"aku hamil, janin ini anak kamu" ucap Indah dengan suara bergetar, tertunduk didepan Leo.
Jakun Leo naik turun kesusahan menelan ludah ditenggorokannya yang tiba-tiba mengering. Bukan tanpa alasan jika Indah sampai hamil. karena memang semua karena ulahnya juga, selama mereka bercinta tidak pernah menggunakan pengaman, bahkan Indah sangat bersedia jika spermanya memenuhi rahimnya.
"kamu yakin itu anakku?" tanya Leo, suaranya serak karena gugup setelah mendengar ucapan Indah.
"ini benar-benar anak mu, hiks.. hiks kamu kan tahu kalau suamiku sudah tidak menjamahku sama sekali hiks.. hiks" terang Indah sekali lagi, tangisnya semakin pecah menggema, dibalik pintu tangga darurat.
Leo menarik nafasnya dalam "jadi kita harus bagaimana? suamimu sudah tahu kalau kamu hamil?" tanya Leo menarik Indah kedalam pelukannya, tak dipungkiri kabar Indah hamil anaknya membuatnya senang, karena itu adalah hal yang sangat dinantikannya memiliki Anak, namun Leo juga sadar betul kalau posisi mereka sangatlah salah.
"dia belum tahu... tapi aku juga khawatir karena perutku pasti akan semakin membesar, aku harus bagaimana?"
"hubungi aku jika dia sampai tahu, aku akan bertanggung jawab" ucap Leo menenangkan Indah sambil mengecup ujung kening Indah "hapus air mata mu, kita harus kerja.. nanti kita telat" sambungnya lagi.
Seperti biasa, sesuai perjanjiannya setiap suami Indah pulang ke rumah selama satu minggu, Leo dan Indah bertemu di dalam ruang tangga darurat kantornya untuk melepas rindu ataupun bercinta walaupun hanya sebentar karena masing-masing tidak bisa pulang telat. Sampai tiga bulan berlalu dan minggu ini adalah waktunya suami indah pulang kerumah.
Usia kandungan Indah sudah tiga bulan, awalnya Indah tidak tahu kalau dia benar-benar hamil, karena setelah melahirkan datang bulannya selalu tidak teratur setiap bulan, dan selama bercinta dengan Leo dia selalu minum pil KB walaupun jarang.
***
Wajah Leo pucat bingung harus berbuat apa, dia pasti akan sangat bertanggung jawab atas segala perbuatannya dengan Indah, dia sudah siap menerima kemurkaan suami Indah kapanpun, tapi yang menjadi beban fikirannya adalah Lita, bagaimana cara menjelaskannya pada istrinya, selama ini istrinya sangat mempercayainya.
Dipandangi wajah istrinya yang sedang tidur pulas disampingnya, diusap lembut kening Lita penuh rasa bersalah. Dipeluknya tubuh istrinya dan dikecup ujung kening istrinya.
"kamu belum tidur?" tanya Lita dengan mata yang masih terpejam.
"hmm, maaf aku ganggu tidurmu ya?" alih-alih menjawab pertanyaan Lita, Leo malah balik bertanya.
Lita menggeleng samar dengan mata yang masih tertutup"gak kok"
"maafin aku sayang" ucap Leo dengan suara yang bergetar.
Lita membuka matanya, mendongakkan kepalanya menatap wajah Leo yang tiduran disampingnya sambil memeluk lembut tubuhnya "maaf kenapa? kan aku gak keganggu, malah aku seneng kamu peluk" Lita membenamkan wajahnya kedalam dada Leo, dan menutup matanya lagi.
Leo menarik nafasnya dalam, lidahnya kelu tak sanggup melanjutkan ucapannya, dia sangat ingin mengaku pada Lita atas segala perbuatannya, namun hatinya tidak sanggup, memikirkan Lita yang pastinya akan sangat terpukul. Terlebih sandarannya kini hanya dirinya, tidak ada orang tuanya lagi, Leo benar-benar merasa sangat bersalah pada istrinya.
***
Minggu pagi dirumah Leo
"iya aku kesana sekarang" ucap Leo menjawab teleponnya, bergegas membawa kunci mobilnya.
