Saat ini Chella tengah menikmati makan malam bersama Vino. Chella terlihat melamun dalam makannya. "Ada apa, Chell?"
Chella tersentak karena sentuhan Vino di tangannya. "Aku kepikiran Leonna, Bang. Keadaannya sungguh mengkhawatirkan."
"Verrel! Pria itu sungguh harus ku beri pelajaran." Gumam Vino dengan geram.
"Jangan berbuat konyol, nanti Leonna marah sama Abang." Mendengar penuturan Chella barusan membuat Vino terdiam dengan menghela nafasnya.
"Makanlah yang banyak," Vino memasukkan beberapa lauknya ke piring Chella. Chella memasang senyumannya seraya menikmati makanannya.
"Sepulang dari sini, sebaiknya kita mengunjungi Leonna dengan membawa makanan kesukaannya."
"Aku setuju, Bang."
Leonna kembali pergi tanpa mengatakan apapun dari rumahnya, ia memaksakan diri untuk menemui Verrel di kantornya dengan membawa rekaman yang dia dapatkan dari Chella. Langkah Leonna terhenti saat Sarah melarang Leonna untuk masuk, Sarah bilang Verrel tak ingin di ganggu. "Sarah, ayolah ini sangat penting." rengek Leonna.
"Maaf nona, tetapi Pak Verrel berpesan seperti itu." ucap Sarah.
"Ada siapa di dalam?" Tanya Leonna.
"Di dalam ada-"
Ceklek ...Leonna membelalak lebar saat melihat Caren keluar bersama Verrel, yang membuat Leonna terpekik kaget adalah tangan Verrel yang merengkuh pinggang Caren dan Caren menyandarkan kepalanya dengan manja di dada Verrel.
Sakit....
Hancur...
Itulah yang Leonna rasakan, tetapi ia tak bisa melangkah untuk pergi. Dia sudah sampai disini, dan dia tidak bisa kembali pulang begitu saja. "ada apa?" Tanya Verrel masih memasang wajah datarnya.
"A-aku ingin bicara." cicit Leonna.
"Kebetulan sekali, aku juga ada yang ingin di katakan padamu," ucap Verrel. "Sayang, kamu pulanglah terlebih dulu."
Deg
"Sa-sayang?" ucap Leonna dengan tatapan syok dan terlukanya.
"Iya Leonna, sekarang aku sudah balikan dengan Verrel. Tidak adakah ucapan selamat untuk kami?" Ucap Caren dengan senyuman bahagianya.
Leonna menatap Verrel dengan tatapan sangat terluka, walau Verrel hanya memandangnya dengan tatapan datar. "pergilah dulu Caren, aku mau menyelesaikan beberapa masalah dengan mantan istriku."
Deg
Mantan istri....
Leonna hanya mampu mengepal kuat seraya menelan salivanya sendiri. Hatinya terasa di remas oleh tangan tangan tak kasat mata. Ia berusaha menampakan wajah tenangnya walau hatinya sangat pedih.
"Baiklah sayang, tapi nanti malam jangan sampai lupa untuk datang ke apartemenku." ucap Caren dengan manja.
"Iya, sekarang pergilah." Verrel menampilkan senyuman terbaiknya dan tubuh Leonna mendadak limbung, kalau saja tidak berpegangan pada ujung meja kerja Sarah, mungkin tubuh Leonna akan luruh ke lantai. Caren mengecup pipi Verrel dan berlalu pergi dengan menatap sinis ke arah Leonna. "Masuklah," ucap Verrel berlalu terlebih dulu.
"Nona Leonna,"
Sarah menyadarkan lamunan Leonna, ia merasa iba pada Leonna yang masih diam dengan ekspresi syoknya. "Anda baik-baik saja kan?"
Leonna menengadahkan kepalanya dan mengusap air matanya yang entah sejak kapan sudah luruh membasahi pipi, dia tersenyum kecil ke arah Sarah. Seakan memberitahu kalau dia baik-baik saja, padahal hatinya sangat hancur. Iapun berjalan memasuki ruangan Verrel,
Verrel terlihat sudah duduk di kursi kebesarannya. "duduklah, Leonna."
