~Rafael~
Saat di tengah perjalan aku menyadari kalau Drea kehilangan kesadaran. Dengan spontan aku menyuruh Alex untuk lebih cepat. Aku benar-benar tidak mau suatu hal yang buruk terjadi kepadanya. Aku tidak mungkin kehilangan dirinya. Rasanya baru saja sesuatu yang baik terjadi kepadaku setelah masalah-masalah yang kuhadapi, dan kebahagianku akan hilang begitu saja. Aku tidak akan pernah menerima hal itu!
Aku mendekapnya lebih erat lagi. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi kepada dirinya, namun setelah semua ini aku harus memberanikan diri untuk bertanya. Aku mengetahui selama ini ada yang tidak beres dengan dirinya, namun aku terlalu pengecut untuk bertanya. Aku terlalu takut jika dirinya menjauh dariku karena aku terus bertanya pertanyaan yang tidak disukainya. Aku sering sekali mencoba untuk bertanya mengenai rahasia-rahasia yang dimilikinya namun dia selalu menghindar dari pertanyaanku.
Memang rasanya tidak enak saat orang-orang mengorek memori lama yang ingin kita lupakan. Aku mengerti hal itu karena aku juga mengalaminya, tapi aku tidak bisa membiarkan jika Drea seperti ini terus. Setidaknya dia harus memberitahuku masalah yang dihadapinya atau apapun itu yang mengganggunya sehingga aku bisa membantunya. Tapi anak ini keras kepala sehingga mau tidak mau saat keadaan sudah membaik aku harus memaksanya untuk memberitahu semuanya.
Sesampai di sana aku langsung membuka pintu mobil dan berlari menuju rumah sakit tanpa menunggu Alex. Suster yang melihat Drea pingsan segera menuntunku untuk menuju ke salah satu ranjang pasien dan aku segera menaruhnya di sana. Setelah menaruhnya di sana aku segera menyingkir karena dokter dan beberapa suster datang untuk memeriksanya.
Salah satu suster menanyaiku mengenai kronologis kejadian mengapa Drea bisa seperti ini dan aku memberikan jawaban seadanya yang aku ketahui. Suster itu menyuruhku untuk mengisi biodata pasien. Saat aku menyerahkannya suster itu sedikit terkejut saat membacanya dan segera pergi entah kemana. Sementara aku kembali memperhatikan sang dokter yang memeriksa Drea.
Tak lama kemudian seorang dokter berlari ke arah kami dan disusul dengan suster yang berlari tadi. Dia pun segera menghampiri Drea dan memeriksanya. Saat sang dokter melihatku dia mengurungkan dirinya untuk memeriksa Drea dan segera membisikan sesuatu kepada salah satu suster, suster itu pun mengangguk dan pergi bersama beberapa orang suster lainnya.
Saat mereka kembali Drea langsung dipindahkan ke salah satu ruangan. Aku pun mengikutinya sampai di depan salah satu kamar rawat inap. Salah satu suter itu melarang aku untuk masuk dan menyuruhku untuk menunggu di luar.
Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi namun aku tahu bahwa itu bukan hal yang baik. Aku belum pernah ke rumah sakit sebelumnya namun aku tahu kalau hal ini benar-benar aneh. Tak lama kemudian Alex pun datang dan duduk di sebelahku.
"Bagaimana keadaan Andre?" Tanyanya sambil menatapku. Aku mengalihkan pandanganku darinya dan memperhatikan jari jemariku.
"Aku tidak tahu. Mereka memindahkannya ke salah satu kamar." Seruku sambil menghela nafas panjang.
"Aku yakin dia akan baik-baik saja Rev." Seru Alex meyakinkanku.
"Semoga saja..." Bisikku.
"Kau harus percaya padanya kalau dia baik-baik saja." Aku pun menganggukan kepalaku mendengar perkataannya. Alex benar aku seharusnya percaya kalau Drea akan baik-baik saja dan tidak berpikiran negatif seperti ini.
Tiba-tiba saja telphone Alex berbunyi dan dia pun mengangkatnya. Selama Alex menelphone, pikiranku kembali memikirkan tentang Andrea. Aku mencoba memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya.
Dia memiliki phobia terhadap petir, dia pernah mengalami kecelakaan saat masih kecil, dan dia memiliki tubuh yang sangat lemah, ditambah lagi dengan chek up rutin yang dilakukannya. Aku mencoba menghubung-hubungkan semua teka-teki ini. Selama berpikir aku menemukan sebuah kejadian yang sedikit aneh.