"kamu mau kemana sayang?!" tanya Lita kebingungan mendapati suaminya yang terlihat panik dan tengah terburu-buru setelah menjawab telepon yang baru diangkat.
"sayang aku buru-buru, ada teman kerja yang butuh bantuan ku" ucap Leo masih panik dan segera berlalu pergi meninggalkan istrinya.
***
(flashback)
dirumah indah.
"apa ini maksudnya?!" bentak lelaki berkulit sawo matang berdiri tegak sambil memegang testpack ditangannya, setelah keluar dari kamar mandi, Dimas suami Indah.
Mata Indah membulat sempurna, dia kaget mendapati suaminya memegang testpack yang kemarin dipakainya, padahal dia yakin sudah dibuang ke tong sampah dikamar mandi.
"jawab apa ini?!" bentak Dimas sekali lagi.
"i-itu" Indah gugup, Ia sudah tidak bisa menghindar lagi atau berbohong barang bukti sangat jelas ditemukan dirumahnya.
"benar-benar ck ck ck, bisa-bisanya kamu hamil padahal aku tidak menjamahmu sama sekali" Dimas memelankan suaranya sambil berjalan mendekati Indah yang masih duduk diatas kasurnya "dasar istri durhaka, dengan siapa kamu berbuat hal ini hah?!" teriaknya lagi, kali ini tangannya sigap menjambak rambut indah dan menariknya kebelakang.
Kepala Indah mendongak keatas karena rambutnya tertarik, wajah Indah tepat berada didepan wajah suaminya menatap mata suaminya yang sudah kalut penuh emosi "kamu yang memulai semua ini! kamu yang berselingkuh duluan dengan perempuan lain!" tantang Indah.
"huh! aku yang mulai duluan?! dasar jalang sialan!" plak teriak Dimas menampar pipi Indah "aku laki-laki, aku pantas untuk menikah lagi dengan perempuan lain, kamu itu perempuan... bisa-bisanya kamu hamil anak dari laki-laki yang bukan suamimu!" lanjutnya.
"aakkhh" rintih Indah rambutnya ditarik lagi oleh Dimas.
"biar aku tunjukkan ke ibumu, kalau kamu sudah lancang berselingkuh dibelakang suamimu!" Ucap Dimas sambil menyeret Indah.
"tolong jangan mas.. jangan bilang ibu.. kamu boleh pukul aku tapi jangan bilang ke ibu, tolong mas.." ucap Indah memelas, menahan tarikan tangan Dimas.
"biar ibumu tahu kalau selama ini anaknya sudah sangat binal diluar sana" Dimas menarik rambut Indah sambil jalan keluar kamar.
"Indah!" pekik wanita paruh baya sambil menggendong anak kecil, syok melihat pemandangan dihadapannya "Dimas, ada apa lagi ini?" tanyanya tak berdaya sambil menutup mata si anak yang digendongnya.
"ibu tanya sendiri kelakuan anak ibu ini.. selama saya gak ada dirumah" Jawab Dimas masih menjambak rambut istrinya.
"ada apa lagi sebenarnya Indah? kenapa suamimu sampai marah begini?" tanya Melati, ibunya Indah sambil menangis, bingung harus berbuat apa, dia tahu betul perangai suami anaknya yang kasar setiap ada masalah, walaupun itu sepele.
"tolong bu, bawa putri masuk kekamar dulu hiks... jangan biarin putri lihat aku kaya begini bu" ucap Indah, dan Melati pun segera membawa masuk Putri ke dalam kamar dan kemudian segera keluar menghampiri menantu dan anaknya lagi.
"nak Dimas tolong kita bicara baik baik dulu.. jangan pukuli Indah lagi.. ibu mohon" ucapnya lirih
"kesabaran saya sudah habis bu, ibu tanya sendiri apa yang sudah diperbuat olehnya, sampai saya semarah ini"
"ada apa Ndah? cerita ke Ibu ayo jelaskan nak!"
Tangis Indah pecah "aku hamil bu.."
"nak Dimas apa salahnya kalau Indah hamil?! itu kan darah daging kamu nak.."
"ibu tanya anak ibu ini hamil oleh siapa?"
Mata Melati terbelalak mendengar ucapan menantunya, hatinya perih, tanpa Indah menjawab pastinya Indah hamil oleh orang lain kalau sampai suaminya semarah ini.
