Anna hanya menghela napasnya, ia memeriksa dokumen yang sudah disiapkan namun sesekali ia melirik Aksel yang kini memejamkan kedua matanya.
Untuk mengurus dokumen yang menumpuk tersebut cukup menguras waktu dan tenaganya, Anna menarik tubuhnya untuk peregangan sebentar dan sepertinya ia membutuhkan kopi, namun ia tidak diperbolehkan pergi dan orang tidak boleh ke dalam ruangan tersebut.
Setelah menyelesaikan dokumen tersebut, Anna benar-benar merasa lelah dan butuh kopi, apalagi ia juga memang telah candu pada yang namanya kopi, karena ia kerap begadang.
Anna melangkah menuju sofa yang ada Aksel di sana, ia berencana meminta izin Aksel namun tak berani membangunkannya, kini Anna benar-benar dibuat CEO nya bingung.
Karena Anna sudah kesal dan begitu pengar, ia membuka pintu tersebut pelan-pelan, tampaknya Aksel pulas namun tubuhnya masih begitu rapi seperti posisi awalnya.
Anna melambaikan tangannya pada staff yang ada di sana, hingga akhirnya ada yang mendatangi Anna di pintu tersebut.
"Ada yang busa dibantu, Bu?"
"Boleh minta kopi enggak? Saya butuh kopi kayaknya."
"Boleh sekali, Bu. Berapa gelas bu?"
Anna sempat bingung kembali, ia tak tahu Aksel akan meminum kopi atau tidak.
"Satu saja deh, americano dingin ya, terima kasih."
Begitulah perintah Anna yang tentunya akan dilaksanakan karena mereka jelas tahu siapa Anna dengan posisinya, namun tentu banyak pula yang tak menyukainya apalagi dengan posisi dan juga sekaligus kekasihnya Aksel.
Hanya butuh beberapa menit saja pesanan Anna tiba, ia membuka pintu tersebut dan menguncinya kembali.
"Ah, Tuhan ini kapan berakhirnya sih?" Anna bertanya seorang diri karena masih ada dokumen yang tersisa namun tubuhnya pegal sekali.
"Masih banyak yang belum memangnya?"
Sontak Anna terkejut dan melihat Aksel dengan heran, ia kira bukan Aksel yang menyahut gerutuannya.
"Maaf pak, sedikit lagi kok."
Aksel bangun dan meregangkan tubuhnya, ia berjalan menuju kamar mandi dan keluar dengan raut wajah yang sudah dibasuh olehnya. Kini Aksel duduk di hadapan Anna, posisinya seperti Anna yang CEO dan Aksel sekretarisnya.
Tanpa bertanya dan sengaja Aksel meminum Americano milik Anna.
Melihat hal itu Anna pun sedikit melongo.
"Pak tapi itu bekas saya," walau ragu Anna akhirnya berbicara.
Sepertinya Aksel baik-baik saja dengan hal itu, ia tidak terlihat jijik atau pun marah.
"Mana yang belum?"
Anna hanya menunjukkan dokumen yang belum ia periksa dan hanya tersisa sedikit saja, Aksel lah yang memeriksanya.
"Rapikan, kita ke hotel."
Dengan senang hati Anna bergegas untuk merapikan dokumen tersebut dan mengemasi barangnya.
"Anna," panggil Aksel seraya melemparkan jasnya.
"Bawakan itu untuk saya," Aksel melangkah pergi dahulu di depan Anna.
Rasanya Anna ingin melemparkan jas tersebut kembali ke wajah Aksel. Ia selalu seenaknya saja, tapi meski begitu tetaplah Aksel akan menang karena ia pimpinan Anna.
Aksel berjalan lebih dahulu dari Anna, beberapa pasang mata tentu melihat mereka.
"Sore, Pak," ada yang menyapa Aksel saat itu.
Ia perempuan dengan pakaian begitu ketat, dan bagian dadanya sengaja ia tonjolkan. Sepertinya perempuan ini ingin menggoda Aksel.
Raut wajah Anna sudah tidak enak dipandang, ia mengerutkan wajahnya karena kesal langkahnya pulang harus dihentikan kembali.
"Pak, Aksel," panggilnya dengan nada mendayu.
"Mau apa?"
"Apa Bapak punya waktu kali ini, ada yang harus dibahas soalnya."
"Tentang apa?"
"Perusahaan ini, pak."
"Di mana?"
Perempuan tersebut menunjuk sebuah tempat yang sepi dan sepertinya sengaja menguji kesabaran Aksel dengan berkata centil dan memaju-majukan bagian tubuh depannya.
