webnovel

AnTaRa a Forbidden Love

Between Him and Us versi Non LGBT+ Menikah dengan sepupu sendiri apakah bisa disebut cinta terlarang? Bagaimana jika pernikahan itu terjadi karena paksaan, bukan didasari oleh cinta? Begitulah yang dialami oleh Tara, yang terpaksa menikahi sepupunya –Anne-, meski tanpa cinta. Cinta yang tidak pernah tumbuh dalam pernikahannya membuat Tara memutuskan untuk mendua dengan seorang wanita cantik bernama Rainy. Akankah Tara mampu menyembunyikan pernikahannya dengan Anne dari Rainy, dan apakah Tara bisa dengan tega menunjukkan kepada Anne kalau dirinya telah mendua? . . IG : @puspasariajeng

Ajengkelin · 现代言情
分數不夠
23 Chs

Menikahlah Denganku

"Before God, parents and the witnesses, I, Tara Farel Hermawan, with all my heart and with all my soul has chosen you, Anne Andinia, to become my wife. I promise to always be loyal to you in luck or unfortunate, in joy and sorrow, when healthy and also sick, with all your strengths and weaknesses. I will always love and honor you in all my life."

***

Tara berlari mengikuti kerumunan tim medis yang telah membawa adik sepupu nya –Anne- menuju ke IGD. Air matanya terus berjatuhan, merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Anne. Sebuah kecelakaan yang menimpa Anne, membuat Tara tidak memberikan celah untuk memafkan dirinya sendiri.

"Tara!"

Tara Farel Hermawan, nama lengkap dari pria yang kini tengah duduk dengan tangan bersimpuh di atas paha. Ia menoleh ke arah sumber suara, terlihat sang Ayah –Hermawan- berlari dengan tergesa menuju ke arahnya.

"Tara, bagaimana keadaan Anne?" tanya Hermawan, juga panik.

"Masih ditangani oleh dokter, Yah," jawab Tara, tidak mampu menyembunyikan kepanikkannya.

Sebuah kecelakaan menimpa Anne dalam sebuah perjalanannya menuju ke kafe yang sudah dijanjikan oleh Tara. Tara mengajak Anne bertemu karena sebuah permintaan dari sang Ayah, yakni mengajak Anne untuk membicarakan mengenai pernikahan mereka. Tanpa lamaran, tanpa cinta, Tara dipaksa untuk menikahi adik sepupunya karena suatu hal.

Tara menolak keras untuk dijodohkan dengan Anne, karena menganggap menikah dengan sepupu sendiri adalah sebuah larangan. Namun keduanya sama sekali tidak memiiki hubungan darah, yang sama sekali tidak masalah jika mereka menikah.

Kini Tara tengah berdiri di depan pintu ICU, dimana Anne masih terbaring lemah dan tak sadar. Ia menunduk merasa bersalah karena mengajak Anne bertemu tanpa menjemputnya. Ia membiarkan Anne datang sendiri dengan kendaraan umum.

Masih teringat jelas dalam ingatan, senyum Anne dari kejauhan, dimana ia tengah berdiri di sebuah halte dan hendak menyeberang untuk menyusul Tara yang sudah tiba lebih dulu di kafe tersebut.

Anne melambaikan tangannya pada Tara, namun Tara hanya berdiri melihatnya, tanpa membalasnya. Anne masih saja tersenyum dan ia melangkahkan kakinya untuk menyusuri zebra cross, menyeberang jalan.

Namun sayang, sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, tidak memedulikan lampu lalu lintas yang sedang memberi arahan kepada para penyeberang jalan untuk segera menyeberang. Mobil itu melintas dan menabrak banyak orang tanpa ampun, termasuk Anne yang berada dalam kerumunan orang yang sedang menyebrang jalan.

"Anne …!!!"

***

Anne membuka matanya, namun kembali ia pejamkan. Rasa dingin membuat tangannya kaku dan sulit untuk digerakkan.

"Urgh!" erang Anne, berusaha menggerakkan anggota tubuhnya, sangat takut kalau dirinya akan lumpuh.

"An? Kamu sudah sadar?"

Anne kembali membuka matanya, melihat sosok tampan seorang pria yang kini ada di hadapannya. Pria yang selama ini selalu ada dalah hari-harinya. Pria yang membuatnya jatuh hati, namun tak pernah berani ia utarakan karena status mereka sebagai saudara sepupu.

"T—ta—ra …," ucap Anne terbata.

"Jangan banyak bicara dulu. Kamu harus pulih, Anne," tutur Tara, menggenggam kedua tangan Anne dan memberikan kecupan pada punggung tangan adik sepupu nya itu.

Anne menggigit bibir bagian bawahnya. Ia hanya mampu tersenyum tanpa membalasnya dengan perkataan. Ia merasa masih sangat lemah dan masih memerlukan waktu untuk pulih dari kondisinya saat ini.

