Kaito
Rambut pirang ke emasan yang sampai punggung. Seragam sekolah yang biasa aku lihat. Rok yang panjang nya tak sampai lutut. Tas ransel kecil warna merah muda. Syal merah muda yang melingkari leher nya. Entah berapa kali pun aku melihat nya, dia tetap saja cantik.
"Ai ... selamat pagi ...", aku berhenti di depan Ai dengan nafas yang terengah engah karena aku berlari cukup jauh.
"Apa kau baik baik saja?", suara pertanyaan yang mengejutkan ku.
Aku pun menoleh ke wajah nya dan sangat berharap itu adalah suara nya.
Tapi ... aku salah ...
Ternyata Ai menggenggam ponsel nya. Ternyata dia menggunakan voice assistance. Aplikasi yang bisa membacakan tulisan yang kau ketikan di ponsel mu.
"Aku gak apa apa ... kau sekarang pake aplikasi itu ya?", tanya ku.
Ai hanya mengangguk dan tersenyum padaku seperti biasa nya.
---
"Kakak ku akan segera menyusul ku ...", kata kata Ame di dalam mimpi tadi yang kembali terngiang di kepala ku.
---
Cih ...
"Ai ... apa kau siap?", lanjut ku bertanya.
"Iya ... tentu saja", suara yang keluar dari ponsel Ai.
Kami pun akhir nya berangkat bersama menuju sekolah. Aku harus memanfaatkan waktu sebaik baik nya. Aku belum tahu bagaimana hidup Ai akan berakhir. Jika karena kecelakaan, besar kemungkinan nya aku bisa menyelamatkan hidup nya.
Dan juga, Ame bilang aku bisa memundurkan waktu. Jika aku gagal, aku akan memundurkan waktu dan kembali mencoba menyelamatkan Ai. Tak peduli berapa kali pun. Aku akan tetap berusaha.
"Ano ... Ai ... sebener nya ... kamu bakal ngomong apa di adegan puncak drama kita?", aku tak bisa menahan rasa penasaran ku yang semakin besar ini.
"Rahasia", lagi lagi suara dari ponsel Ai.
"etto ... kamu sebenernya gak butuh aplikasi itu ... sebentar lagi ... aku yakin suaramu akan kembali", ucap ku meyakinkan Ai.
"Terima kasih", walau pun suara itu keluar dari ponsel nya. Tetap saja aku bisa melihat rona merah di pipi nya.
"Ai ... soal adik mu ...", ternyata memang berat mengatakan yang sebenar nya.
"Gak jadi ... hari ini dingin ya? ... aku lupa pake syal ku", aku mengalihkan topik pembicaraan karena merasa belum saat nya mengatakan yang sebenarnya.
"Hoii!!! kalian cepat lah!!", teriak Haru yang berdiri bersama Raku di depan gerbang sekolah yang terbuka lebar.
"Hmm ... santai dulu ...", ucap ku dengan wajah malas seperti biasa.
"Santai?! ... besok kan kita bakal pergi ke pentas adik mu kan?", ujar Raku mengingatkan ku bahwa besok aku mengajak mereka ke sekolah Hanabi.
"Oh ... aku lupa ...", aku melangkah santai mendekati Raku dan Haru.
"Ai ... selamat pagi", sapa Haru lalu menggandeng Ai.
"Raku? ... aku kaget kamu bisa pacaran sama cewe terimut di kelas", bisik ku di depan telinga Raku.
"Berisik!! ... lagi pula ... aku belum pacaran", ucap Raku dengan wajah kesal nya.
"Ya udah ... ayo masuk lah", kata ku dengan nada datar.
Kamu berempat pun melangkah masuk ke gerbang sekolah.
Prak ...
Aku tak sengaja menjatuhkan pulpen yang ada di dalam saku celana ku. Aku pun membiarkan mereka bertiga mendahului ku. Aku berbalik dan membungkuk untuk mengambil pulpen ku.
Saat aku hendak mengambil pulpen. Aku dikejutkan dengan sepatu merah muda yang tak asing berada di depan pulpen yang ingin aku ambil. Aku pun mengambil pulpen ku dan melihat gadis yang ada di depan ku itu.
"Pagi tolol!!!", sapa Mina seraya memukul kepala ku dengan keras.
"Oi ... sakit tau ...", aku memasukan pulpen kembali ke saku celana ku sembari memegang kepala ku yang sakit.
"Itu sih gak seberapa ...", ucap Mina dengan wajah sombong nya.
"Oohh ... gitu ka?", aku menarik ujung rambut nya dengan sedikit keras membalas perbuatanya tadi.
"Oi?! ... sakit?!", teriak Mina sembari memegang tangan kanan ku yang tadi menarik ujung rambut nya.
Aneh nya Mina tak kunjung melepas tangan ku dan hanya memandangi ku.
"Oi? sehat kah?", tanya ku dengan wajah datar.
"Oh?! Eh?!", Mina malah terperanjat dan melepas tangan ku dengan rona merah di pipi nya.
"Kamu ikut drama kan bocah?", tanya ku.
"Kayak nya enggak perlu deh ...", ucap nya seraya menundukkan kepala nya.
"Oi ... dasar bocah ... kasihan temen temen lain udah susah susah ... kamu malah gitu", aku berusaha meyakinkan Mina untuk ikut dalam drama kelas.
"Habis nya ... kamu dulu juga gak pernah ikut kan?!", ujar Mina dengan wajah kesal nya.
"Jangan jadi tolol kaya aku ... cukup jadi bocah aja ...", ucap ku lalu menarik tangan nya agar ia tak lari lagi dari latihan drama.