webnovel

Angkasa dan Lily

Simpan dulu di coll kalian, siapa tahu suka^^ 18+ di vol2 * Kamu tahu? Lily itu gak akan bisa tumbuh di Angkasa. Kenapa? Karena Lily gak diciptakan untuk Angkasa. Aku tahu, Lily memang gak bisa bertahan hidup di Angkasa. Dan Lily memang gak diciptain buat ada di Angkasa. Tapi Lily akan buat Angkasa jadi milik Lily. Mereka adalah dua hal yang sangat tidak mungkin untuk bersama, namun takdir menjadikan mereka bertemu dan menjadi dekat. Lalu menjauh dan menjadi dekat kembali. * Jika kalian suka cerita yang ringan, silahkan mampir ya :)) Ini cerita remaja yang dibumbui dengan bumbu istimewa atau tidak biasa Dan merupakan cerita pertama yang aku terbitkan di Webnovel Vol 1 : 1-295 Vol 2 : 296-sekarang Cover by apgraphic_ Terima kasih! mohon dukungannya! Chuuby_Sugar

Chuuby_Sugar · 青春言情
分數不夠
443 Chs

49. Keluar dan kunci pintunya dari luar

Dari hari dimana Angkasa, maksud Lily Sky Flower menyatakan cinta di acara premiere filmnya. Lily menjadi pusat perhatian satu sekolahnya, dimanapun Lily melangkah maka setiap pasang mata yang melewatinya akan menatap Lily.

Saat Lily melangkahkan kaki keluar sekolah, maka semua wartawan yang berkeliaran disekitar sekolah akan mengerubungi Lily bagai semut yang mencium bau makanan manis. Beruntung kemarin Lily dijemput papanya dan dipaksa untuk datang ke psikiater, setidaknya Lily bisa menghindarinya. Entah bagaimana sore nanti.

Sialnya para wartawan itu bodoh tidak mengenali Angkasa yang menyamar. Jadi hanya Lily yang di kejar-kejar wartawan. Mengesalkan.

Dibalik itu semua, anak-anak satu sekolah tidak ada yang berani mendekati Lily. Alasan pertama mereka mungkin merasa gengsi, terlebih selama ini mereka suka menghina Lily. Sekarang disaat Lily berada di posisi puncak tidak ada yang berani bertanya tentang Sky Flower pada Lily.

Yuli, Rena dan Doni yang sudah tahu Angkasa adalah orang dibalik Sky Flower merasa tenang-tenang saja. Mereka malah tidak menyangka, bahwa satu sekolah tidak ada yang menyadari bahwa Angkasa adalah Sky Flower.

Lihatlah sekarang, mereka masih duduk dengan tenang tanpa ada gangguan, bersama si cupu Angkasa.

"Sa, aku mau kulit ayam." Angkasa mengernyit, sekarang mereka sedang tidak makan di restoran cepat saji melainkan kantin sekolah yang makanannya hanya itu-itu saja.

"Gak ada Ly." Lily merengut, memang tidak ada makanya Lily memintanya.

"Lagian aneh-aneh aja lo minta kulit ayam di kantin sekolah." Komentar Doni yang diangguki setuju oleh Yuli dan Angkasa.

"Ada kok, tapi kulit ayam goreng bukan ayam crispy." Bela Rena, membuat mata Lily yang berbinar kembali meredup karena tidak sesuai harapannya.

"Ngeselin ih."

"Nanti deh pulang sekolah aku beliin deh. Mau gak?" Tawar Angkasa, dengan segera Lily mengangguk senang.

"Lily aja nih? Kita enggak?" Sindir Yuli, lama-lama gerah melihat interaksi uwu Angkasa dan Lily. Dia kan juga pengen. Awas saja jika Doni dan Rena ikut-ikut meninggalkannya sendirian.

"Tapi kamu gak ada pemotretan Sa?" Tanya Lily ingat kalau setiap pulang sekolah Angkasa bukanlah pengangguran sepertinya.

"Ada sih, cuma sebentar. Mau ikut?" Angkasa sungguh berharap Lily bisa ikut dengannya dan menemani aktivitasnya.

"Nggak mau. Aku malu dilihatin banyak staf." Tolak Lily, cukup di sekolah saja Lily menjadi pusat perhatian.

"Ya udah lain nanti aku ojek-in aja ayamnya ya?" Lily mengangguk senang.

"Kacang." Gumam Yuli karena ucapannya sama sekali tidak digubris oleh kedua manusia itu. Lebih baik dirinya berdiam diri seperti Rena dan Doni.

"Aku mau ke toilet bentaran ya?" Lily segera bangkit tanpa menunggu persetujuan dari teman-temannya.

*

Ada apa dengan perut Lily hari ini? Perasaan Lily tidak memakan sesuatu yang membuat perutnya melilit dan selalu ingin kembali ke kamar mandi. Semenjak dari kantin, Lily sudah memasuki kamar mandi sebanyak lima kali. Sangat lama, bahkan bel sudah berbunyi dan kelas sudah dimulai.

Pasti Angkasa mencarinya sekarang. Semoga saja Yuli bisa mencarikan alasan yang tepat untuk membantu Lily telat masuk kelas. Bisa gawat disaat catatan pelanggarannya hampir bersih dan Lily mengotorinya lagi.

Kamar mandi ini sepi, namun Lily tidak peduli karena yang terpenting sekarang adalah menuntaskan hal-hal yang ada di perutnya.

