"Penampilannya sungguh berlebihan sekali untuk kencan buta" batin Aksa melihat penampilan perempuan itu.
"Sanna" ucap wanita itu memperkenalkan diri.
"Aksa" balas Aksa dingin.
"Saya sering mendengar nama anda. Ternyata gosip di luaran sana benar adanya. Anda benar-benar tampan" puji Sanna tulus. Aksa hanya menatap malas gadis di depannya ini. Sudah ribuan kali bahkan jutaan kali ia mendengar hal semacam itu.
"Terima kasih"
"Ngomong-ngomong kenapa anda repot-repot melakukan hal ini? Bukankah di luaran sana banyak wanita yang menginginkan anda? Anda tinggal memilih satu diantara mereka, kan?". Aksa tersenyum masam mendengar pertanyaan Sanna. Ada benarnya juga pertanyaan gadis itu.
"Sebelum saya menjawab, saya juga ingin bertanya hal yang sama. Kenapa anda juga mau melakukannya?" tanya Aksa.
Sanna tampak berpikir kemudian ia tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan dari Aksa.
"Saya dihubungi langsung oleh pak Rendra. Bagaimana bisa saya menolaknya?"
Aksa tersedak minumannya, "Anda kenal dengan papa saya?"
Sanna mengangguk.
"Pak Rendra adalah rekan bisnis keluarga saya. Mama kita juga saling mengenal baik. Apa anda tidak mengetahui hal itu?". Aksa menggeleng.
"Saya sedikit terkejut saat pak Rendra memintaku untuk kencan buta dengan anda. Saya pikir anda sudah menikah tahun lalu"
"Tidak. Kami membatalkan rencana pernikahannya" ujar Aksa pelan. Sanna mengangguk paham.
"Saya sudah mendengarnya dari pak Rendra. Beliau juga bercerita tentang kegelisahannya soal anda yang belum menikah. Oleh karena itu saya tidak bisa menolak permintaan beliau"
"Pak Rendra juga sangat berharap kita bisa bersama" lanjut Sanna.
Aksa menyesap kopi lattenya. "Saya tidak ingin menikah hanya untuk kepentingan bisnis semata" kata Aksa dingin.
"Permisi" pamit Aksa pergi. Sanna hanya menatap kosong punggung Aksa yang menjauh.
"Velary Hilton, 21 tahun, seorang mahasiswi tingkat akhir jurusan kedokteran" ucap Radit saat di dalam mobil. Mereka tengah menuju ke tempat kencan selanjutnya untuk bertemu dengan gadis kedua.
"What? 21 tahun? Yang benar saja kamu? Aku akan terlihat seperti pedofil jika menikahinya. Batalkan" perintah Aksa tegas.
"Selanjutnya, wanita ketiga Dania Pradita, 24 tahun, seorang model terkenal"
Kali ini, mereka tengah berada di restoran mewah yang berada di salah satu hotel terkenal.
"Anda Dania??" sapa Aksa lebih dulu.
"Uwaahh..."
"Iya, saya Dania" ucap Dania menoleh ke belakang.
"Aksa" kata Aksa memperkenalkan diri.
"Anda sangat tampan" puji Dania sambil terus menatap Aksa dengan tatapan memuja.
"Terima kasih" ucap Aksa singkat.
"Langsung saja ke intinya. Saya tidak ingin membuang-buang waktu"
"Saya ingin tahu apa alasan anda menerima ajakan kencan buta ini?" tanya Aksa dengan suara tegasnya.
"Emm...saya tidak bisa menolak jika itu anda, pak Aksa. Anda sangat sempurna sebagai seorang laki-laki" jawab Dania tersipu malu.
"Benar, saya terlalu sempurna. Dan saya juga terlalu sempurna untuk dimiliki siapapun" kata Aksa percaya diri.
"Kalau begitu kita akhiri saja kencan buta hari ini. Permisi". Aksa langsung pergi begitu saja. Mengabaikan panggilan dari Dania yang terlihat bingung dengan sikapnya.
"Hah? Loh? Kok gitu? Pak Aksa...Pak? Shiitt...." teriak Dania kesal.
Mereka hanya mengobrol tidak lebih dari sepuluh menit saja.
"Ada apa dengan ekspresi anda, pak?" tanya Radit setelah Aksa masuk ke dalam mobil.
"Apakah semua perempuan ini hanya mengagumi ketampananku saja? Mereka semua sangat membosankan. Tidak ada yang menarik sama sekali" ujar Aksa kesal. Ia sedikit melonggarkan dasinya.
"Apakah anda ingin melanjutkan? Gadis ke empat adalah Yasmin Hilary, 23 tahun, seorang model dari perusahaan....". Radit tidak melanjutkan ucapannya. Matanya membulat tidak percaya.
"Kenapa?"
