Langit tiba-tiba mendung, samar-samar asap dan kabut menyelimuti bumi, langit mulai tertutupi asap dari bawah, tempat pertempuran besar para pendekar seniman beladiri dan para Kalueng. Sesekali kilatan energi mencuat kesana kemari mencari mangsan, dan sedetik kemudian ledakan terjadi. Aroma darah dimana-mana.
Bagas melihat kearah Kaja yang masih melihat pertarungan hebat itu. Kaja yang kini menjadi rekannya memang lebih muda darinya sekitar 3 tahun. Kaja seumuran dengan adiknya Reza, namun dia merasa bahwa setiap arahan dari Kaja memang selalu benar sehingga dia menunggu apa yang akan dilakukan Kaja dalam keputusannya kali ini.
"Kenapa Kau tidak bertanya?" Kaja bertanya duluan.
"Soal yang akan kita lakukan sekarang?" Bagas melihat pertempuran.
"Iya. Biasanya Kau selalu tak sabaran Bagas."
Bagas diam sejenak, dia bergerak dan mendekati pohon besar, di duduk santai bersandarkan pohon itu, "Terserah apa yang akan Kau lakukan, aku ikut saja," Bagas bersiul santai dan Kaja pun melihatnya dengan senyumannya.
"Baiklah, tunggu aba-abaku dan Kita akan bersenang-senang."
Bagas pun tersenyum sekarang, Dia tahu, Kaja sedang mengamati situasinya.
Dalam pertermpuran hebat itu. Mungkin ratusan Kalueng sudah tumbang, dan juga mungkin seratus Pendekar juga sudah terluka, penyembuh segera sigap melakukan penyembuhan meskipun agak sulit karena mereka selalu saja diganggu Kalueng yang lain dan mereka harus bisa memanfaatkan situasi.
Jiro mencoba kekuatan barunya, Ledakan Api. Meskipun Jiro sudah mengasahnya setahun ini sambil menunggu saat-saat ini, namun kekuatan apinya masih jauh dibandingkan kekuatan airnya yang sudah dikuasainya dari kecil. Jiro berusaha mensinkronkan dua kekuatan elemennya, api di tangan kanannya dan air di tangan kirinya, terlihat perbedaan mencolok dari kepadatan energinya, namun untuk menghadapi Kalueng-Kelueng di rank perak itu, Jiro masih bisa mengatasinya.
Duarrr! Ledakan Api dan Air membuat 3 Kelueng terbakar dan terkena serangan air bersamaan, 3 Kalueng itu roboh ke tanah dengan luka yang fatal. Tak bangun lagi. Dua Kalueng menyerang lagi dari sisi kanan dan kiri, bahkan satu lagi dari atas Jiro. Jiro pun berputar dengan salto. Tendangan Api di kaki kanannya menghantam salah satu Kalueng dan kedua tangannya pun menghantam dua Kelueng.
Blaammm!
Kakek Kamir sedikit memperhatikan gerakan Jiro. Dia yakin sekarang, pemuda tampan itu adalah keturunan dari Klan Arahan yang sudah dikabarkan musnah. Ada hubungan tersendiri antara Kamir dan juga para Bangsa Arahan, Dia pun bernostalgia pernah punya sahabat dari Klan tersebut.
Pertempuran sudah berjalan sekitar dua jam, Tenaga para Pendekar sudah mulai terkuras. Mereka mulai kelelahan, sehingga mereka juga mencari celah untuk mengambalikan energi mereka. Sayangnya, para Kelueng juga tak memberikan waktu banyak, serangan-serangan mereka seolah robot yang dikendalikan semata tanpa memiliki rasa sakit.
Aflif Lentera berupaya keras melawan, Kakek Kamir membantu timnya jika ada yang kesulitan dengan menghantamkan serangan dari tongkatnya yang terus berpendar melesatkan energi dan menghantam para Kalueng yang beterbangan kesana-kemari sambil menyerang.
Di sisi lain, Tim Aflif Rendana juga berusaha sekuat tenaga, Jeni yang merupakan healer juga kesana kemari memberikan bantuan kekuatan untuk memulihkan rekannya yang kelelahan, mereka harus berkumpul dan jangan berpisah jauh agar kekuatan tim dapat terjaga dengan baik. Semua pendekar tengah sibuk bertarung.
Meski begitu, Aflif Rendana harus dikerumuni sekitar 50 Kalueng yang membabi-buta menyerang mereka. Gerakan para Kalueng tak beraturan, Roki menghadang serangan mereka, Samo dengan tameng dan kapak besarnya terus menghantam para Kalueng dan tamengnya melindungi dirinya dan rekan-rekannya. Gerakan mereka tak seperti di awal pertarungan, mereka lengah dan satu Kelueng seolah mengincar Jeni, Jeni yang sibuk melawan Kalueng lain sulit menghindari itu. Samo berputar dan menghadang serangan itu, serangan itu menggores punggung Samo.
Samo bangkit lagi, dan memberikan serangan kejut energi pada dua Kalueng yang mendekat, Kapaknya langsung menghantam perut dan kepala dua Kalueng itu.
Wussshhh! Braakkk!
