webnovel

Wake Up

Di rumah keluarga Jeon

Appa selesai dengan sarapannya. Nampak piring yang digunakan appa sebagai tempat makannya sudah tidak ada isinya lagi hanya terdapat noda noda sisa sisa makanan yang masih menempel.

"Sudah selesai sayang "ucap omma ke suaminya.

"Sudah" ucap Appa. Omma langsung membereskan piring, gelas dan alat makan lain yang di gunakan appa ke tempat cuci piring.

Appa beranjak dari duduknya mengambil kopernya yang dia letakan di lantai "Sayang aku berangkat dulu ya "ucap appa.

"Tunggu " ucap omma.

Omma menghampiri appa yang tak jauh dari tempat omma "Salam dulu"

Appa memberi senyum ke omma "Oh ya hampir aja lupa "

Omma meraih tangan appa lalu mencium punggung tangan appa.

Setelah itu omma memandang appa dan menunjukkan senyuman manis ke appa.

Appa membalas senyuman manis omma dengan senyuman juga.

"Aku berangkat dulu ya " ucap appa.

Appa berbalik melangkah kakinya menuju ke pintu. Baru beberapa langkah saja langkah appa terhenti karena omma.

"Appa kau tidak melupakan sesuatukan " ucap omma yang berdiri di tempat yang sama.

"Lupa? Sepertinya tak ada semuanya sudah aku bawa " ucap appa.

"Kau melupakan sesuatu " ucap omma dengan gerak gerik seperti orang yang memberi kode.

Appa yang melihat gerak gerik omma langsung mengerti apa yang di maksud omma " Oh ya aku melupakannya maaf " ucap appa.

Appa menghampiri omma mendekat ke omma memegang kepala omma lalu mencium kening omma dengan dengan lembut. Omma yang di cium kening oleh appa hanya bisa diam dan menutup mata sejenak.

Detik berikutnya appa menyudahi tidakannya. Omma yang merasa appa sudah selesai melakukan ritual yang sudah lama mereka lakukan dari sejak nikah samapi sekarang membuka matanya. Omma menatap appa. Appa menatap omma. Mereka saling menatap satu sama lain.

"Sudah tidak ada yang aku lupakan lagi atau masih ada " ucap appa.

"Tidak ada " ucap omma.

"Kalau gitu aku berangkat ya " ucap appa.

"Ya hati– hati " ucap omma.

"Ya pasti " ucap appa.

Appa melakukan tidakannya lagi tidakannya yang sempat terhenti karena omma. Appa melangkah kakinya menuju ke pintu membuka pintu.

Appa berhenti sejenak melihat ke arah omma lagi.

"Aku berangkat ya " ucap appa.

"Ya, semangat " ucap omma menyemangati appa.

Appa yang di semangati oleh omma memberi senyuman ke omma sebagai tanda terima kasih atas semangat yang dirikannya.

Appa keluar dari pintu itu menutup pintu itu lalu pergi untuk berkerja.

Di ruang tamu

Omma Je Na tengah membersihkan dedebuan di barang barang yang ada di ruang tamu. Meliputi bingkai bingkai foto yang terdapat foto di dalamnya yang berada di atas meja, bingkai foto besar yang ada di dinding dan barang dekorasi lainnya yang ada di ruang tamu.

Saat sedang membersihkan meja yang terdapat beberapa figura foto. Omma tak sengaja menyenggol salah satu figura. Hal hasil figura itu jatuh kelantai dan kacanya pecah berserakan di lantai. 

Pyar

Suara kaca pecah

Melihat itu omma langsung mendekati figura yang jatuh itu. Dia mengambil figura yang jatuh itu. Figura yang jauh itu ternyata terpasang foto Je Na waktu masih kecil di dalamnya. Omma melihat foto itu dengan ekspresi khawatir.

"Kenapa tiba tiba persaanku gak enak? "

"Ha moga moga cuma firasat aja "

"Je Na semoga kamu gak apa apa "

Setelah kejadian kecelakaan yang berada di jalan mawar biru. Kedua korban di larikan ke rumah sakit.

Di rumah sakit

Je Na di larikan ke rumah sakit dan sepanjang perjalanan menuju ruang UGD. Omma hanya bisa menangis terus dan appa hanya bisa melihatkam ekspresi khawatir di sisi Je Na yang ranjang. Saat Je Na di bawa masuk ke dalam ruang UGD, Omma dan appa di larang masuk dan tetap menunggu di luar.

