"Kiekkk!" jerit goblin lain saat dia jatuh.
Menunjuk target selanjutnya dengan grimore di tangan, Akuji segera melanjutkan ke goblin yang tersisa. Dia telah berburu selama beberapa saat dan kini berada di level .
'Yah, kurasa ini hasil yang cukup baik?' pikirnya bertanya-tanya. Namun, pikiran itu bahkan tidak mengganggunya sedikit pun.
Setelah pertemuan dengan goblin pertama, Akuji mengalami waktu yang lebih sulit sejak goblin-goblin yang dia temui selanjutnya sering kali berpasangan, biasanya terdiri dari dua atau tiga individu. Dan sekarang, mungkin karena keberuntungan sedang tidak berpihak ke sisinya, Akuji menghadapi lima goblin secara bersamaan.
Dua diantara mereka telah jatuh, menyisakan Akuji dengan tiga goblin, satu dengan busur, dan satu dengan tombak, sementara yang terakhir adalah yang paling mengganggu Akuji, dia menggunakan pedang besar. Goblin itu tampak lain dengan tubuh yang lebih besar dari goblin lain tapi Akuji tahu itu bukan hobgoblin sejak nama yang ditampilkan monster tersebut masih merujuk sebagai goblin.
Jika itu saja, Akuji tidak akan terlalu merasa sulit hanya saja gaya goblin tersebut keluar dari norma umum. Dia menggunakan pedang besar, salah satu senjata jarak dekat dengan kekuatan serangan tertinggi dengan sifat defensif. Membuat Akuji ingin berteriak, 'Di mana keganasan pengguna pedang besar!' dengan lantang.
Hanya saja, Akuji tahu jika dia berbicara sekarang mungkin hanya akan membuat suara erangan keluar dari mulutnya. Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia sendiri masih dapat terus bergerak menghindari serangan balasan goblin itu di tengah rasa sakit dan luka yang dideritanya. Sejak level goblin itu sendiri lebih tinggi dari Akuji, ditambah dengan pedang besar itu, dia tahu bahwa kemungkinan dia tersapu hanya dengan satu serangan bukannya tidak mungkin.
Swoosh!
Sapuan pedang besar bersiul ke arah Akuji, berkilau dengan cahaya suram yang menandakan bahwa itu adalah sebuah skill, tidak menyisakannya ruang untuk mengelak. Seolah yakin dengan kemenangannya, goblin itu memiliki wajah selayaknya tengah tersenyum percaya diri. Namun, tubuh Akuji segera bergerak cepat, berguling dan berpindah hanya satu meter, dengan tepat menghindari serangan tersebut. Meninggalkan goblin itu dalam kebingungan.
"Magic Flare!" panggil Akuji cepat, segera menindaklanjuti bukaan yang goblin itu berikan karena ketidakmungkinan yang telah dia lakukan. Dan harus Akuji akui, kecerdasan goblin di depannya cukup tinggi.
Sebelumnya goblin itu dapat memerintahkan goblin lain hingga membuat Akuji merasa sulit untuk bahkan menjatuhkan satu diantaranya, dan meski dua goblin telah berhasil dijatuhkan, goblin-goblin itu terus memojokkan posisi Akuji. Sejak goblin itu memiliki pedang besar, dia dapat menangkis serangan Akuji secara efektif dengan teknik defensifnya. Jika itu adalah perisai, Akuji akan tetap menyerang tapi karena pedang besar adalah salah satu senjata dengan kekuatan serangan tertinggi dia tidak berani bertindak ceroboh.
Akuji telah beberapa kali mencoba mengelabui goblin di depannya tapi seolah goblin itu tahu gerakan apa yang tidak mungkin Akuji lakukan, dia selalu gagal. Setidaknya, sampai sekarang di mana Akuji melakukan apa yang dianggap tidak mungkin sebelumnya.
Dengan dia berada di level 6, Akuji telah mempelajari Magic Flare dan Mana Recharge sejak jumlah konsumsi mananya semakin meningkat dan tidak dapat mengikuti rasio penggunaan. Dan dia masih memiliki 2 poin skill tersisa tapi dia sendiri masih ragu untuk mempelajari Cut Spell atau meningkatkan skill lain dan memilih untuk meninggalkannya.
Setidaknya sampai beberapa saat lalu sebelum dia mempelajari Evasion, skill yang bahkan hampir tidak pernah ada dalam pikirannya sampai saat ini.
'Sepertinya bukan tanpa alasan ini disebut sebagai skill wajib.' Akuji mendesah.