Dua kalueng terpental jauh, namun yang lain menyusul lagi sedangkan serangan Samo tadi sulit dikembalikan lagi karena sudah menggunakan tenaga besar. Terlambat untuk mengambalikan gerakan tangannya dan akan menyerang. Samo pun melihat mungkin ini akhirnya, dia hanya melindungi Jeni sekarang, menghadangkap badannya untuk menutupi Jeni. Empat Kalueng dengan senjata cakarnya yang tajam mengarah ke tubuh Samo, anggota Tim yang lain tak sempat menolong karena sibuk bertarung. Inikah akhirnya…., Samo tersenyum dan memejamkan matanya, setidaknya…., Dia bisa mati sebagai ksatria.
Bruussshhhh!
Kilatan cahaya benar-benar menyilaukan pandangan Samo yang terpejam, Jeni pun melihat melihat kilauan itu meski ditutupi tubuh besar Samo.
Benar saja, Seorang pemuda dengan sigap sudah melesat melewati mereka dan empat Kelueng terbelah tubuhnya dengan serangan pedang bercahaya, pedang energi yang memiliki dua warna.
Kaja sudah berdiri dengan dua pedangnya, tanda cahaya muncul di kepala dan bergaris di lengannya hingga tangannya. Ada dua titik emas di dahi Kaja. Samo membuka matanya, pandangannya silau, Dia kini merasa punya hutang budi pada pemuda itu.
"Kau tidak apa-apa Paman? Nona, cepat berikan heal padanya."
Jeni segera paham dan mendekati Samo dan memberikan penyembuhan energi. Beberapa Kalueng sempat kaget dan mereka segera melancarkan serangan kearah Kaja dan juga Jeni, namun Kaja dengan cepat menyabetkan pedang energinya dengan cepat, para Kalueng tak bisa mendekati mereka, pedangnya bisa menjangkau jauh dengan energi yang tercipta.
Para Kalueng itu seolah terhantam seperti cemeti panjang, mereka sama sekali tak bisa mendekati kecuali terhantam kekuatan dan berjatuhan kesana kemari.
Seseorang terlihat terbang dari atas, melompat dari kejauhan dengan tongkat yang tiba-tiba membesar di tangannya. Memutar tongkatnya dan energi meluap, beberapa Kalueng yang tengah terbang tersambar dan terpelanting satu-persatu. Aflif Rendana terpesona melihat dua sosok yang hadir di sekitar mereka dan bahkan membuat pertarungan mereka menjadi ringan karena banyak Kalueng yang mengitari mereka sudah roboh. Hanya tinggal satu atau dua sehingga mereka pun mudah membersihkannya.
Bagas turun dengan tongkatnya dan menghentak di tanah mendekati Kaja, Tongkatnya sudah dipegangnya dan dihentakkan ke tanah dan memasang kuda-kuda bersiap untuk bertarung kembali.
"Bagas…, Saatnya bersenang-senang sekarang!" Mata Kaja bersinar, menggenggam kedua pedang bercahayanya dan bersiap menyerang.
"Ini yang kutunggu Kaja!"
Hiaattttt! Bagas mengamuk bak gorila yang ganas menyerang musuh-musuhnya. Kaja menerjang kearah Jiro dan Kakek Kamir, setiap Kalueng yang dilewatinya pasti terkena serangan pedangnya, gerakannya meliuk seperti kilatan dan menghantam bertubi-tubi.
Semua pendekar melihat kehadiran dua sosok pendekar itu seolah pasukan besar yang membuat para Kelueng seolah bahan serangan dan terpelanting kesana kemari, beterbangan dan penuh luka dan menjadi amburadul.
Kieeekkk! Kieeekkk!
Para Kalueng berteriak, Samo pun kini merasa bersalah meremehkan Kaja dan Bagas, dikiranya rank mereka dalam ukuran yang Jeni tunjukkan adalah rank Perak, makanya dia memberi saran pada mereka untuk mundur.
Nyatanya, mereka seolah menyembunyikan kekuatan mereka.
Pertarungan mulai bisa diambil alih oleh para Pendekar. Namun, Sarkus yang berdiri di dekat perbukitan masih saja tersenyum dan terkekeh. Dia seperti psikopat yang haus akan darah, di ujung sisi yang lain, Jiro selalu menatapnya sambil menghantam para Kelueng.
Targetnya semakin dekat, namun Kalueng juga belum habis dan masih menghalanginya dan menyerangnya terus.
Gerakannya semakin mendapat celah karena kedatangan Kaja di dekatnya dan membantunya melawan Kalueng yang terus menyerangnya.
"Sepertinya…, Kau mulai kesulitan Kawan?" Kaja mendekati Jiro dan membantunya.
"Terimakasih, tapi pertarungan ini masih panjang!"
"Aku tahu itu."
Keduanya kini bekerjasama dan mereka dapat mudah dalam mendapatkan celah untuk mengalahkan setiap Kalueng yang menyerang mereka. Kakek Kamir juga sesekali membantu mereka dari agak jauh dengan menyambarkan energi melalui tongkat kecilnya.
"Aku harus mendekati Sarkus…, Dialah yang mengendalikan Kalueng-Kalueng itu!" Kini, Jiro merasa harus meminta bantuan pada Kaja.
Kaja pun berpikir sejenak sambil menyabetkan pedangnya pada Kalueng.
Kaja berputar menghindari Kalueng dan menghantamnya dengan pedang lagi, "Baiklah, Aku punya ide, dan Kau urus saja siapa itu, yang penting Kau harus dapat mencapainya!"
Keduanya mengangguk.