Detik berikutnya tak selang berapa lama ada sekumpulan suster yang mendorong ranjang yang di atas ranjang itu terbaring tak berdaya seorang laki laki yang tubuhnya di lumuri bercak bercak darah.

Suster itu mendorong ranjang itu menuju ke rungan UGD. Membawa ranjang itu masuk ke ruangan.

Appa yang sempat melihat wajah laki laki itu hanya bisa membatin di dalam hati.

"Seperti aku pernah lihat anak itu tapi dimana? "

4 jam kemudian

Sudah hampir 4 jam appa dan omma menunggu di luar untuk menunggu info tentang kondisi Je Na. Omma hanya bisa menangis dan menangis dari tadi sampai sekarang. Dan appa dari tadi mondar mandir dengan ekspresi khawatir dan ketakutan.

Ceklek

Pintu ruang UGD terbuka dan keluarlah tim dokter yang selesai menangani Je Na dan laki laki tadi.

Appa langsung menghampiri dokter untuk menanyakan Je Na "Dok gimana keadaan anak saya? "

"Anda wali dari kedua pasien?"

"Saya wali dari pasien atas nama Je Na "

"O... Anak bapak baik baik saja dia hanya mengalami luka ringan dan benturan ringan. Tapi.. "

"Tapi apa dok "

"Tapi karena benturan itu membuat pasien koma "

"Koma dok"

"Ya"

Appa yang mendengar itu seketika memucat. Syok mendengar apa yang di katakan dokter barusan.

1 minggu kemudian

Rumah Sakit

22.00

Di malam yang sepi di lorong rumah sakit seseorang berpakaian serba putih berjalan menelusuri lorong rumah sakit.

Di depan pintu bernomer 101 di berhenti.

Dia berdiri di depan pintu itu melihat ke dalam ruangan dengan pintu bernomer 101 melalui kaca pintu.

Dia membuka masker yang di gunakannya.

Dari balik kaca pintu orang itu bisa melihat seorang laki-laki terbaring tak berdaya di sebuah ranjang dengan alat bantu yang melekat di wajah dan tangannya dan perban yang membalut kepalanya.

Melihat itu orang yang berpakaian serba hitam itu menunjukkan senyuman jahatnya yang terukir jelas di bibirnya.

Sia POV

Aku sekarang ada di rumah. Aku tengah bersiap untuk ke rumah sakit untuk menjenguk, menjaga dan merawat sahabat yang tengah terbaring koma akibat kecelakaan yang dialaminya 1 minggu yang lalu. Sahabat ku bernama Jeon Je Na. Panggil aja dia Je Na. Ya Je Na sudah 1 minggu koma di rumah sakit. Selama dia dirumah sakit aku selalu rutin ke sana untuk menjenguk, menjaga dan merawatnya. Mana orang tua Je Na? Orang tua Je Na tengah ada urusan di luar negeri jadi aku lah yang menggantikan mereka. Aku melakukan ini saja karena perintah mereka. Kalau bukan atas mereka aku tak akan mau melakukan ini. Hhhh tak tak aku bercanda mana mungkin aku tega sama sahabat sendiri. Mana ada sahabat yang tega sama sahabat sendiri kan?

Aku setiap hari ke rumah sakit. Kalau hari hari sekolah biasanya aku ke rumah sakit sepulang sekolah. Berhubung hari ini hari minggu aku ke rumah sakitnya pagi pagi.

Semua yang aku perlukan udah siap. Aku siap. Setelah bersiap siap aku langsung cus ke rumah sakit.

Sampai dirumah sakit aku langsung pergi ke kamar Je Na. Aku berjalan menelusuri lorong rumah sakit menuju ke kamar Je Na.

Tepat di kamar bernomer 14 aku berhenti di depan pintu itu.

Aku pegang kenop pintu itu lalu membuka pintu itu.

Ceklek

Pintu itu terbuka dapat kulihat pemandangan yang selalu ku lihat akhir akhir ini. Seorang gadis terbaring tak berdaya di sebuah ranjang dengan selang oksigen yang terpasang di kedua lubang hidungnya, selang infus yang menempel di punggu tangannya dan monitor pendeteksi detak jantung yang selalu berbunyi yang berada tidak jauh darinya. Wajah cantiknya terlihat sangat pucat sekali seperti vampire yang selalu aku lihat di drama dan flim. Tubuh yang begitu kurus sekali dibandingkan dengan sebelum dia mengalami kejadian 1 minggu lalu.