"Kak, apa maksud semua ini? Kita belum bercerai, kenapa Kakak bersama Caren?" pekik Leonna sudah tak tahan lagi.
"Tidak ada hakmu melarangku." ucap Verrel dengan tenang.
"Kakak, kakak tidak bisa seperti ini. Aku sedang hamil anak Kakak dan bagaimana bisa Kakak berselingkuh!" pekik Leonna.
"AKU TIDAK BERSELINGKUH!" bentak Verrel membuat Leonna terlonjak kaget. "aku tidak berselingkuh sepertimu, kau paham bukan kalau menurut agama kita sudah sah bercerai?" ucap Verrel menatap Leonna dengan tajam.
"Kakak boleh mengatakan itu setelah melihat rekaman ini,"
Leonna mengeluarkan handycamnya dan memutar video yang dia rekam beberapa hari lalu. Zarim dan teman-temannya mengungkapkan kebusukan Martin.
Verrel berdiri mematung di tempatnya. "Kakak dengar semuanya bukan, aku tidak bersalah. Aku tidak pernah mengkhianati Kakak," isak Leonna sejadi-jadinya. "dan anak di dalam kandunganku ini adalah anak Kakak."
"Kak, aku mohon mumpung masih ada waktu untuk kita rujuk, kita perbaiki lagi hubungan kita. Aku mencintai kamu, Kak." isaknya menyentuh lengan Verrel yang masih berdiri mematung.
"Kak, sekali lagi kita capai impian kita, sekali lagi kita membangun rumah tangga kita." ucap Leonna memeluk tubuh Verrel dengan menangis sejadi-jadinya.
Verrel masih berdiri mematung, tak bereaksi apapun. "hikzz...hikzz...hikzz..."
Kedua tangan Verrel terangkat ingin menyentuh punggung Leonna, tetapi di tahannya dan dia menarik lengan Leonna untuk melepas pelukannya.
"Memang kenapa kalau kamu tidak bersalah dan ini anakku?" Tanya Verrel membuat Leonna mengernyitkan dahinya. "Kamu pikir aku akan langsung luluh hanya dengan rekaman bodoh itu. Dengar Leonna Fidelia Adinata, aku sudah membencimu, dan aku tidak ingin kembali lagi padamu."
Deg
"Kakak, ta-tapi-"
"Kamu sungguh bocah yang sangat polos, kamu mau saja tertipu olehku. Kamu pikir aku meninggalkanmu karena perselingkuhanmu? Kamu salah, gadis bodoh!" ucap Verrel berjalan memunggungi Leonna dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana miliknya."aku melakukannya karena aku sudah bosan padamu, aku bosan dengan tingkah bocahmu itu. Aku ingin kembali pada Caren, dan sekarang jangan mengganggu hubungan kami lagi."
"Kamu pasti bercanda Kak, kamu bilang kamu sangat mencintaiku." ucap Leonna dengan tangisannya, ia tidak menyangka Verrel akan mengatakan itu. Ia berjalan dan menarik lengan Verrel hingga bertatapan dengannya.
"Kakak bilang akan menunggu aku mengumpulkan buktinya."
"Terlambat, sudah sangat terlambat. Karena cinta itu sudah tidak ada lagi karena kamu adalah alasan dari rasa sakit di hatiku. Sedangkan Caren, dia adalah obat yang mampu menyembuhkan rasa sakit ini." ucap Verrel dengan tajam.
Mata itu berubah...
Tatapan itu sudah tak sama lagi.... Tak ada lagi binar cinta di matanya.....
"Kakak ini tidak mungkin," Leonna menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Maafkan aku Princes, tetapi kamu salah besar mengenai diriku. Sekarang lebih baik kamu pergi."