"apa maksudnya nak Dimas?!"
"ibu tanya sendiri pada anak ibu, kenapa bisa hamil, padahal saya sudah tidak menjamahnya selama ini" bentak Dimas melepas jambakannya, melempar indah dengan kasar kelantai.
Hati Melati semakin getir mendengar ucapan dari menantunya "bisa jelaskan apa maksud dari ucapan suamimu ndah?" tanyanya pilu seolah tak ada tenaga lagi dari tubuhnya, meraih tangan Indah ikut duduk bersimpuh didepan Indah.
"maafin Indah bu" tangis Indah semakin meledak duduk tak berdaya dilantai sambil tertunduk, disusul tangis Melati yang tak kalah pilu, merasa bersalah juga pada menantunya.
"ibu minta maaf nak Dimas, kalau anak Ibu sudah seperti ini pada nak Dimas, ibu mohon maafkan kehilafannya" ucap Melati meratap sambil mengenggam tangan menantunya yang berdiri didepannya, memohon pengampunan atas kesalahan anaknya.
"maaf bu, saya sudah tidak bisa mentolerir kesalahannya kali ini, tolong kalian semua pergi dari rumah saya, sepertinya saya yang sudah sangat bodoh selama ini"
"nak Dimas tolong jangan usir kami nak.. kasihan Putri dia masih kecil, dia butuh ayahnya!" mohon Melati sekali lagi.
"ayahnya?! saya juga bukan ayah dari cucu Ibu itu, ibu lupa hah! cukup satu kali saya biarkan, tapi bukankah dua kali itu sangat keterlaluan!" tegasnya menghempaskan tangan ibu paruh baya itu.
"kemasi barang kalian, tolong tinggalkan rumah saya se ce pat nya, saya tidak mau melihat wajah kalian semua ketika saya kembali lagi" sambung Dimas menekankan suaranya dan berlalu pergi keluar rumah.
(flashback off)
***
Mobil Leo melaju kencang, melewati jalanan yang tengah hujan deras, jantungnya berdebar keras setelah mendapat telepon dari Indah yang menangis sesenggukan minta pertolongannya.
Sampailah mobil Leo masuk kedalam melewati gerbang, ditatapnya Indah yang berdiri bersampingan dengan wanita paruh baya sambil menggendong anak kecil yang baru pertama kali dilihatnya.
Wajah mereka terlihat jelas habis menangis.
"pipi kamu" ucap Leo setelah melihat luka memar ceplakan tangan dan ujung pinggiran bibir Indah yang berdarah, Indah diam enggan menjawab.
"dimana suami kamu?" sambung Leo bertanya lagi.
"dia pergi.. dia mengusir aku, ibu dan putri, dia mau kami gak ada dirumah ini lagi ketika dia kembali" jelas Indah menahan tangisnya.
Leo paham apa yang harus diperbuatnya, segera Leo mengangkat koper-koper itu ke dalam bagasi mobilnya satu per satu, dan mempersilahkan Indah dan wanita paruh baya beserta anak kecil itu masuk kedalam mobilnya.
Tidak ada pertanyaan dari Leo, dan tidak ada pertanyaan juga dari wanita paruh baya yang masih terus memeluk cucu satu satunya didalam gendongannya, pandangannya nanar menatap keluar jendela.
Hening menyelimuti, Leo tak bisa berfikir panjang, tidak mungkin mencari kontrakan dadakan, dan yang terfikirkan satu satunya hanyalah membawa mereka ke rumahnya.
***
( Voc Lita )
Aku terkejut mendapati suamiku pulang membawa rekan kerjanya yang membawa orang tua dan anak kecil pulang kerumah, terlebih wajahnya memar seperti habis dipukuli.
Spontan aku membawa mereka masuk kedalam rumah tanpa bertanya apapun, karena terlihat dari tatapan mereka yang habis menghadapi hal yang mungkin tidak bisa dijelaskan untuk saat ini.
Aku persilahkan mereka duduk dan menyuguhkan minuman untuk mereka, sebenarnya aku sangat penasaran dan sangat ingin bertanya pada suamiku, tapi aku tahan.. menunggu penjelasan langsung dari suamiku.