"Anyeong Je Na " sapaku sambil mendekat ke arah ranjang sahabatku.

"Kapan kau akan bangun putri tidur?" lanjut menarik kursi yang ada di sampi ranjang lalu ku duduki kursi iu.

"Kau mimpi apa sih Je Na sampai membuatmu betah tidur lama?" tanyaku sambil memandangi wajahnya.

"Mimpi oppa mu yang selalu kau tonton setiap malam di leptopmu itu " ucapku.

"Atau memimpikan yang lain "ucapku.

"Hhhh aku gila ngomong sendiri " tertawa kecut.

"Lama lama aku jadi gila kalau caranya gini Je Na "

"Ngajak ngomong kamu tapi kamu gak respon aku "

"Je Na nanti kalau kamu udah bangun jangan kaget kalau nanti aku berpenampilan seperti pasien rumah sakit jiwa karena mungkin bentar lagi dikira gila sama semua orang dan bentar lagi aku pasti akan dibawa ke rumah sakit jiwa dan itu semua karena kau Je Na "

"Je Na kau gak kangen ha sama aku " cairan bening mulai keluar dari mataku tapi aku masih bisa menyetopnya.

"Jujur Je Na walaupun ini kedengaran aneh dan gak rasional banget tapi aku ingin mengutarakan ini aku kangen kamu Je Na " aku menundukan kepalaku menyembunyikan air mata sedihku.

Aku memandang Je Na lagi " Je Na aku kangen kamu, aku kangen kenangan kita berdua, aku kangen menghabiskan waktu denganmu, aku kangen bermain, bercanda gurau denganmu, aku kangen lelucon mu yang sebenarnya gak lucu sama sekali,  aku kangen kau yang selalu tersenyum, menunjukan power mu, keceriaan mu, tertawaanmu, aku kangen kita jalan bersama, nonton drama korea sambil nyemil nyemil, aku kangen semuanya, kembalilah Je Na, aku gak kuat kalau lihat kamu seperti ini terus "

"Setiap malam aku selalu memanjatkan doa untukmu agar kamu cepat sembuh dan cepat sadar dari tidur panjangmu. Jadi cepat sembuh ya Je Na " lanjutku masih terisak.

"Aku tau kau itu orang yang kuat Je Na jadi berjuanglah akh akan membantu dari sini membantu lewat doa "

"Je Na kumohon berjuanglah " aku menundukan kepalaku lagi aku tak kuat melihat Je Na dengan keadaan seperti itu. Lagi lagi aku menyembunyikan tangisan ku. Sekarang aku benar sedih dan nangis sejadi jadinya.

Di tempat lain

Di sebuah rumah yang sederhana.

Ada seorang wanita paruh baya tengah berdiri di depan jendela rumah matanya melihat kearah luar jendela. Tapi tatapan yang terpancar dari mata wanita itu adalah tatapan yang kosong hampa. Wanita itu adalah omma Je Na.

"Je Na bagaimana keadaanmu disana nak? " batin omma.

"Kau sudah bangun nak dari komamu atau kau sudah sembuh nak "

"Atau sebaliknya "

"Maafkan omma nak di saat saat seperti ini omma tak ada di sisimu seharusnya omma ada di sisimu sekarang untuk menyemangatimu " air matanya mulai perlahan keluar.

"Omma macam apa aku ini meninggalkan anaknya ketika anak sangat membutuhkannya " menundukkan kepala menyembunyikan kesedihannya

"Aku ini emang tak pantas di sebut dengan sebutan omma " menatap kembali ke luar jendela sambil menangis tersendu sendu.

"Aku pantasnya di panggil bajingan ketimbang dipanggil omma "

"Walaupun ommamu ini telah berbuat jahat meninggalkan mu sendirian dengan keadaan mu seperti itu tapi yang harus kamu tau omma melakukan ini karena omma sayang sama kamu Je Na. Omma tak ingin kau ikut terluka jika omma tidak ikut bersama appa mu. Lebih baik begini daripa harus melihatmu terluka gara gara appa dan omma "

"Cepat lah sadar dan sembuh nak "

"Doa omma selalu menyertaimu Je Na"

"Je Na berjuanglah omma tau kau anak yang kuat "

"Berjuanglah omma mohon "

Kembali ke rumah sakit.