Hari ini semuanya berjalan dengan normal dan dirinya baik-baik saja. Namun saat hujan turun tiba-tiba saja dirinya terlihat sangat kesakitan. Aku tidak mengerti sama sekali mengapa dirinya tiba-tiba kesakitan seperti itu.
"Rev!" Seru Alex menyadarkanku dari pemikiranku. Aku pun menengok kepadanya.
"Aku akan menjemput teman-teman dan akan pergi ke rumah orang tua Andre untuk memberitahukan mereka tentang keadaannya. Jadi kita akan pergi cukup lama. Kau tidak apa aku tinggal sendiri?" Tanyanya. Aku pun menganggukan kepalaku yakin.
"Tidak apa. Aku dapat menjaga Drea sendirian." Seruku. Alex pun menganggukan kepalanya dan pergi menjeput yang lain.
Setelah Alex pergi aku kembali kepada pemikiranku yang sebelumnya. Tak lama kemudian beberapa suster keluar dari kamar rawat Drea disusul oleh sang dokter dan satu suster lainnya. Dokter itu menghampiriku dan duduk di sebelahku. Aku menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kau pasti temannya Drea kan?" Tanyanya. Aku pun menganggukan kepalaku menjawabnya.
"Saya dokter Jason. Teman papanya Drea sekaligus dokternya." Serunya sambil menjulurkan tangannya kepadaku. Aku pun menerimanya sambil tetap mentapnya dengan tatapan bingung. Aku mengingat kalau Andrea sempat berbicara mengenai dokter Jason saat makan siang bersama papanya.
"Keadaan Andrea baik-baik saja kan dok?" Tanyaku.
"Dia baik-baik saja. Untungnya tidak terjadi sesuatu yang parah. Ngomong-ngomong Andrea sudah menceritakan keadaanya?" Tanyanya. Aku pun menggelengkan kepalaku.
"Begitu... Baiklah. Kalau kau penasaran sebaiknya kau tanyakan kepadanya. Tapi jangan terlalu memaksanya."
"Baik dok." Seruku setengah berbisik. Aku kembali bingung dan kesal karena aku tidak tahu apa-apa mengenai kondisinya saat ini.
"Om mau bertanya. Andrea bisa sampai pingsan seperti itu karena apa?" Aku pun mereka ulang kejadian saat di theme park tadi.
"Awalnya dia baik-baik saja saat kami mengajaknya bermain di theme park. Dia malah terlihat sangat senang dan bersamangat sekali menaiki setiap permainan yang ada." Seruku sambil tersenyum, om Jason pun terkekeh pelan mendengar perkataanku.
"Namun saat kami hendak menaiki wahana berikutnya tiba-tiba hujan turun. Aku sudah memperingatinya dan membujuknya untuk pulang mengingat dirinya yang phobia petir. Namun dia berkeras kepala untuk tetap menaiki wahana berikutnya. Aku pun menyerah dan menuruti keinginannya. Namun saat hujan turun dengan sangat deras dan kita sedang mencari tempat berteduh tiba-tiba saja Drea terdiam dan dia terlihat kesakitan. Dia pun terjatuh ke tanah dan dengan segera aku menggendongnya untuk menemui teman-temanku untuk pergi ke rumah sakit." Lanjutku.
"Baiklah om mengerti sekarang mengapa Drea bisa kesakitan seperti itu. Om tidak mungkin memberitahu semuanya kepadamu karena itu bukan hak om untuk bercerita, tapi om minta tolong kepada kamu. Karena suatu kondisi tertentu dia tidak boleh terkena air, terutama pada bagian kaki. Mungkin kamu tidak akan mengerti sekarang namun om yakin saat Drea sudah menjelaskan semuanya kamu akan mengerti." Serunya dan aku pun hanya menganggukkan kepalaku.
"Tapi Drea tidak menderita penyakit mematikan kan?" Tanyaku secara spontan. Om Jason pun tertawa mendengar pertanyaanku.
"Tentu tidak. Dia baik-baik saja, hanya karena suatu kondisi tertentu dia menjadi seperti itu." Jawabnya.
"Apakah kau sudah memberitahukan orang tuanya?" Tanya Om Jason.
"Teman-temanku yang lain sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Drea untuk memberitahukan orang tuanya." Seruku.
"Baiklah, om akan mencoba menghubungi papanya Drea dan memberitahukan keadaannya." Serunya dan pamit pergi menuju ruangannya.
Aku pun terduduk diam sebentar lalu memberanikan diriku untuk pergi menuju kamar Drea. Aku pun membuka pintu secara perlahan karena takut untuk membangunkannya. Saat aku melihat ke arahnya, dia benar-benar sedang tertidur dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku pun tersenyum kecil melihatnya yang tidur dengan tenang.
