"sudah ku bilang sabarlah sedikit lagi, aku sendiri yang akan membujuk Lita, kenapa kau harus datang ketempat kerjanya?" ucap Leo yang kini berdiri didepan Indah yang sedang duduk diatas kasur.
Setelah mendengar penjelasan istrinya kemarin malam, Minggu pagi ini Leo langsung datang keapartemen Indah.
"sampai kapan mas?! perutku semakin membesar, bahkan istri kamu sendiri bilang tidak akan pernah mau menandatangani surat itu" tegas Indah dengan suara yang meninggi, meluapkan kekesalannya dan rasa kecewa atas sikap lelaki dihadapannya.
"padahal kau hanya perlu menceraikannya, itu lebih mudah" sambung Indah lagi dengan nada suara lebih pelan.
Leo menarik nafas dalam. "sudah kukatakan, aku tak akan pernah meninggalkannya, dia tanggung jawabku selamanya".
"lalu bagaimana denganku dan anak ini?!, atau mungkin kau memang tak serius menginginkan anak ini" Indah merasa putus asa, suaranya parau menahan tangis.
Leo ikut duduk disamping Indah yang mulai terisak dan kemudian merangkul lembut pundak wanita itu. "jangan bicara begitu... aku sangat bahagia dengan kehadiran anak ini, aku akan bertanggung jawab untuk mu dan anak ini, tapi tolong beri aku waktu untuk membujuk istriku, yah" ucap Leo sambil membelai lembut perut Indah.
"aku... tak ingin kehilangan ayah dari anakku lagi" ucap Indah yang berlinang air mata.
Leo menggeleng pelan. "tidak akan" balas Leo sambil memeluk Indah.
***
"kau mau cuti satu minggu?!" ucap Alex sambil menatap layar komputer yang menampilkan jadwal kerja para karyawan.
"iya aku ingin menemui tante ku, sudah lama aku tak berkunjung kerumahnya" jawab Lita yang tengah duduk dikursi kerjanya.
Alex menoleh menatap Lita. "kau yakin akan baik-baik saja berjauhan denganku?" ucap Alex.
Lita tersenyum mendengar ucapan konyol dari sang bos dihadapannya "iya, aku akan baik-baik saja" jawab Lita.
Wajah Alex berubah masam mendengar jawaban Lita yang seolah tak perduli dengan perasaannya, sejujurnya itu bukan jawaban yang ingin didengarnya. "kau yakin akan baik-baik saja?" tanya Alex sekali lagi dengan wajah yang mulai terlihat jengkel.
Lita mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan lelaki yang cepat berubah suasana hati itu, walau sebenarnya Lita hanya berniat menggoda Alex.
Alex menarik nafas dalam. "oke! kalau begitu tidak akan ku setujui permohonan cutimu" ucapnya sambil membuang muka dari Lita dan kembali menatap layar laptopnya.
"hei... enggak bisa gitu, itu hak ku sebagai karyawan, meskipun kau seorang atasan, kau tidak boleh melarang karyawan untuk mengambil cutinya" bela Lita yang gantian kesal.
Alex tersenyum miring puas menggoda wanita yang barusan sempat membuatnya kesal juga. "aku tidak melarang, aku hanya tak akan menyetujuinya, itu saja".
Lita berdecak sebal. "oke! enggak masalah, aku sudah bilang hal ini ke kak Angel lebih dulu kok, dia yang akan menyetujui permohonan cutiku" ucap Lita sambil bangkit dari duduknya dan berniat melangkah untuk keluar meninggalkan Alex.
Belum sempat Lita melangkah lebih jauh tangannya sudah digapai Alex lebih dulu dan menghentikan langkahnya.
Alex menarik tangan Lita dan membuat tubuh wanita itu jatuh kepangkuannya.
"hei... kau gila, disini terekam CCTV" pekik Lita panik saat tubuhnya dalam rengkuhan tangan Alex.
Alex tersenyum miring. "kalau begitu kau ingin melakukannya dititik buta CCTV?!" ucap Alex seductive.
"dasar!" ucap Lita sambil memukul pelan dada bidang Alex, dan bergegas berdiri dari pangkuan lelaki itu.
"aku akan menunggu mu dibelakang, kuberi kau waktu lima menit untuk masuk kedalam gudang" ucap Alex, kemudian fokus lagi menatap layar laptopnya.
Wajah Lita merona, seolah angin panas menerpa wajahnya, dengan langkah gontai Lita keluar dari ruang back office meninggalkan bos yang suka melakukan hal seenaknya itu sendirian.
Tak bisa di hentikan, jantung Lita tentu berdebar cepat, ia salah tingkah ketika sampai difloor sambil memandang satu persatu staffnya yang sedang melayani customer masing-masing.
"kak! pak Alex bakal stay sampai malam disini?" tanya Melani yang baru saja selesai melakukan transaksi dikasir.
"hah? i-iya... sepertinya begitu" Lita sedikit kikuk mendapat pertanyaan dari salah satu staffnya.
"ahh... begitu, lagian kenapa sih GGS itu hari minggu tetap kunjungan ke toko, jadi enggak bisa nyemil-nyemil deh kedalam" ucap Melani frustasi, walaupun para staff sudah mulai dekat dan terbiasa dengan kehadiran Alex, namun tak bisa dipungkiri rasa waspada didepan atasannya itu tetap harus dijaga.