Sia POV

Aku coba untuk menenangkan diriku agar tangisanku ini mereda. Perlahan lahan tapi pasti.

Sekarang aku sudah lebih tenang. Tangisan juga sudah mereda volume suaranya sudaha ku perkecil. Aku hapus sisa sisa air mata yang masih tertinggal. Walaupun masih ada bekas bekas yang menunjukkan aku habis nangis.

Aku pandangi Je Na dan aku mendapatkan kejutan.

Tangan Je Na bergerak gerak. Aku sangat terkejut melihat fenomena itu.

Tak berselang lama Je Na perlahan lahan membuka matanya.

"Je Na "

Je Na POV

Pusing

Itulah yang kurasakan sekarang di kepalaku.

Sakit

Itu juga yabg aku rasain sekarang di sekujur tubuh. Tubuh ini bagaikan remuk serasa di tubuh ini habis melakukan kegiatan yang sangat berat dan keras sakit semua. Dari ujung kepala sampai kaki sakit.

Putih

Itulah yang aku lihat pertama kalinya. Warna putih yang aku lihat pertama.

Perlahan lahan aku buka mataku sedikit demi sedikit. Melihat ke sekeliling. Tempat ini terasa asing bagiku. Aku dimana?

"Je Na "

Ada yang memanggil namaku. Suaranya ada di sebelahku. Aku mencari sumber suara itu. Dan yang memanggil ku itu adalah Sia. Aku tatap Sia orang yang menyebut namaku tadi.

"Je Na kau sudah bangun " ucap Sia kepada ku memastikan. Aku menganggukan kepalaku sebagai jawab 'Ya' kepadanya.

"Je Na apa ada yang sakit kau merasakan sakitnya di mana " ucap Sia dengan nada khawatir.

"Tidak " ucapku dengan suara serak sambil menggelengkan kepalaku.

"Syukurlah " ucap Sia sambil mengelus dadanya.

Aku melihat sekeliling untuk mencari tahu aku dimana sekarang "Aku di mana? " ucapku seperti orang kebingungan.

"Kau di rumah sakit " ucap Sia.

"Rumah sakit " ucapku.

Aku coba memposisikan diriku dari posisi berbaring ke posisi duduk. Sambil memegangi kepalaku yang terasa sakit. Tapi saat aku tengah berusaha memposisikan diriku ke posisi duduk tindakanku di hentikan oleh Sia.

"Je Na kamu tiduran aja ya kamu ity baru aja sadar. Kalau emang masih lemes tiduran aja " ucap Sia aku membalasnya dengan gelengan kepala.

"Tidak, aku mau duduk " ucapku dengan suara pelan dan serak.

"Ya sudah sini aku bantu " ucap Sia.

Sia membantuku untuk duduk. Sekarang aku sudah di posisi duduk. Dia menekan sesuatu di bawah ranjangku seketika ranjangku bergerak ke atas. Sekarang ranjang seperti kursi yang biasanya di teras rumah atau seperti kursi pantai yang sering aku lihat saat sedang ada di pantai. Kursi panjang yang ada bagian untuk bersandar. Sia menyandarkan bantalku ke bagian kasur yang naik ke atas tadi.

"Bersandarlah di sini " ucap Sia menyuruhku menyandar di bagian kasur yang naik tadi yang sudah di hiasi bantal.

"Makasih Sia " ucapku memberi senyum kepadanya sebagai tanda terima kasih.

"Je Na aku keluar dulu ya aku mau memanggil Dokter kesini untuk memeriksa keadaanmu " ucap Sia.  Aku menjawabnya dengan anggukan.

Sia lalu pergi keluar untuk memanggil dokter.

Di luar ruangan.

Sia POV

Aku keluar ruangan sampai di luar aku langsung lari menuju ruang kerja dokter yang menangani Je Na.

Di tengah perjalanan aku malah berpas pasan sama dia.

Pucuk di cinta ulam pun tiba.

"Dok " panggil ku sambil aku mengatur napasku yang ngos ngosan karena berlari.

" Ya ada apa? Kenapa kamu ngos ngosan seperti itu " ucap dokter.

"Dok Je Na sudah sadar " ucap ku masih coba mengatur napas.

"Benarkah?" ucap Dokter. Aku hanya membalas mengangguk sebagai jawaban 'Ya'.