Aku berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya. Aku pun menyingkirkan rambut-rambut yang ada di kepalanya. Dahinya sangat basah karena keringat dan juga bekas air hujan. Aku berinisiatif untuk mengambil sebuah handuk yang terdapat di nakas yang ada di sebelah tempat tidur dan mengelap keringatnya secara perlahan. Aku benar-benar berharap agar dia cepat sadar. Aku benar-benar penasaran mengenai dirinya dan semua hal tentangnya. Aku pun tertidur tanpa sadar sambil memikirkan tentang Andrea.
Aku pun terbangun karena sebuah sentuhan di wajahku. Aku sangat senang sebab hal pertama kali yang kulihat setelah membuka mata adalah mata hitam yang sangat cantik yang melihat ke arahku dengan senyum di bibirnya.
"Hai.." Serunya pelan sambil tetap tersenyum manis dan tetap mengelus-ngelus pipiku. Aku pun mendekap tangannya yang ada di pipiku dengan tanganku dan menutup mataku untuk menikmati sensasi dari tangannya yang halus. Dia terkikik melihat tingkah lakuku.
"Hai.." Kataku sambil membuka mataku.
"Kau tahu seberapa khawatir diriku saat melihat kau kesakitan tadi." Seruku kesal kepadanya karena dirinya tidak mendengarkanku.
"Maaf membuatmu khawatir." Serunya sambil memandangku dengan pandangan menyesal. Aku pun menghela nafas panjang.
"Jangan seperti ini lagi. Kau benar-benar membuatku takut." Seruku sambil melapaskan genggaman tanganku darinya. Dia terlihat sedikit kecewa saat aku melepaskan tanganku, namun kuurungkan niatku untuk kembali memegang tangannya.
"Kau sudah merasa baikan?" Tanyaku cemas. Dia menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku sudah tidak apa-apa Raf." Serunya lembut.
"Kau memerlukan sesuatu?" Tanyaku spontan.
"Boleh tolong ambilkan aku segelas air." Pintanya. Aku pun segera bangkit dan berjalan ke arah meja dan menuangkan segelas air untuknya. Aku kembali ke Andrea dan membantu mendudukan tubuhnya. Dia langsung menegak habis air yang kuberikan.
"Thanks Raf!" Serunya sambil menyerahkan gelas dan kembali bersandar di kepala ranjang.
"Ada lagi yang kau perlukan?" Tanyaku. Dia pun menggelengkan kepalanya dan kembali berbaring.
"Apakah yang lain mengetahui tentangku?" Tanyanya sambil menatapku dengan perasaan khawatir. Aku pun menganggukan kepala sambil berjalan kembali dan duduk di tempat semula.
"Alex dan aku yang mengantarkanmu kemari. Sekarang mereka sedang pergi ke rumahmu untuk memberitahu kedua orang tuamu." Tuturku.
"Apakah dokter yang merawatku adalah om Jason?" Tanyanya. Aku menganggukan kepala dan entah mengapa dia terlihat lega setelah mengetahui bahwa om Jason yang merawatnya.
"Soal tadi... Maaf karena aku tidak menuruti perkataanmu. Kalau saja aku menurutinya hari ini tidak akan berakhir seperti ini." Serunya menyesal.
"Jangan mengulanginya lagi, oke?" Seruku dengan tegas. Dia pun menganggukan kepalanya dengan senyum menyesalnya.
Aku menghela nafas panjang. Aku benar-benar tidak bisa marah kepadanya. Terjadi keheningan yang cukup lama diantara kami. Tidak seperti biasanya aku merasa tidak nyaman dengan keheningan ini. Sepertinya Drea juga merasakan hal yang sama karena semenjak tadi aku melihat dia gelisah.
"Drea.... Kenapa kau bisa pingsan seperti itu...?" Tanyaku secara perlahan. Aku mencoba untuk mengungkap semua rahasianya hari ini. Memanfaatkan waktu berdua kami.
"A...Aku.." Dia sangat gugup sekarang dan aku tahu dia mencoba untuk menghindari pertanyaanku lagi. Karena kesal aku mencoba untuk jujur kepadanya.
"Karena aku yakin kau akan menghindari pertanyaanku. Aku akan mencoba jujur kepadamu sekarang." Seruku memotongnya. Dia terlihat kaget dan ketakutan saat aku berkata seperti itu namun dia tetap diam dan tidak berkata apapun dan menungguku untuk melanjutkan perkataanku.