Efek dari Skill itu sendiri sederhana, membuat pemain dapat menghindari serangan apa pun saat bergerak walau membutuhkan waktu penggunaan akurat sejak durasi 'penghindaran' itu sendiri tak mencapai satu detik. Dan Akuji sendiri tidak mengalami masalah dalam keakuratan.
Magic Flare jatuh, mengumpulkan kekuatan elemen di sekitar tubuh goblin dan meledakkannya. Sejak Skill ini sendiri tidak memerlukan casting, bahkan jika itu lambat dibanding Skill yang dimiliki petarung jarak dekat itu cukup bagi Akuji saat ini. Kekuatan elemen meledak, tapi ketidakberuntungan tengah berada di pihak Akuji, itu hanya menimbulkan beberapa es kecil terbentuk di kaki goblin, menandakan bahwa dia hanya melambat tapi ...
"Kiekkkkkk!"
... Postur goblin tersebut yang selama ini dijaganya jatuh. Mungkin karena ketidakseimbangan yang tiba-tiba dia alami?
Akuji tidak tahu dan hanya memanfaatkan waktu ini untuk menyerang. Melepaskan serangan normalnya secara beruntun untuk memulihkan mananya, memulihkan sedikit, sangat sedikit mananya di tiap serangan dasar yang dia berikan. Hanya ini satu-satunya jalan untuk Akuji memulihkan mananya sejak dia tidak mungkin menggunakan Mana Recharge atau mengandalkan pemulihan alami dalam kondisi ini.
"Elemental Arrow!" panggil Akuji, mengarahkan serangannya ke goblin itu tapi gagal sejak castingnya telah diganggu oleh sebuah panah yang bersiul.
Mendecakkan lidahnya, Akuji melirik goblin pemanah di sudut pandangnya sebelum mengalihkan serangan ke goblin bertombak. Target yang Akuji rasa termudah walau dia tahu bahwa tetap tidak akan semudah itu sejak dua goblin lain akan selalu mengganggunya.
Proyektil demi proyektil sihir segera terlempar, meledak dengan cepat ke arah goblin tersebut. Akuji hanya berencana menggunakan cara sederhana untuk menghadapi situasi ini, seperti apa yang dia lakukan sebelumnya, taktik gerilya.
Akuji berniat untuk terus memukul goblin itu dengan sesekali melemparkan Magic Flare yang tidak mungkin akan dapat diganggu sebelum segera mundur saat bahaya mengancamnya. Taktik ini akan membutuhkan jumlah konsumsi stamina tak sedikit, membuat Akuji bersyukur atas ikat rambut yang dia terima sebelumnya.
Bahkan jika goblin-goblin itu secara mengejutkan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap pola serangan semacam ini, mereka masih tidak dapat menemukan cara tepat untuk menghadapi Akuji.
"Bogu guga kakiek!" teriak goblin dengan pedang besar, pemimpin dari kelompok goblin tersebut menunjuk Akuji.
"Kau tidak akan bisa menangkapku lagi." Akuji menjawab meski tidak tahu apa yang goblin itu bicarakan. Tapi satu hal yang dengan jelas terjadi, posisi goblin itu berubah, tidak terlalu jauh atau terlalu dekat terbentuk. Dan dengan goblin pemanah berada di tengah bantuan akan dapat segera diberikan.
'Sepertinya mereka semakin pintar?' Tatap Akuji pada formasi itu dan mengaktifkan Swift Run.
Bahkan jika itu memang terjadi, Akuji tidak terlalu memikirkannya. Meminum ramuan lain yang telah dia siapkan, dia mulai menyerang sejak hanya itu yang dapat dia lakukan. Serangan demi serangan Akuji luncurkan, dibalas dengan beberapa tusukan tombak dan siulan anak panah, sementara goblin pengguna pedang besar tetap berdiri di sisi pemanah sembari memberi perintah sesekali.
Namun, hanya itu yang terjadi dan meski Akuji terlihat seolah tengah ditekan, situasi ini jauh lebih baik daripada saat mereka masih berlima. Membuat Akuji dapat menghindari sebagian besar serangan.
Mengaktifkan Swift Run sekali lagi, Akuji mengambil jarak dan bersiap memulai casting Elemental Arrow sejak goblin di depannya telah terpancing keluar dari zona dukungan. Namun, seolah ini yang selama ini ditunggunya, goblin pengguna pedang besar menutup jarak dengan cepat, mulai mengayunkan pedangnya ke bawah dengan kilauan suram. Tak menyisakan tempat untuk menghindar.
Bahkan jika Akuji dapat melakukan Evasion, goblin bertombak akan segera menutup celah yang ada. Benar-benar menutup semua kemungkinan Akuji untuk lari.