webnovel

Kelas Sembilan A

Satu tahun yang lalu.....

Fyuhh.., masih pagi tapi mataharinya sudah terang sekali. Aku berjalan cepat dari parkiran yang jaraknya sekitar 200 meter dari sekolah. Ini sudah hampir pukul tujuh, jadi aku harus bergegas kalau tidak mau terlambat. Ini hari pertama masuk sekolah setelah liburan akhir tahun pelajaran. Tidak terasa, aku sudah kelas sembilan SMP. Aku sedikit bangga, tetapi juga kecewa karena rankingku melorot menjadi ranking tiga di kelas delapan, setelah mendapat ranking pertama di kelas tujuh.

Alhamdulillah, gerbangnya masih terbuka lebar. Aku bingung harus kemana, melihat wajah-wajah baru yang masih memakai seragam merah putih berkeliaran di koridor sekolah membuatku sulit menemukan temanku. Aku mencoba pergi ke kelasku kemarin, benar saja semua temanku masih ada di sana. Semuanya terlihat sibuk dengan handphonenya masing-masing.

Terkecuali aku, aku tidak punya handphone seperti temanku yang lain. Mungkin ayahku masih mampu membelikanku smartphone, tetapi aku tidak tega memintanya.

Saat ini ayahku baru merintis usaha warung makan bakso setelah menganggur hampir dua tahun. Sebelumnya ayahku adalah seorang TKI di Taiwan. Beliau menjadi TKI selama 6 tahun. Sejak aku TK sampai kelas tujuh SMP, aku tidak pernah bertemu ayahku, kecuali saat aku kelas empat SD ayahku pulang, karena sudah tiga tahun. Selebihnya, aku hanya melihat ayah dari layar handphone melalui video call.

Aku hanya duduk di bangkuku, sambil bengong melihat para murid baru yang lalu lalang di depan kelasku.

"Temen-temen, ayo ke lapangan, ada apel." Perintah Ardi, ketua kelasku yang ganteng dan keren.

Tubuh tinggi, rambut keriting yang dipangkas rapi, kulit sawo matang yang mulus, dan senyumannya yang manis, bisa membuat perempuan terpesona, seperti temanku di kelas tujuh. Dan, jangan lupakan matanya yang indah dengan bulu mata yang sedikit lentik. Bulu mataku saja pendek sekali. Ia juga termasuk siswa yang pintar, kemarin dia berhasil menggeserku di peringkat dua. Yah, itu sedikit membuatku kesal padanya.

****

Selesai apel, kami menunggu pengumuman pembagian kelas. Tak lama kemudian, Pak Wiji dengan membawa beberapa kertas HVS dan lem di tangannya membuat seluruh siswa ribut, berebut melihat pengumuman. Aku yang kalah gesit tidak bisa melihat pengumuman yang ditempel di pintu kelas lamaku. Aku mencoba menerobos untuk melihat ke kelas yang lain. Empat kelas yang kulihat, tidak ada namaku di sana.

Kelas yang pertama ditempeli pengumuman sudah sepi, tetapi belum ada yang masuk ke kelas itu. Setelah mencari namaku, aku menemukannya. Yah..., aku harus berada di kelas yang gelap ini lagi. Bedanya, sekarang ini adalah kelas sembilan A dan tentu saja muridnya berbeda.