Setelah mendengar pernyataanku dokter segera menuju ruangan Je Na. Aku juga ikut dengannya membututinya dari belakang.

Sampai di depan ruangan Je Na dokter langsung masuk ke dalam ruangan Je Na. Sedangkan aku tidak ikut masuk aku menunggu di luar.

Aku sangat senang sekali akhir Je Na sadar. Tuhan telah mengabulkan semua doa doaku. Terimakasih tuhan. Sangat senang entah kenapa aku merasa ada yang ku lupakan tapi apa. Coba aku ingat ingat?  Apa ya?  Oh ya aku belum memberitahu appa dan omma nya Je Na sampai lupa aku.

Aku langsung merogoh rogoh kantung jas yang aku pakai sekarang. Dan mengeluarkan kotak berbentuk persegi panjang berwarna putih.

Ku buka benda kesayanganku itu, kubuka layar kunci, menuju ke kontak mencari no hp appa Je Na lalu ku tekan simbol telpon untuk melakukan panggilan. Setelah itu ku dekatkan benda persegi panjang itu di dekat telinga kananku.

Di lain tempat.

Seorang pria keluar dari kamar. Dia menutup pintu kamar. Setelah itu pria itu melangkahkan kakinya menjauh dari pintu.  Tapi baru satu langkah saja langkahnya berhenti karena dia melihat seorang wanita tengah berdiam diri di depan jendela dengan tatapan kosong. Pria itu yang melihat itu merasa sedih eksperesi mukanya seketika berubah lesu, sedih. Pria itu adalah appa Je Na.

Kring kring kring

Hp appa berberdering. Appa segera mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang berwarna hitam yang disebut HP itu dari saku celana panjang berwarna hitam yang ia kenakan sekarang. Sekarang benda itu sudah ada di tangan appa. Appa mendapatkan sebuah panggilan. Di layar hp appa terpampang jelas nama Kim Sia. Appa langsung menjawab panggilan telepon dari Sia.

Isi percakapan

"Hello Sia Ada apa kamu telpon Om " ucap Appa.

"Hello Om Sia mau beri kabar tentang Je Na kalau Je Na sudah sadar dari komanya " ucap Sia dari sebrang sana.

"Benarkah? "

"Ya om "

"Syukurlah, Gimana keadaan Je Na? "

"Kalau keadaan Je Na sia belum tau om soalnya sekarang dokter tengah memeriksa Je Na di dalam "

"Ya sudah nanti kalau dokter memberitahu keadaan Je Na jangan lupa kabari om ya Sia "

"Ya om, sudah aku tutup ya om telponnya "

"Ya "

Sia mengakhiri panggilan appa pun juga. Appa kembali keberanda lalu mematikan hpnya. Dia memasukan kembali hp itu kedalam saku celananya.

Kembali ke rumah sakit.

Sia POV

Aku mengakhiri panggilan dengan appa Je Na. Aku mematikan hpku lalu memasukannya lagi kedalam saku jas.

Aku masih ada di luar aku masih menunggu dokter keluar dari ruangan Je Na. Tak selang beberapa lama dokter keluar dari ruangan Je Na. Aku langsung menghampiri dokter itu.

"Dokter Bagaiman keadaan teman saya? " tanyaku kepada dokter.

"Keadaannya baik nona Kim dia hanya masih butuh istirahat yang cukup dan saya pesan kepada nona untuk tidak memperbolehkan pasien banyak bergerak dulu karena dia kan baru sadar. Saya sudah selesai memeriksanya. Jika ada apa apa langsung temui saya. Saya permis dulu nona "

"Ya dok makasih " ucapku.

Dokter pergi meninggalkan ruangan Je Na. Aku menuju pintu ruangan Je Na. Membuka pintu itu langsung masuk ke dalam.

Di dalam ruangan.

Dapat kulihat Je Na tengah duduk bersandar di ranjangnya. Tatapan matanya melihat ke depan tapi tatapannya itu adalah tatapan kosong. Aku tutup kembali pintu yang aku buka tadi.  Aku mendekati ranjang Je Na. Kutarik kursi yang sedari tadi ada di situ. Lalu kududuki kursi itu.

" Je Na " ucap ku membuka pembicaraan.

Je Na POV

Setelah selesai dokter memeriksa ku dokter keluar dari ruanganku. Selama pemeriksaan tadi aku tak mendengar kata kata dokter aku hanya diam tak mengeluarkan kata kata apapun. Karena dari semenjak aku bangun samapi sekarang aku sedang memikirkan seseorang. Orang itu yang memenuhi pikiranku. Dari tadi orang itulah yang aku pikirkan.

