Sudah 2 hari lamanya, Alexa terkurung di dalam kamarnya, gadis itu terlihat mondar-mandir di dalam kamar. Alexa sedang memikirkan satu rencana untuk kabur.
Akan tetapi saat ia melihat ketatnya penjagaan di rumah papanya, gadis itu mengurungkan lagi niatnya. Tidak ada celah untuk dirinya bisa kabur, bahkan semut saja tidak akan bisa kabur.
Alexa merasa frustrasi, ia lalu meremas rambutnya. "Ayo Lexa! Ayo cepat berpikir bagaimana cara untuk bisa kabur dari sini?! gumamnya.
Alexa kemudian meraba saku celananya, gadis itu baru ingat kalau ia sempat mengantongi handphone-nya sebelum ia diseret pergi. Senyum gadis berusia 17 tahun tersebut mengembang, ia berpikir ada secercah harapan baginya.
Tapi .... Hp Alexa mati, berkali-kali ia mencoba menyalakannya. Tapi tetap tidak bisa, malam itu rupanya ia lupa mengisi ulang batrainya.
"HP sialan!!" Alexa hendak membanting Hp-nya ke tembok, tapi gadis itu mengurungkan niatnya.
Alexa mendengkus kesal, gadis itu lalu berjalan ke arah pintu. "Buka pintunya!! Aku mau pulang!! Bukaa!!" Alexa menggedor dan menendang-nendang pintu kamarnya dengan kasar.
"Bukaa!! Aku mau pulang!! Buka pintunya!!" Alexa menendang pintu keras-keras.
Namun, usaha Alexa sia-sia saja. Tidak ada satu orang pun yang mau membukakan pintu kamarnya. Alexa merasa putus asa, baru kali ini gadis itu merasa tidak berdaya. Alexa merasa sangat tersiksa karena sangat merindukan Eric dan juga neneknya.
Di sisi lain.
"Oma, Eric mohon! Eric mau bertemu dengan Alexa untuk yang terakhir kalinya. Eric mohon, Oma." Eric mengiba penuh harap kepada Erna.
Eric bersujud di hadapan Erna, pria itu terus memohon kepada Erna agar Erna mau memberitahu alamat tempat tinggal Indra Prayoga. Namun, Erna terus saja berbohong dengan mengatakan tidak mengetahui tempat tinggal Alexa.
"Maaf, Nak! Oma tidak bisa membantumu, oma tidak tahu di mana alamat rumah papanya Alexa," kata Erna.
Melihat wajah sedih Eric, hati Erna terasa sangat sakit. Wanita itu merasa tidak tega melihat pria itu bersedih karena Eric sudah ia anggap seperti cucu keduanya.
Namun, Erna juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ini semua ia lakukan untuk kebaikan semua orang, pikirnya.
Mata Eric berembun, ia tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk Erna. Dengan langkah yang gontai, Eric pergi meninggalkan rumah Erna dan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Eric segera membereskan kamarnya. Menyiapkan semua barang dan juga koper-kopernya yang akan ia bawa ke Jerman nanti malam.
Namun, Eric hanya meninggalkan 1 buku kedokteran berukuran tebal tentang ilmu bedah yang di dalamnya terselip sepucuk surat untuk Alexa. Eric berharap, Alexa akan membaca suratnya nanti.
****
Di kantornya, Daniel terlihat sedang sibuk membolak-balik dokumennya. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini.
Tok tok ....
"Masuk!" sahut Daniel dari ruangannya.
Rian langsung masuk ke dalam ruangan Daniel, wajahnya terlihat sangat panik.
"Tuan Daniel, Indra Prayoga datang! Ia sedang berjalan menuju kemari," kata Rian panik.
Alis Daniel mengerut. "Indra? Mau apa dia datang ke sini?" tanyanya.
"Cepat bereskan foto-foto itu dari meja!" Rian menunjuk ke arah foto-foto keluarga Daniel yang diletakkan di atas meja kerjanya.
Dengan cepat, Daniel membereskan semua foto-foto keluarganya dan memasukkannya di dalam laci.
Tepat waktu! Di saat yang bersamaan juga, Indra datang.
"Halo, apa kabar, Daniel?" tanya Indra dari balik pintu.
Daniel berdiri dari duduknya dan menyambut kedatangan Indra. "O-om Indra? Si-silahkan masuk, Om!" ucap Daniel gugup.
Daniel menghampiri Indra, pria itu menyambut kedatangan Indra. Ia pura-pura bersikap ramah, tapi di dalam hatinya ia tetap menyimpan amarahnya.
"Silahkan duduk, Om," ucap Daniel.
Daniel dan Indra kemudian duduk di sofa, keduanya terlihat duduk saling berhadapan dan saling mengobrol.
"Maaf, kalau Om sudah mengagetkanmu karena tiba-tiba datang ke kantormu tanpa memberitahumu dahulu. Om segera datang ke sini setelah mendengar kabar dari Leon, kalau kamu juga tinggal di kota ini," ucap Indra.
"I-iya, Om. Daniel baru datang ke sini sekitar 3 bulan yang lalu, untuk meneruskan bisnis papa," bohongnya.
"Baguslah, om senang mendengarnya.
"Oh iya .... Maaf, kalau boleh Daniel tahu. Apa tujuan om datang kemari?" tanya Daniel.
"Sebenarnya, ada beberapa hal yang ingin om tanyakan kepadamu."
"Apa itu, om?"
"Jadi ..... Om ingin mengajak kamu untuk ikut bergabung dan mengelola perusahaan milik Om, " ucap Indra.
"Maksud om Indra?" tanya Daniel penasaran.
