Kaito
"Ta-tapi ..."
"Aku mohon Kaito ... tolonglah aku ...", kata Sakura senpai memohon padaku sembari menggenggam tangan kanan ku.
"Se-senpai ... maaf tapi aku sudah ..."
"Aku tau! kau sudah punya pasangan kan? tak salah lagi itu Ai pacar mu itu ... tapi ...", sela nya dengan mata yang mulai berkaca kaca.
"Senpai ... jangan teriak teriak lah ...", ucap ku berusaha membuat nya tenang karena pengunjung lain mulai memperhatikan kami.
"Kalau aku tak bisa menang dalam lomba ini ... aku ... aku akan pindah ke luar negeri ...", ujar nya.
He?! pindah? kenapa?
"Kok bisa?!", tanya ku terkejut dan bingung.
-(-(-(-(-(-(-(-(-(-
(Kemarin)
Sakura
Entah kenapa tiba tiba aku dipanggil kedua orang tua ku untuk bertemu mereka sepulang sekolah di apartemen ku. Tanpa pikir panjang sepulang sekolah aku segera pulang ke apartemen ku.
Ketika aku masuk mereka sudah duduk di sofa ruang tamu. Perlahan aku melangkah mendekati mereka.
"Sakura ayah ingin membicarakan hal penting padaku", kata Ayah.
"Sini duduk dulu", ucap ibu menunjuk ke arah sofa di depan mereka.
Aku pun segera duduk.
"Sakura, semester ini kau akan ayah pindah ke jepang ... kau akan kuliah dan menjadi pengusaha seperti ayah", jelas ayah.
"Haa?!! mana mungkin?! aku tak ingin jadi pengusaha ayah", ucal ku menolak.
"Sakura ... kau ingin jadi penulis kan? ... tapi sampai sekarang kau belum mendapat satu penghargaan pun", timpal ibu.
"Tapi ... jadi penulis tidak semudah yang kalian pikirkan!!", teriak ku.
"Maka dari itu berhentilah!!!", teriak ayah dengan tegas.
"Kenapa?? Kenapa kalian ini?? kenapa aku tak boleh memilih tujuan hidup ku sendiri", ucap ku dengan air mata yang mengalir di pipi ku.
"Karena kau membawa nama besar keluarga Ogata ... jika kau gagal ... maka ..."
"Maka apa?!! nama! nama! nama! ... apa hanya itu yang kalian pikir kan?!", teriak ku menyela ucapan ibu ku.
"Baik lah jika kau bersikeras menolak ... maka buktikan lah di lomba musim gugur ini ... bahwa kau bisa menang", ujar ayah.
"Baik lah! aku akan buktikan pada kalian!", teriak ku mengusap air mata di pipi ku lalu berlari masuk ke kamar.
-)-)-)-)-)-)-)-)-)-
Kaito
Aduh gimana ini ??
Setelah mendengar cerita nya, hati ku sedikit tergerak. Tapi tetap saja aku sudah berjanji pada Ai.
Masalah apa lagi yang akan kau berikan Tuhan ...
"Senpai ... tapi ..."
"Aku mohon Kaito ... hanya kau satu satu nya harapan ku ... aku ... aku tak tau harus bagaimana lagi ...", sela nya dengan air mata yang mulai menetes.
"Se-senpai ... beri aku sedikit waktu untuk berpikir ...", kata ku bingung.
"Tolong ... tolong ... aku mohon", ucap nya memohon sembari menggenggam tangan ku dengan erat.
Apa? apa yang harus ku lakukan?
"Hana ga hakai sa renai yō ni, himawari wa ai no shōchōdesu",(jangan sampai bunga ini hancur, bunga matahari ini adalah lambang cinta) ucapan Ame yang tiba tiba terngiang di kepala ku lagi.
Kenapa? kenapa kata kata itu lagi? apa nya yang lambang cinta ... aku tak mengerti maksud nya ...
"Senpai ... aku akan menjawab nya besok ... hanya beri sedikit waktu untuk ku", ucap ku.
"Baiklah ... tapi ...",
"Jangan khawatir ... walau besok aku menolak, pasti aku akan tetap membantu mu ... tenang saja senpai", sela ku menenangkan nya.
Setelah keadaan menenang, aku pun pamit pulang. Tepat pukul delapan malam aku kembali sampai di stasiun seberang sekolah. Aku berhenti sejenak di depan stasiun untuk melihat sekolah ku di malam hari. Saat mataku melihat ke arah atap sekolah.
Aku melihat seorang gadis sedang berdiri sendiri di belakang pagar pembatas atap sekolah. Karena penasaran aku mennyebrang dan berhenti di gerbang sekolah untuk melihat nya lebih jelas.
Ai? apa yang dia lakukan di situ?
Aku pun berusaha masuk ke sekolah, tapi gerbang nya terkunci dengan rapat. Saat aku kembali melihat ke arah Ai, dia sudah berdiri di atas pagar pembatas atap sekolah.
Apa?!! dia mau bunuh diri apa?!!
Tanpa pikir panjang aku segera memanjat gerbang sekolah. Aku segera berlari masuk ke gedung sekolah. Sial nya pintu masuk gedung sekolah juga terkunci.
Bruak bruak ...
"Tolong lah!!! payah!!!! kenapa kau terkunci di saat seperti ini!!!", ucap ku memukul pintu depan gedung sekolah.
"Aaagghhhh!!!!!", teriak ku bingung dan putus asa.