Aku duduk bersandar di ranjangku menatap ke depan dengan tatapan kosong dengan pikiran yang dipenuhi pertanyaan tentang dia.

Ceklek

Dapat aku dengar suara pintu terbuka yang berarti ada orang yang masuk. Dan benar Sia masuk kedalam ruanganku. Dia mendekatiku lalu dia mengambil tempat di samping ranjang ku.

"Je Na " ucap Sia membuka pembicaraan.

Tapi aku tak meresponnya. Aku masih bergulat dengan pikiran aku masih diam dan enggan untuk bicara.

"Je Na kau baik baik saja " ucap Sia.  Aku masih tidak meresponnya.

"Je Na " Sia berdiri, mendekatiku, memegang pundaku sebagai caranya agar aku meresponnya.

"Ya "

"Apa kau baik baik saja Je Na " ucap sia.

"Ya aku baik baik saja "ucapku.

"Syukurlah " ucap Sia.

"Apa kau haus? " lanjutnya. Aku hanya menganggukan kepalaku sebagai jawaban 'Ya'

Sia mengambil gelas yang ada di atas nangkas yang ada di samping ranjangku yang berisikan segelas air putih. Dia merogoh kantung jas yang ia kenakan sekarang. Ia mengeluarkan sedotan berwarna putih dari katung itu. Lalu menaruh sedotan itu kedalam gelas itu.

Sia menyondorkan segelas air putih kerahku. Aku membuka mulut dan perlahan aku meminum air putih yang ada di dalam gelas itu melalu sedotan.

"Terimakasih" aku menyudahi kegiatan minumku. Sia menaruh kembali gelas itu di atas nangkas di samping ranjangku.

"Sia"

"Ya" dia kembali duduk di kursi yang ia duduki tadi.

"Aku boleh bertanya sesuatu kepadamu" ucapku.

"Boleh tanyakan saja " ucap Sia.

"Aku masuk rumah sakit inikan tak sendirian. Ada orang lain juga yang masuk ke rumah sakit ini bersamaan denganku. Dan dia juga kecelakaan bersama denganku. Sia kau tau tentang keadaan orang itu. Bagaimana keadaannya sekarang? " ucapku panjang and lebar.

"O... Laki laki itu kabar yang aku dengar denger dari suster di sini katanya laki laki itu masih dalam keadaan kritis dan sampai sekarang belum ada peningkatan " ucap Sia.

Deg aku mendengar itu rasanya seperti di tusuk beribu jarum di hatiku. Sakit banget. Walaupun aku tak tau siapa laki laki tapi entah kenapa mendengar kabar buruk tentang rasanya aku sedih.

Setelah mendengar kata kata Sia tadi. Aku tak bisa berkata apa apa aku rasanya seperti di sambar petir di siang bolong. Aku kembali termenung dengan tatapan kosong.

Tanpa aku sadari cairan kristal ku jatuh.

"Je Na kenapa kamu menangis " ucap Sia berdiri dan mendekati.

"Hiks hiks hiks " aku menundukkan kepalaku menyembunyikan kesedihan ku tapi percuma saja sia sudah tau kalau aku nangis. Sia dengan sigap membawaku dalam pelukannya.

"Je Na kenapa kamu nangis? Apa aku ngomong salah ya tadi? Aku minta maaf " ucap Sia sambil mengelus lembut rambutku.

"Hiks..hiks gak kamu gak salah kok sia tapi aku yang salah " ucapku sambil terisak.

"Ha ini semua salah mu kok bisa? Coba cerita sama temanmu ini " Sia melepaskan pelukannya lalu menatapku.

"Gara gara aku laki laki sekarang dalam keadaan kritis. Kalau aku gak berjalan makai headset mungkin aku gak akan ada disini dan laki laki gak akan kenapa kenapa "

"Ini semua salahku aku bodoh aku bodoh Je Na memang bodoh dan ceroboh " aku mencoba menyakiti diriku dengan memukul mukul kepalaku menggunakan tanganku. Sia yang melihat aku menyakiti diriku sendiri dengan sigap menghentikan kegiatanku.