"Sebenarnya dari awal aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dari kami. Awalnya aku tidak akan memaksamu untuk bercerita kalau kau belum siap. Namun karena kejadian hari ini aku tidak akan membiarkan hal itu. Setidaknya kau harus memberitahuku apa yang terjadi dengan dirimu sehingga aku bisa membantumu." Seruku frustasi.
Aku pun melihat ke arahnya dan dia terlihat sangat ketakutan dan bingung. Dia hendak berkata sesuatu namun entah mengapa dia mengurungkan niatnya dan kembali mengatupkan mulutnya lagi.
"Tadi dokter Jason memintaku untuk menjagamu. Dia bilang kau tidak bisa terkena air, terutama dibagian kakimu. Itu yang menyebabkan kau seperti ini. Aku tidak tahu mengapa kau tidak bisa terkena air dan aku tidak mengerti kenapa kau bisa kesakitan hanya karena terkena air. Namun aku yakin ada alasan dibalik itu." Seruku sambil menatapnya lekat-lekat meminta penjelasan darinya.
"A..Aku.. Aku bisa menjelaskan semuanya.... Hanya saja..." Dia memutuskan perkataannya.
Tiba-tiba saja pintu terbuka dan orang tua Andrea pun memasuki kamar dan segera mendekati putri mereka. Aku pun bangun dari tempat dudukku dan pergi menemui teman-temanku yang ada di luar kamar Drea. Aku tidak mungkin tetap berada di sana, sementara kedua orang tuanya ada di dalam. Aku sedikit kesal karena mereka datang di saat yang tidak tepat.
"Dia baik-baik saja kan?" Tanya Kyla setelah menyadari keberadaanku.
"Dia baik-baik saja. Kau tenanglah." Seruku. Dia menghela nafas lega dan tersenyum setelah mengetahui sahabatnya baik-baik saja.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia bisa sampai seperti itu?" Tanya Aldo penasaran. Aku pun duduk di sebelah Kyla sambil mentap Aldo.
"Aku sendiri juga tidak mengerti mengapa dia bisa kesakitan seperti itu. Awalnya dia terlihat bahagia dan baik-baik saja, namun saat hujan turun dan kita sedang mencari tempat untuk berteduh tiba-tiba saja dia memintaku untuk berhenti dan dia terlihat sangat kesakitan." Seruku sambil menutup mataku dan mereka ulang kejadian itu di kepalaku.
"Mungkin dia kelelahan." Seru Tio tiba-tiba.
"Mungkin saja." Seruku.
Aku tahu kalau Drea sakit seperti ini bukan karena kelelahan namun aku tidak mau memberitahukan apa yang ku ketahui. Aku tidak mau memberitahukan kepada mereka karena aku tidak mau membuat mereka cemas dan aku belum memastikan semuanya.
Aku menghela nafas panjang karena sepertinya rencanaku untuk mengorek semua rahasianya gagal. Aku tidak akan mendesaknya lagi setelah ini karena aku yakin dia akan menjauhiku. Mau tidak mau aku harus menspekulasi semuanya dan menerka-nerka.
"Kau terlihat sangat kacau Rev. Mau kutemani membeli minuman hangat di kantin rumah sakit?" Tawar Alex yang melihatku seperti ini. Aku pikir sebuah minuman hangat dapat membantuku berpikir saat ini.
"Baiklah." Seruku sambil berjalan mendahuluinya menuju kantin. Untung saja teman-teman yang lain tidak mengikutiku, mereka memilih untuk tinggal dan bertemu dengan Drea.
Untung saja kafetaria rumah sakit sudah sepi karena waktu menunjukan pukul 9 malam. Aku segera duduk di salah satu bangku yang ada sementara Alex membeli sebuah coklat hangat untukku dan kopi untuk dirinya dimesin kopi yang tersedia di sini. Alex pun kembali dan duduk di sebelahku. Aku menghirup aroma coklat panas dan aroma serta kehangatannya menenangkanku.
"Kau selalu berusaha menyelesaikan semuanya sendiri Rev." Seru Alex tiba-tiba. Aku pun melihat ke arahnya sambil mengangkat salah satu alisku.
"Aku tahu kau sedang banyak pikiran saat ini, dan seperti biasa kau selalu menyelesaikan semuanya sendiri dan merasa yang paling bertanggung jawab. Kau dan Aldo selalu seperti itu." Serunya sambil menunjukkan telunjuknya ke arahku.
"Sifatmu dan Tio yang tidak berpikiran panjang juga sama." Seruku membalas perkataannya.