"Kakak bohong!" pekik Leonna dengan tangisnya. "Kakak membohongi aku, kakak jahat!" Leonna memukuli dada Verrel dengan tangisannya. "Kakak jahat, kakak pasti bohong. Kakak pasti hanya mencintai aku,, hikzzzz..." isak Leonna menghentikan pukulannya dan menangis sejadi-jadinya.
"Itulah kenyataannya, aku mencintai Caren. Jadi sekarang bawa pergi handycam ini." Verrel menyerahkannya ke tangan Leonna. "dan pergilah, aku banyak pekerjaan."
"Apa ini yang Kakak harapkan? Apa ini sikap asli kakak?" Tanya Leonna tak menyangka.
"Ya, inilah sosok Verrel yang sebenarnya." ucap Verrel dengan sinis.
"Apa selama ini Kakak menjadikan aku sebagai pelampiasanmu?" Verrel terdiam menatap mata nanar Leonna yang sudah menangis. "Katakan Kak, apa aku hanya pelampiasan Kakak dari Caren?"
"Ya,"
Deg
Leonna terkekeh di tengah isakannya, ia merasa sangat bodoh. Tubuhnya mendadak limbung, ia memegang perutnya yang terasa nyeri. Verrel hendak merengkuhnya karena Leonna hampir saja terjatuh tetapi Leonna mundur untuk menghindar dengan tatapan sangat terluka. Ia masih menatap mata biru milik Verrel yang selalu ia rindukan, dan sudah menjadi candu kenyamanan untuknya. Ia tidak percaya kalau selama ini Verrel menipu dan memanfaatkannya. Verrel memanfaatkan kepolosan dirinya. Leonna menatap nanar ke lantai yang ia pijak, air mata seakan tak berhenti mengalir.
Ia membalikkan tubuhnya perlahan dan berjalan tertatih keluar dari ruangan. Verrel menatap punggung Leonna dengan tatapan tak terbaca. Leonna hampir terjatuh saat berada di luar ruangan membuat Sarah membantunya hingga lift.
"Hikzzz...hikzz....hikzz..." Leonna berjalan tak tentu arah menyusuri jalanan sepi. Hatinya sangat hancur, Verrel kembali menolaknya. Apa salahnya, kenapa dia harus mengalami keadaan yang sulit seperti ini.
Di belakang Leonna, sebuah mobil audy hitam tengah melaju dengan cepat. Seseorang di dalam mobil itu menginjak gasnya hingga mobilnya melaju dengan sangat cepat. Bahkan dedaunan kering di kanan kirinya mengapung.
"Aaaaaaaa!" Teriak Leonna saat seseorang menarik tubuhnya ke pinggir jalan. Leonna masih mengatur nafasnya di dalam pelukan seseorang, ia sangat syok saat pikiran kosong, tiba-tiba saja seseorang menarik tubuhnya.
Leonna menengadahkan kepalanya melihat siapa yang telah menolongnya. Mata mereka beradu, bahkan hidung mancung mereka bersentuhan. Tak ada yang ingin menjauh ataupun melepaskan pelukan mereka.
"Kak," gumam Leonna saat menatap Verrel di depannya. Bahkan keringat terlihat membasahi dahi Verrel.
Apa Verrel berlari dari dalam ruangannya mengejar Leonna?
Leonna tak paham tetapi posisi ini sangat menenangkan baginya. Keadaan paling nyaman saat berada dalam dekapan Verrel sang pria yang sangat dia cintai.
Verrel segera melepaskan pelukannya dan beranjak pergi tanpa mengatakan apapun pada Leonna, membuat Leonna semakin bertanya-tanya. "Kak," Leonna berlari menyusul Verrel yang berjalan ke arah kantornya. "Kakak kenapa menyelamatkanku?" Leonna menarik lengan Verrel membuat Verrel menghadap ke arahnya. "Kakak bilang tidak mencintaiku? Lalu kenapa Kakak menyelamatkanku? Kenapa kakak tidak membiarkan aku mati saja?" pekik Leonna.
"Alasannya karena bayi di dalam kandunganmu, dia anakku bukan? Jadi aku berusaha melindunginya dari kelakuan ibunya yang bodoh." ucap Verrel tajam.