Lily mendengar suara pintu kamar mandi terbuka dan beberapa langkah orang masuk ke kamar mandi. Disaat jam pelajaran sudah dimulai?

Terserah, perut Lily terlalu sakit untuk memikirkannya. Suara gebrakan keras menghantam sesuatu mengagetkan Lily.

"Lo itu gimana sih Han? Lo masukin obat pencaharnya ke mangkuk baksonya Lily atau Yuli?" Lily menajamkan telinganya dikala namanya dan nama Yuli disebut.

"Jawab Hana! Lo itu punya mulut kan Han?!" Hana? Si anak hantu yang putus cinta sewaktu acara sekolah malam itu.

Plak!

Suara tamparan keras membuat Lily segera mengakhiri aktivitasnya. Perutnya tidak lebih penting daripada hal ini.

"Berani-beraninya si Lily, udah ditembak sama Sky tapi masih kegatelan sama Doni." What? Lily tidak salah dengar bukan? Lily tidak punya perasaan apapun pada Doni. Masalah itu seharusnya sudah berakhir sejak lama.

Ini tidak bisa dibiarkan, terlebih fans-fans Doni menyeret orang tidak bersalah untuk melakukan hal tercela pada Lily dengan memasukan obat pencahar.

"Tuh si cupu Angkasa juga kerjaannya nempelin si Lily, dasar gak tahu diri!"

Lily tidak bisa tinggal diam.

Brak!

Dengan emosi Lily membuka pintu bilik wc dengan keras. Sontak ketiga orang fans Doni itu terkejut melihat kehadiran Lily.

Lily melirik Hana yang terduduk sambil menunduk ketakutan di dekat rak penyimpanan alat kebersihan. Kenapa Hana selalu berakhir tragis di tempat itu sih?

"Kalian tenang aja. Hana gak salah masukin obat pencaharnya kok. Buktinya aku sudah disini dari jam istirahat karena obat itu." Lily tertawa sinis, ketiga orang itu mulai terintimidasi. Bodoh, mereka kan tiga orang dan Lily hanya sendirian. Benar juga, Lily kan gila.

Lily melangkahkan kakinya hingga berhenti di depan Hana, bermaksud untuk melindunginya. Namun Hana malah berlutut di kaki Lily.

"Ly, maafin aku. Aku terpaksa melakukan itu. Mereka memaksaku." Ucap Hana terisak.

"Han, jangan jadi orang yang mudah dikendalikan." Hana mengangguk-anggukan kepala sembari terisak. Hana sungguh tidak bermaksud mencelakai Lily, Hana tidak menyangka bahwa ia memasukan obat itu ke mangkuk yang benar.

Ketiga wanita itu masih terdiam dan saling menyikut. Tidak satupun dari mereka berani menghadapi Lily secara langsung. Pengecut.

"Sekarang keluar dari sini Han. Kunci pintunya dari luar." Hana mendongak. Tidak mengerti maksud Lily.

"Kau mau apa? Kau berani dengan kami?!" Lily tertawa terbahak-bahak. Kenapa tidak? Mereka hanya sekumpulan kunang-kunang yang sinarnya sangat menganggu. Lily hanya perlu memadamkan sinar mereka saja.

"Aku bilang keluar Han dan kunci pintunya."

"Tapi Ly.." Hana ragu.

"Kau tetap disitu Han." Ucap salah satu dari mereka yang berambut ekor kuda. Dua lain yang berambut warna warni itu perlahan mendekat kearah pintu keluar.

"Cepat keluar Han. Atau kamu ingin lihat apa yang bakal aku lakuin ke mereka bertiga." Peringat Lily, membuat Hana bangkit dan segera keluar mendahului dua orang yang berambut warna-warni itu karena terjatuh, membuat mereka kalah cepat dari Hana yang kini sudah mengunci pintunya.

Lily menggebrak lemari berisi perlatan kebersihan itu, sontak ketiga orang kurang ajar itu menjerit ketakutan. Lily membuka lemari itu dan memilih-milih benda apa saja yang ada di dalamnya.

"Lo mau apa?"

"Mencoret buku pelanggaranku lagi yang hampir bersih." Ucap Lily enteng. Ketiga orang itu masih berusaha terlihat tidak terintimidasi oleh Lily.

"Apa kalian lupa bahwa dulu aku sempat gila karena akhir-akhir ini terlalu tenang? Aku ucapkan terima kasih karena kalian akan membantuku mengisi buku pelanggaranku lagi." Lily menyeringai, kemudian beralih kebawah rak.

"Ayo kita pikirkan, apa yang akan ku lakukan pada kalian? Apa kalian suka minum, disini ada porcelain. Satu sama bukan? Kau meracuniku dengan obat pencahar dan aku meracuni kalian dengan porcelain. Hebat bukan ideku?" Sontak kedua perempuan berambut warna-warni itu berlutut memohon ampunan pada Lily. Lily tertawa terbahak-bahak melihat ketakutan mereka.

"Ampuni kita Ly. Kita salah. Maafin kita." Mohon kedua orang itu. Mata Lily memincing kearah perempuan berambut kuda itu masih berdiri dengan muka pucatnya.

"Mohon ampunan itu ke Tuhan. Bukan kepadaku dan tidak ditempat kotor seperti ini bukan? Jadi aku gak bisa berbuat apa-apa."