Sia mencegah tanganku dengan tangannya "Je Na tidak semua ini salah mu ini mungkin udah kehendak dari yang di atas "

"Tidak Sia ini semua salah ku salah salah ku " aku kembali melakukan kegiatan ku tapi sia menghentikannya lagi.

"Je Na berhentilah menyakiti dirimu sendiri dengarkan aku ini semua bukan sepenuhnya salah oke "

"Jadi berhentilah merasa paling bersalah disini "

"Sudah hapus air matamu tak ada gunanya kau menangis membuang tenaga saja " Sia mengusap jejak jejak air mata di area mataku dengan tangannya.

"Tak ada gunanya kau menangis semua ini lagi pula semuanya sudah terjadi dan sudah berlalu "

"Sudah ya jangan nangis lagi ini semua bukan salahmu jadi jangan nangis "

"Sekarang senyumlah kau terlihat jelek dengan wajah murung seperti itu " aku tidak merespon kata katanya aku masih tetap dengan kondisi yang sama masih merasa bersalah.

"Ya!  Kau tak tau caranya senyum. Lihat aku begini caranya senyum aku tunjukan " Sia menunjukan senyumannya yang super aneh kepadaku. Aku yang melihat itu hanya bisa senyum senyum sambil menahan ketawa.

"Lah begitu itu namanya baru senyum "

"Terimakasih sia " ucapku melemparkan senyum padanya.

"Sama-sama "

"Sia "

"Ya"

"Bisakah kau antar aku kekamar laki laki itu " ucapku.

"Tidak, kau tak boleh banyak bergerak dulu kara dokter kau ini baru aja sadar Je Na lebih baik kau hemat tenagamu " ucap Sia.

"Tapi Sia aku mohon " ucapku memohon padanya.

"Tidak,  aku tak mau ambil resiko " ucap Sia.

"Sia aku mohon sama kamu pless antarkan aku ke kamar laki laki itu aku ingin menjenguknya "ucapku.

"Ti... "

"Aku mohon " aku memohon pada sia sambil menunjukan mata anak anjingku.

Sia menghembuskan napas kasar "Baiklah "

"Terimakasih "

"Kau tunggu disini aku akan mengambil korsi roda untukmu " ucap Sia lalu pergi mengambilkanku kursi roda.

Sia kembali dengan membawa korsi roda. Dia mendorong kursi roda yang ia bawa mendekat padaku. Kursi roda itu sudah berada di dekat ranjang tempat aku berada.

Kemudian Sia membantuku untuk pindah ke kursi roda.

Di depan ruangan laki laki itu.

Sekarang aku dan Sia sudah berada di depan ruangan laki laki itu.

"Ini benar ruangannya" ucapku kepada Sia.

"Ya benar ini ruangannya "ucap Sia.

Sia memegang knop pintu itu lalu membuka pintu itu.

Ceklek

Pintu itu terbuka langsung menampilkan seorang laki laki terbaring tak berdaya di ranjangnya dengan alat bantu yang melekat di wajahnya dan tangannya.

Sia mendorong kursi roda yang aku duduki ini masuk ke dalam ruangan itu.

Sia mendorong kursi roda ini mendekati ranjang laki laki itu. Dia memberhentikan kursi roda ini tepat di samping ranjang laki laki itu.

"Sia "

"Ya "

"Bisakah kau tinggalkan aku sendirian di sini sebentar saja "

"Ha emang kenapa? "

"Aku mohon Sia aku ingin sendiri sebentar saja "

"Baiklah "

Sia keluar dari ruangan laki laki itu pergi meninggalkanku sendirian bersama dengan laki laki itu di dalam ruangan tempat aku berada sekarang.

Aku menatap laki laki itu dengan tatapan penuh khawatiran, ketakutan, dan penuh tanda tangan. Semua itu campur jadi satu macam es campur. Itulah yang aku rasakan sekarang.

"Kenapa kau menyelamatkan aku? " ucapku didalam hati.

"Kenapa kau tak biarkan saja aku tertabrak? "

"Sekarang jadinya ginikan "

"Seandainya kau membiarkan aku tertabrak mungkin kau tak akan seperti ini mungkin akulah yang ada di posisi saat ini "

"Kenapa kau harus bertaruh nyawa demi seseorang ha ? "

"Kenapa?! "

"Siapa kau sebenarnya? "

"Kau ini siapa? "

"Siapa kau tiba-tiba datang ke kehidupanku dengan berlaga sok sok pahlawan? "

"Siapa kau ha?! "