"Dari perusahaan mana?" tanya Aksa penasaran.
"Dari Narendra Entertainment, pak" jawab Radit pelan.
"Hah? Serius kamu?". Aksa merebut kertas itu dan membacanya sendiri. Ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
"Benar-benar...". Aksa menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Apa papa bercanda? Bagaimana bisa aku menikahi karyawanku sendiri?" ujar Aksa meremas kertas tersebut.
"Sudah. Hentikan saja sampai di sini" perintah Aksa.
"Tapi...pak?". Radit langsung terdiam saat Aksa menatapnya tajam.
"Kita ke club saja. Aku ingin menjernihkan pikiranku"
Bingar dan managernya sedang berada di perusahaan. Mereka sedang rapat dengan pimpinan dan para produser untuk membahas rencana perilisan single terbarunya.
"Saya ingin konsep video klipnya terlihat lebih fresh. Kalau bisa gunakan teknologi canggih untuk mendukung visualisasi gambarnya" pinta Arthur pada Zain, selaku produser.
"Baik, pak. Akan saya usahakan"
"Tapi apakah harus Bingar? Dia sedang sibuk syuting saat ini. Masih banyak artis lain di perusahaan ini, pak?" tanya Zain sambil melirik Bingar yang duduk di depannya.
"Saya hanya mau dia. Apapun yang terjadi. Persiapkan dengan matang. Bulan depan kita akan tetap merilis single terbaru untuknya" tegas Arthur.
"Tapi pak, saya keberatan" sela Bingar cepat.
"Saya masih ada syuting drama. Lagi pula akhir-akhir ini, jadwal saya juga semakin padat. Bagaimana jika single tersebut untuk artis lain saja?" ucap Bingar mencoba menawar.
"Benar apa yang dikatakan Bingar. Dia sedang sibuk, takutnya nanti tidak maksimal" kata Zain menimpali.
"Tidak ada tawar-menawar. Saya sudah memilih Bingar. Untuk masalah jadwal, bisa dibicarakan dengan Juna. Sekian untuk rapat hari ini, saya masih ada rapat lain". Arthur meninggalkan ruang rapat begitu saja. Bingar mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosi. Ia sangat frustasi menghadapi CEO agensinya tersebut.
Setelah dari perusahaan dan menyelesaikan syuting, malam harinya Bingar dan Juna segera meluncur ke acara peresmian salah satu perusahaan fashion. Ia diundang sebagai brand ambasador untuk salah satu produk mereka. Bingar terlihat anggun dengan dress pastel yang melekat indah di tubuhnya. Kehadiran Bingar membuat suasana bertambah meriah. Beberapa tamu undangan meminta berfoto bersamanya.
"Selamat malam pak Dika. Selamat atas peresmian perusahaan anda. Semoga sukses untuk semua produknya" sapa Bingar dengan senyum ramahnya.
Pak Dika, selaku CEO perusahaan fashion tersebut menyambut kedatangan Bingar dengan senang hati.
"Semua akan laris di pasaran jika kamu brand ambasadornya. Saya tidak perlu khawatir". Bingar tersenyum lebar mendengar pujian dari pak Dika.
"Oh yaa...kenalkan. Ini Bingar, brand ambasador untuk produk kami". Pak Dika memperkenalkan Bingar kepada rekan bisnisnya.
"Bingar..." ucap Bingar sambil menyalami satu persatu rekan pak Dika.
"Oh...kamu yang membintangi drama 'Our Love' itu, kan ? Selamat yaa, drama yang kamu bintangi sukses besar. Saya juga menikmati dramanya". Bingar merasa tersanjung mendengar pujian langsung dari pemilik Narendra Grup itu.
"Terima kasih banyak"
"Saya merasa terhormat dengan sanjungan anda, tuan" ucap Bingar rendah hati.
"Saya kira, kamu tidak menonton drama yang dibintangi artis dari perusahaan sainganmu, Ren?" tanya pak Dika mengundang gelak tawa.
"Tidak dong. Saya tetap mendukung drama yang benar-benar berkualitas. Entah siapapun artisnya. Jika bagus yaa saya dukung". Semua tertawa mendengar jawaban pak Rendra.
"Kamu sudah bekerja keras, Bingar"
"Terima kasih banyak, pak Rendra. Kalau begitu saya pamit sebentar, permisi" pamit Bingar meninggalkan sekumpulan pemilik perusahaan besar di negeri ini.
"Silakan"
Bingar menikmati acara malam ini. Ia banyak bertemu dan berkenalan dengan para petinggi dunia hiburan. Mulai dari CEO, produser, artis, dan aktor terkenal. Ia banyak berdiskusi dan bertukar pikiran dengan para tamu undangan. Mereka juga sangat baik dalam menyambutnya. Bingar merasa sangat bersyukur atas semuanya.