Leo tiba-tiba menarikku masuk kedalam kamar.
"sayang.. maaf.. pasti kamu bingung kenapa aku bawa Indah dan keluarganya kesini" ucap Leo.
"yah jujur aku dari tadi mau nanya ke kamu, ada masalah apa sebenarnya?"
"Indah dipukuli suaminya dan diusir, dia akan cari kontrakan besok, jadi tolong izinin dia dan keluarganya menginap disini sampai dapat kontrakan" jelas Leo memelas didepanku.
"kenapa harus cari kontrakan, tinggal disini aja, lagian kamar tamu juga sering kosong, kita juga cuma tinggal berdua, aku gak masalah kok kalau mereka ada dirumah ini" balas ku tenang.
"ta-tapi" kulihat wajah suamiku sedikit gugup mendengar ucapanku.
"udah gapapa kok sayang, gak pake tapi tapian, aku siapin dulu ya kamarnya, nanti kita suruh mereka istirahat, kasian tuh mereka kelihatan lelah banget" sambungku memotong ucapan Leo, aku segera bergegas menuju kamar tamu yang selalu kosong, ya walaupun tidak ada yang menempati tapi kamar tamu ini selalu siap untuk menampung orang-orang yang mau menginap.
Jadi teringat ka Angel yang selalu menginap kesini kalau habis bertengkar dengan papahnya atau pacarnya, sudah lama juga aku gak nyiapin kamar tamu lagi, atau juga kedua mertuaku yang datang menginap karena kangen dengan ku atau Leo.
Setidaknya rumah ini gak akan sepi kalau aku pergi kerja suamiku juga pergi kerja, ada ibu dan anaknya Indah yang hadir di dalam rumah kosongku ini.
"ibu.. sepertinya ibu lelah, saya sudah siapkan kamar tamunya, ibu istirahat didalam saja, yuk saya antar" ucapku pada ibunya Indah, beliau hanya tersenyum samar dan mengangguk pelan merespon ucapanku, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Akhirnya beliau mengikutiku berjalan masuk kedalam kamar tamu sambil menggendong anaknya Indah yang pulas tidur dalam pelukannya.
"ibu istirahat disini ya, jangan sungkan.. anggap rumah ibu sendiri" ucapku lagi, tapi seperti tadi beliau tetap hanya tersenyum dan mengangguk.
Aku tau pasti beliau habis menghadapi hal yang sangat membuatnya syok sampai dia tak bisa berkata-kata lagi, aku tak ingin mengganggunya untuk beristirahat akhirnya ku langkahkan kakiku untuk keluar.
"maaf ya nak! terimakasih.." ucap beliau sebelum aku keluar kamar.
Kutengok dan kutatap wajah beliau
"sama-sama bu.." balasku sambil senyum, dan segera menutup pintu agar beliau bisa langsung istirahat.
Kulihat suamiku yang membawakan kotak P3K dan air hangat untuk mengompres luka memar Indah "biar aku saja sayang yang ngobatin luka Indah" ucapku menghampiri mereka berdua yang duduk di sofa tamu.
Yah.. sejujurnya aku sedikit cemburu sih melihat tatapan suamiku yang penuh kekhawatiran pada Indah, tapi bagaimanapun jika diposisinya juga aku akan sangat khawatir jika temanku mengalami hal seperti ini.
"i-iya" jawab suamiku tanpa menolak dan pindah tempat duduk.
"hmm.. suami kamu kejam juga ya, mukul istrinya semena-mena gini" ucapku.
"akh!" rintih Indah kesakitan ketika kuoleskan obat merah keujung bibirnya yang pecah.
"maaf..!tapi tahan dikit ya, ini harus diobatin.. kalau gak.. nanti bisa iritasi" aku merasa bersalah sedikit, aku tau sih pasti perih banget.
"iya gapapa mba, makasih mba Lita, maaf udah ngerepotin" sambungnya sambil menatapku dalam, penuh kesedihan.
"gak ngerepotin kok, tapi nanti cerita ya ke aku, kenapa bisa kamu diginiin! kita bisa tuntut suamimu itu.. udah KDRT gini" ucapku lagi, dan Indah hanya membalas dengan anggukan samar.