Lita tertawa pelan. "kalau kamu mau nyemil sebentar, masuk keloker enggak masalah kok Mel, yang penting enggak lama sambil ngobrol didalam" jelas Lita.
"tetap aja kak, bawaannya horor kedalam kalau ada pak GGS itu, takut ditanya penjualan" balas Melani sambil melangkah meninggalkan Lita dan berjalan kedepan menyapa customer yang baru saja masuk ke dalam toko.
Lita berjalan mendekat menuju lemari stok barang yang ada di floor, lemari yang seolah tersamar dengan dinding disana, Lita mulai memeriksa persediaan barang yang siap ambil tanpa mengharuskan para staff masuk kedalam gudang.
"masih penuh kak, tadi pagi sudah diisi sama bang kevin" ucap Dian mendekat ke Lita sambil matanya fokus ke arah customer yang sedang di service nya.
"kak, tapi tadi digudang belakang agak berantakan dan anak pagi belum sempat beresin karena pak Alex keburu dateng, pak Alex belum ngecek gudang belakang kan?" sambung Dian mengajak bicara Lita dengan mata yang tetap fokus ke customernya yang sedang mencoba tas sambil bercermin.
"tadi dia bilang mau cek gudang belakang" balas Lita.
Wajah Dian otomatis berubah panik sampai alisnya bertaut langsung menoleh kearah Lita "gimana dong kak, nanti dia marah lihat gudang berantakan".
"yaudah enggak apa-apa, biar saya yang beresin, tenang aja dia enggak bakal marah kok" Lita mencoba menenangkan salah satu staffnya yang mulai terlihat takut.
Dian mengangguk pasrah, berharap apa yang diucapkan Managernya itu benar.
"yaudah, saya masuk kedalam dulu yah" pamit Lita dan langsung melenggang masuk kedalam back office lagi.
Lita menatap kursi dihadapannya kosong, dan itu menandakan kalau Alex sudah berada didalam gudang belakang.
Dengan langkah pasti Lita mulai berjalan mendekat kearah rak-rak yang penuh berisikan barang jual.
"sepuluh menit! padahal aku cuma kasih waktu lima menit" ucap Alex sambil melirik arlojinya ketika sang wanita yang ditunggunya menampakkan diri dihadapannya.
Lita menatap sekeliling lorong rak tempatnya berdiri sekarang, terlihat sedikit rapih walaupun masih ada beberapa kardus sepatu yang ada dibawah lantai.
"kamu baru saja merapikan barang yang berantakan?" tanya Lita sambil berjalan pelan mendekat kearah Alex.
"iya, tadi waktu aku datang, disini lumayan berantakan, jadi.. sambil nunggu kamu ak-"
Cup! bibir Lita mengecup lembut bibir Alex yang sedang menjelaskan.
"makasih yah" ucap Lita selesai memotong ucapan sang bos dengan kecupan singkatnya.
Tujuan Alex meminta Lita untuk datang ke gudang paling belakang tentu bukan untuk merapikan barang-barang yang ada disana.
Mendapati Lita yang memulai lebih dulu membuat Alex lebih bersemangat, perlahan wajah Alex mendekat dan melumat bibir pink lembut yang tadi sempat memprovokasinya, kemudian tangannya sigap memeluk erat tubuh Lita yang balas memeluk tubuhnya juga.
"sabar yah, aku cuma pergi satu minggu" ucap Lita ketika bibir pink nya terlepas sebentar dari pagutan bibir sang bos yang agresif.
Tanpa menjawab Alex kembali melumat bibir pink Lita, seolah tak ingin melepasnya kembali, bahkan tak ingin merelakannya meski hanya satu minggu.
Lita membalas setiap pagutan sang bos yang begitu antusias menginvasi bibir miliknya, Lita sadar betul ciuman yang semakin panas dan bergelora itu merupakan luapan emosi sang bos yang tidak rela ditinggalkan olehnya.
"aku pasti akan sangat merindukanmu" bisik Alex yang kemudian menginvasi telinga sensitif Lita.
"aku juga" desah Lita mendapati area sensitifnya dijamah bibir liar sang bos.
Tangan lita yang melingkar dileher Alex perlahan mulai meremas lembut rambut Alex, seolah ingin agar Alex menghentikan cumbuannya ditelinga yang terasa begitu menggelitik sekujur tubuhnya.
Lita menangkup wajah Alex untuk menghentikan cumbuan liar pada telinganya, ia terlalu tidak berdaya jika telinganya terus dilumat seperti itu, ia harus tetap sadar sebelum benar-benar tenggelam dalam nafsunya saat ini.
Suara nafas yang seolah saling menyahut menjadi detik waktu diantara mereka, mata sayu yang saling memandang seolah berbicara jika mereka tak ingin berhenti dan ingin terus melanjutkannya.
Tanpa suara tanpa kata, bibir dua insan itu kembali saling berpagut dan melumat satu sama lain hingga deru nafas dan desahan nafsu seolah menjadi lantunan melodi untuk mereka berdua.