"Cepatlah, saya tidak punya banyak waktu."
Sepertinya perempuan tersebut sengaja menarik lengan Aksel, namun dengan cepat ditepis oleh Aksel. Ada senyuman mengejek dari Anna dalam hatinya.
Melihat Anna tidak berjalan, Aksel pun berhenti dan menatap Anna.
"Kenapa kamu diam di situ, Anna?"
"Bukannya urusannya hanya berdua?"
"Iya pak, kita berdua saja," ucap pegawai perempuan tersebut.
Aksel mendengus kesal, ia memegang tangan Anna, kemudian menariknya. Terlihat jika pegawai perempuan tersebut tidak suka melihat Aksel menarik tangan Anna.
Kini mereka sampai pada tempat yang ditunjukkan oleh pegawai tersebut.
"Cepat katakan apa yang mau kamu bicarakan," terlihat jika Aksel sudah tidak sabar lagi.
Apalagi dengan Anna, ia sebenarnya sudah lelah sedari pagi bekerja dan duduk terus menerus.
"Jadi begini, hmm sebentar," pegawai tersebut tampak kebingungan dengan apa yang ingin dikatakannya.
Aksel masih memperhatikan gerak gerik pegawainya tersebut, sepertinya ia tahu apa yang hendak dilakukan pegawai tersebut.
"Kamu hanya membuang waktu saya! Anna cepat kita pergi," ucap Aksel seraya berjalan lebih dahulu dari Anna.
Anna pun hanya mengikuti perintah Aksel, namun ketika ia melangkahkan kakinya, kini pergelangan tangannya dipegang oleh pegawai perempuan tersebut. Anna berusaha melepaskan namun tampaknya pegawai ini memiliki tujuan padanya.
"Apa?"
"Kamu bisa enggak sih enggak usah nempel sama Pak Aksel, rencana saya hancur karena kamu!"
"Sudah?" tanya Anna dengan nada yang seolah merendahkannya.
"Kamu berani ya!"
"Lepaskan! Saya ditunggu pak Aksel."
Anna melepaskan secara kasar tangan pegawai perempuan tersebut dan berjalan cepat menyusul langkah Aksel.
"Kenapa lama sekali?"
"Pegawai Bapak yang menahan saya."
Mereka berdua kini sudah berada di dalam mobil untuk perjalanan kembali ke hotelnya.
"Mau apa memangnya?"
"Dia enggak suka kalau saya di samping Pak Aksel."
Aksel tersenyum menyeringai, menurut Anna jika Aksel menyeringai seperti itu cukup menyeramkan dari pada perkataannya.
"Jangan ditanggapi lagi, perempuan itu hanya ingin menggoda."
"Harusnya Pak Aksel tadi enggak usah ajak saya, kan dia cuma mau berdua saja dengan Pak Aksel."
"Kamu jangan mengatur saya."
Anna memilih diam tidak merespon kembali perkataan Aksel, rasanya serba salah saja jika berkata di depan Aksel.
Perjalanan mereka ke hotel cukup sepi, hingga akhirnya mereka sampai di hotel tersebut.
Aksel berjalan dahulu dari pada Anna, meskipun ada yang mempethatikan tapi Aksel enggan menyapanya kembali.
Anna teringat jika jas milik Aksel ia bawa, ia sedikit berlari pada Aksel. Baru saja ia akan sampai, Aksel menutup pintunya di hadapan Anna. Bagaimana Anna tidak menjadi begitu kesal.
Anna menggedor pintu tersebut karena begitu kesal pada Aksel, padahal seharusnya Aksel tidak perlu menutup pintu di depan matanya.
"Manusia gila apa! Makannya apa sih, batu sekali!" begitulah Anna mengumpat seraya masih memencet tombol pintu kamar Aksel.
Hampir saja Anna enggan membawa jasnya atau pun ia akan menaruhnya di pintu kamar saja, namun jika hak itu ia lakukan yang ada akan menambah masalahnya.
Ceklek!
Pintu akhirnya terbuka, saat itu Aksel sudah membuka kancing kemeja bagian atasnya dan lengannya juga.
Sontak Anna menutup matanya karena kagey dengan keadaan Aksel.
"Pak Aksel!"
"Kamu kenapa sih Anna!"
"Sengaja ya keluar dengan pakaian begitu hah?"
"Saya pakai baju Anna!"
Anna perlahan membuka matanya dan ia melihat jika Aksel memang masih menggunakan kemeja namun sudah terbuka saja sebagian kancingnya.