"Ya .... Kamu membantu om mengelola perusahaan milik om, karena seperti yang kamu tahu. Om tidak mempunyai anak laki-laki, karena kamu sudah om anggap seperti anak sendiri. Makanya, om meminta bantuanmu?" ujar Indra semangat.
Bagai mendapat angin segar, rencana Daniel berjalan dengan mulus. Rupanya harimau buruannya sudah mulai mengambil umpan, yang harus ia lakukan sekarang hanyalah memastikan bahwa buruannya itu benar-benar masuk ke dalam perangkapnya.
"Bagaimana? Apa kamu mau terima tawaran dari om?" tanya Indra memastikan.
Daniel mengangguk cepat. "Iya, Daniel mau," jawabnya dengan mantap.
"Dan satu lagi, supaya pekerjaan kita lebih mudah. Maukah kamu tinggal di rumah om?"
"iya, Om! Daniel mau," jawabnya tanpa ragu.
"Baguslah kalau begitu, kebetulan juga. Putri om sudah berkumpul lagi bersama dengan om. Jadi, kalian bisa berteman dengan baik," harapnya. "Jadi .... Kapan kamu pindah ke rumah om?" lanjutnya.
"Secepatnya," jawab Daniel.
Untuk sekilas, mata Daniel melirik ke arah Leon–tangan kanan Indra. Seperti ada sesuatu yang sedang mereka sembunyikan. Dan tentu saja hanya mereka berdua yang tahu.
Sore harinya.
Eric terlihat sedang memasukkan koper dan tasnya ke dalam bagasi mobil, sore ini ia akan naik pesawat menuju ke Jakarta kemudian terbang ke Jerman.
Untuk beberapa saat, Eric terus memandangi rumah Alexa yang berada tepat di depan rumahnya. Eric merasa sangat sedih, karena ia tidak bisa melihat ataupun mengucapkan selamat tinggal kepada Alexa.
"Kamu tidak pamitan dulu sama oma?" tanya Papa Eric.
Eric menggeleng. "Tidak perlu! Ayo kita pergi, Pa?! Eric tidak mau ketinggalan pesawat!" jawabnya ketus.
Kemarahan Eric masih belum reda, bahkan ia tidak mau lagi melihat wajah Erna. Eric yang terlihat kesal langsung masuk ke dalam mobil tanpa mau menoleh lagi.
Tanpa Eric sadari. Erna memperhatikan Eric dari kejauhan, Erna merasa sangat sedih. Satu persatu orang-orang yang ia sayangi pergi menjauh darinya.
Kini Erna sendirian, tidak ada lagi canda tawa yang selalu terdengar di rumahnya. Ini adalah pilihannya, mati dalam kesendirian.
Dari dalam kamar Alexa, Erna melihat mobil Eric pergi menjauh lalu menghilang.
"Selamat tinggal, Nak Eric!" ucap Erna sambil mengusap air matanya.
****
Malam harinya ....
Dari balkon kamarnya, Alexa terus memandangi langit di malam hari. Malam ini terasa sangat sunyi, bahkan bintang-bintang di langit pun seakan enggan untuk menampakkan diri.
beberapa saat kemudian, pandangan mata Alexa terpaku pada cahaya kelap-kelip di atas langit.
Cahaya itu berasal dari lampu pesawat. tidak terasa, air mata Alexa mengalir saat melihat pesawat itu terbang menjauh.
"Selamat tinggal, Kak Eric! Maaf, Alexa hanya bisa mengucapkan dari kejauhan, semoga kak Eric berhasil mewujudkan impian dan cita-cita kakak. Alexa sayang kak Eric!"
Alexa menangis, ia merasa sangat kehilangan sosok Eric. Alexa sendiri tidak tahu, apakah takdir akan mempertemukannya kembali dengan Eric? Ataukah ini akan menjadi perpisahan abadi antara Alexa dan Eric?
***
Pagi sudah beranjak siang, matahari terlihat sudah meninggi. Kebiasaan buruk Alexa tidak pernah berubah, gadis itu selalu saja bangun siang. Alexa melangkah keluar menuju balkon dengan malas, rambutnya terlihat acak-acakan.
Namun alexa terlihat cuek, gadis itu tidak perduli dengan penampilannya.
"Hooaaam!!!" Alexa menguap lebar-lebar.
Alexa menggeliat dan tubuh Alexa terasa sangat enak setelahnya.
Tanpa Alexa sadari, ada seorang pria muda yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik Alexa. Pria muda itu terus saja memperhatikan Alexa dan sesekali pria itu terlihat tersenyum.
Alexa merasa ada yang aneh, gadis itu merasa kalau ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat, ia menoleh ke sebelah kiri. Dan benar saja, seorang pria terlihat sedang menatapnya.
Alexa terkejut matanya melebar. "KA-KAMU!!! kenapa kamu ada di sini?!"
"Selamat pagi pencuri spion." sapanya sambil melambaikan tangan.
Flash back.
Selamat tinggal, Kak Eric! Maaf, Alexa hanya bisa mengucapkan dari kejauhan, semoga kak Eric berhasil mewujudkan impian dan cita-cita kakak. Alexa sayang kak Eric!"
Dan di saat yang sama juga, dari ketinggian 35.000 kaki. Eric melihat dari balik jendela pesawat, pria itu menatap ke bawah. Seperti sedang mengucapkan selamat tinggal kepada Alexa dari ketinggian 35.000 kaki.
"Sampai jumpa, Alexa! Tunggu kak Eric 'ya, Lex?! Kak Eric janji akan datang kembali, secepatnya. I love you Alexa," ucap Eric sambil mengusap air matanya.
To be continued.