja yang jauh lebih pendek. "Hati-hati, Baby … jangan sampai terjatuh."
Leo tersenyum mendengarnya. Remaja itu mengangguk lalu berbalik menatap tanaman merambat yang menjulang menghalangi jalan. Panah merah terang masih melayang-layang. Dengan keras kepala menunjukkan arah makam yang harus dilalui.
Tepat ketika kaki kecil melangkah mendekati tanaman yang padat bak sebuah tembok hijau, secara ajaib beberapa tanaman mulai bergemerisik, bergerak dan berguncang. Tindakan itu membuat jantung Felix mencelos. Tangan tua itu hendak terulur menarik remaja lelaki menjauh, tetapi mendadak, sesuatu seperti dinding transparan mencegah menyentuh remaja kelabu yang berjalan dengan langkah mantap.
Incubus tua membeku, menoleh ke arah Naga Perak dan menemukan sepasang iris emas yang bersinar dingin. "Jangan sentuh Babyku."
"Tetapi Tuan--"
"Biarkan dia pergi," Cosmos menyela, menatap ke depan dan menemukan bahwa dinding tanaman, secara ajaib bergerak menyingkir. Membuat jalan begitu saja untuk tubuh kecil yang ingin melewatinya.
Felix terdiam. Pria tua itu ikut memandang punggung kecil yang menjauh. Alisnya mengernyit. Bagaimanapun, ia tahu seberapa berbahaya tanaman ini, meski secara ajaib mekanisme pertahanan justru tidak berpengaruh kepada remaja kelabu itu, tetap saja. Melihat makhluk kecil cantik, manja dan rapuh dikelilingi oleh hal-hal berbahaya, membuat Incubus tua merasa sangat tidak nyaman.
Kepala Sekolah Academy Ruby gelisah, tetapi melihat sosok jangkung Pemuda di sampingnya sangat tenang, hal ini tidak menyurutkan jantungnya untuk berdebar-debar tidak tenang. Sepasang netra kelabu menatap tanaman merambat yang mulai bergerak-gerak. Menggeliat untuk saling menyulam diri sebelum akhirnya, kembali menyatu menjadi sebuah dinding tanaman yang padat dan kokoh.
Remaja kecil yang berada di dalam sana ... Semoga saja tidak akan ada hal buruk yang menimpanya.