"Aku mengakui hal itu. Intinya kadang-kadang membiarkan semuanya berlalu begitu saja mengikuti arus bisa berguna. Seperti kami. Kau jangan terlalu memikirkan semuanya secara berlebihan Rev. Kau hanya akan melelahkan dirimu sendiri." Tuturnya.
"Mungkin kau benar. Aku terlalu banyak berpikir." Akuku.
"Sangat banyak berpikir." Serunya sarkastik. Aku pun tertawa karena hal itu.
"Thanks man!" Seruku, dia pun membalas dengan menangkat gelasnya dan tersenyum kepadaku.
"Sebaiknya kita pulang sekarang. Sudah terlalu larut." Serunya sambil berdiri dan berjalan menuju tempat sampah.
"Kau benar. Kita semua pasti sangat lelah saat ini." Kataku menyetujui pendapatnya.
Kami pun kembali ke atas dan mengajak yang lain untuk pulang dan mereka pun setuju. Kami pun pamit kepada orang tuanya Andrea dan juga kepadanya. Setelah itu kami kembali ke mobil Alex.
Aku pun memilih untuk berada di belakang setir. Kurasa jika aku berada di bangku penumpang aku yakin pikiranku akan memikirkan tentang dirinya lagi. Untung saja Alex mengizinkanku untuk menyetir mobilnya.
Setelah mengantar Kyla dan Tio kami pun sedang dalam perjalanan menuju rumah Aldo. Alex berada di depan bersamaku sementara Aldo berada di kursi tengah. Alex sudah tertidur sekarang sehingga mau tidak mau aku menginap di tempatnya atau dia yang menginap di tempatku.
"Apakah kau merasa ada yang aneh dengan Andrea?" Tanya Aldo secara tiba-tiba.
"Apa maksudmu?" Tanyaku. Aku sebenaranya mengerti mengapa dia bertanya seperti itu, namun jika aku langsung menjawab pertanyaannya aku yakin dia akan semakin curiga kepada kondisinya.
"Entahlah. Aku hanya merasa dia menyembunyikan sesuatu." Serunya. Dan itu adalah perkataan yang sama yang kuucapkan tadi.
"Dan aku merasa sedikit aneh dengan dirinya yang kesakitaan hari ini." Lanjutnya. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku.
"Aku tidak tahu apa-apa Do. Jadi aku benar-benar tidak tahu harus berkomentar apa." Jawabku. Sejujurnya aku mengetahui lebih daripadanya.
"Kau benar. Hanya saja aku merasa ada sesuatu yang ganjil di sini." Serunya sambil menghela nafas panjang.
"Sejujurnya aku juga merasa curiga dan khawatir kepadanya." Kataku kepadanya aku berusaha untuk terbuka kepada Aldo.
"Perasaan kita sama berarti. Aku hanya berharap dirinya tidak apa-apa." Seru Aldo.
"Penyakit kalian mulai kambuh lagi." Seru Alex yang terbangun. Aku dan Aldo hanya tertawa mendengar perkataannya.
"We can help it, you know!" Gerutuku. Aku benar-benar tidak bisa terlepas dari kebiasaanku yang selaku berpikir berlebihan seperti ini.
"Kalian selalu mementingkan orang lain secara berlebihan. Aku yakin kalau kau sudah jadian dengan Drea kau akan sangat protektif kepadanya. Bahkan mungkin aku bisa berpendapat kau sudah sangat protektif kepadanya." Komentar Alex.
"Kurasa kau benar. Tapi itu membuktikan kalau aku sangat sayang kepadanya." Balasku.
"Kalian benar-benar telah berubah karena wanita." Komentar Aldo.
"Kau akan merasakannya saat kau sudah menemukan wanitamu." Seru Alex. Aku pun menganggukan kepala menyetujui perkataannya.
Keheningan terjadi diantara kami, dan kami pun kembali kepikiran kami masing-masing. Aku kembali memikirkan tentang Andrea dan aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan kepadanya. Haruskah aku tanyakan hal ini kepada salah satu anggota keluarganya? Dia benar-benar membuatku pusing.
"Kau sepertinya sedang banyak pikiran Rev." Seru Aldo sambil mengamatiku dari cermin yang ada di depan. Aku pun menghela nafas panjang. Sepertinya aku tidak dapat memikirkan semuanya sendiri.
"Aku mau memberitahukan kalian sesuatu tentang Andrea. Namun aku minta kalian keep this thing from Tio and Kyla." Seruku. Mereka pun menganggukan kepala setuju.
"Kalau begitu bagaimana kalau kita menginap di tempat mu saja." Usul Alex. Aku pun menganggukan kepala menyetujuinya.