***

Masa pemulihan Anne memakan waktu yang cukup lama. Setiap hari Anne selalu ditemani oleh Tara di rumah sakit. Pria yang menjadi pewaris tunggal perusahaan milik sang Ayah itu terlihat tulus dan juga sabar, menjaga dan menemani Anne selama di rumah sakit, hingga sembuh dan dipulangkan.

Sejak kecil, Anne dan Tara memang kerap bersama. Namun karena sepupu menjadi pembatas kedekatan mereka, membuat Anne memilih untuk menahan rasa sukanya kepada Tara. Hingga suatu waktu kehadiran Hermawan dan Tara ke rumah untuk melamarnya, jelas membuat Anne terkejut dan tidak percaya, apalagi Ia dan Tara juga meyakini kalau ada larangan pernikahan antara saudara sepupu.

"Kalian tidak sedarah. Jadi tidak masalah jika dinikahkan," ujar Hermawan, terlihat begitu menggebu untuk menjadikan Anne sebagai menantunya.

Sayang, keputusan Hermawan ternyata bertolak belakang dengan keinginan Tara. Anne mendapat pesan dari Tara untuk datang ke sebuah kafe, karena ada hal penting mengenai perjodohan mereka yang ingin dibicarakan hanya empat mata.

Sayangnya, kecelakaan massal menjadikan Anne sebagai salah satu korbannya dan kini ia baru kembali ke rumah dengan keadaan yang belum sembuh total.

Cklek

Tara membuka pintu kamar Anne dan membantu Anne untuk berjalan masuk ke kamar, dengan menuntunnya.

"Di sini saja," ucap Anne, ingin duduk di tepi tempat tidurnya.

"Anne, apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Tara menawarkan pertolongan kepada Anne.

"Hmmm … sepertinya tidak ada. Sebaiknya kamu kembali dan beristirahat. Kamu sudah terlalu banyak menguras energi untuk menjaga dan menemaniku selama di rumah sakit," tutur Anne.

Tara duduk berlutut di hadapan Anne dengan menengadah, menatap wajah pucat gadis yang sudah belasan tahun menjadi orang terdekatnya.

"Jika kamu berkenan, aku ingin mengajakmu ke taman akhir pekan ini, Anne …."

"Hmmm … apa ada hal serius yang ingin dibicarakan?" tanya Anne, menangkap ada sesuatu yang berbeda dari raut Tara. "Jika itu tentang pernikahan, kita tidak perlu menikah saja, Tara. Kamu bisa menikahi perempuan lain untuk memenuhi permintaan Paman Hermawan."

***

Tara duduk dengan tangan yang bersimpuh di atas pahanya. Ia menunduk, menunggu kedatangan Anne, sesuai dengan janji temu yang telah mereka buat.

"Tara? Maaf membuatmu menungu terlalu lama."

Tara menoleh, menengadahkan kepalanya. Melihat kehadiran Anne yang kini duduk di sampingnya.

"Ada apa, Tara?"

"Anne, jadilah pasanganku."

"Hm?!"

"Jadi pasangan suami istri. Hmmm … kita menikah," tutur Tara lagi, namun ia terlihat gugup dalam bicaranya.

"Tapi Tara—"

Tara menyambar bibir Anne, ingin membuat Anne diam dan tidak banyak protes. Matanya terpejam, berusaha menikmati ciuman pertamanya itu. Namun Tara sama sekali tidak merasa ada desiran darah yang mengalir begitu deras dan jantung yang berdegup sangat kencang. Semuanya sama saja, begitu datar, tidak terasa getaran apa pun. Sedangkan Anne masih terperanga, benar-benar heran dengan apa yang terjadi pada pria bernama lengkap Tara Farel Hermawan.

Tara membuka matanya, melepas pagutan yang sudah beberapa detik menyatu di bibir Anne.

"T—Tara?"

"Anne … menikahlah denganku … s—siapa tahu, nanti aku bisa jatuh cinta padamu," ujar Tara.

Anne terkekeh, ia merasa apa yang dikatakan oleh Tara itu hanyalah sebuah candaan yang menurutnya sama sekali tidak membuatnya terhibur. Apalagi yang dibicarakannya adalah perihal pernikahan. Sesuatu yang sangat sakral, yang menurutnya hanya bisa dilakukan satu kali seumur hidup.

"Aku menyukaimu sejak lama, Tara. Tapi aku sadar kalau kita ini adalah saudara sepupu. Aku juga tidak pernah meminta atau menuntut kamu untuk membalas bahkan sampai memintaku untuk menikah denganmu, Tara."

"Tidak ada pilihan lain dalam hidupku untuk mencari pasangan. Jika itu bukan kamu, tidak akan ada yang lainnya lagi, Anne …."