"Apa Kakak menyelamatkanku karena bayi ini?" Tanya Leonna sedih.
"Iya," jawab Verrel.
"Kalau begitu, terima aku lagi demi bayi ini." ucap Leonna.
"APA??" pekik Verrel.
"Aku tau ini sangat memalukan, tapi aku sungguh mencintai Kakak. Aku ingin kita seperti dulu, kalau Kakak tidak mencintaiku lagi, maka terima aku kembali sebagai ibu dari anak Kakak." cicit Leonna menunduk dengan tangisnya yang pecah. Leonna sudah tak memikirkan harga dirinya lagi, dia sangat mencintai Verrel. Tak perduli berapa kalipun ia di tolak, Leonna hanya ingin tetap berusaha. "Tolong tarik kembali talak Kakak."
Verrel mematung dengan mengepalkan kedua tangannya sangat kuat. "Dimana harga dirimu? Kamu mengemis cinta padaku, hah?" Tanya Verrel dengan kekehan mengejek.
"Kakak boleh berargumen apapun, yang jelas aku mencintaimu. Kakak boleh mengatakan betapa bodohnya aku, tetapi aku sangat mencintai Kakak. Aku tidak ingin berpisah denganmu." isak Leonna.
"Astaga Leonna, aku harus bagaimana lagi menghadapimu?" Tanya Verrel terlihat sangat lelah dan jengah.
"Apa Kakak sungguh tak ingin kembali padaku?" Tanya Leonna.
Verrel menarik lengan Leonna dan membawanya menaiki mobil miliknya. Verrel membawa Leonna ke suatu tempat. "Ini kemana Kak?" Tanya Leonna bingung.
"Lihat saja," ucap Verrel dengan menatap ke arah belakangnya mobilnya melalui spion. Mereka sampai di sebuah kantor.
"Ini kantor Ayah?" Tanya Leonna.
"Iya, cepat turun."
Leonna ikut turun dan Verrel langsung menarik pergelangan tangan Leonna memasuki kantor itu. Mereka berdua saat ini sudah duduk berhadapan dengan Daniel.
Daniel duduk santai di depan anak dan menantunya. "Khem," Daniel mengeluarkan sesuatu dari dalam lacinya. "Tanda tanganlah," Daniel menyodorkan map berisi kertas di dalamnya,
GUGATAN CERAI
"Kak?" ucap Leonna dengan tatapan terlukanya. "Kak, Leonna mohon." Leonna menatap Verrel dengan tatapan memelasnya, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya.
"Ayah tunggu di luar," Daniel seakan tak ingin melihat mereka berdua dalam kehancuran.
"Kakak!" pekik Leonna dengan tangisannya.
"Tanda tangan saja," ucap Verrel dengan wajah yang sendu.
"Aku tidak mau, aku tidak mau menandatanganinya." pekik Leonna ingin merobek kertas itu tetapi di tahan Verrel.
"Kamu mencintai Kakak bukan?" Tanya Verrel membuat Leonna terdiam menatap Verrel dengan sendu. "Kalau begitu turutilah, dan tanda tangani ini semua. Kakak mohon jangan mempersulit kakak." ucap Verrel terdengar sendu membuat Leonna semakin bingung dan bertanya-tanya.
"Kak, kenapa Kakak ingin sekali bercerai?" Tanya Leonna.
"Karena Kakak mencintai wanita lain, jadi kalau kamu memang mencintai Kakak maka lepaskan aku dari hubungan ini."
Leonna terpaku, Verrel mengatakannya dengan tatapan terluka bahkan matanya memerah seakan menahan tangisannya. 'Apa sebesar ini cinta kakak untuk Caren?'
Leonna tak mengatakan apapun, iapun akhirnya menandatangani surat cerai itu dalam diam. "Aku berharap Kakak bahagia dengan pilihanmu."
Setelah mengatakan itu, Leonnapun langsung beranjak meninggalkan Verrel yang masih duduk terpaku di tempatnya. Leonna terus berjalan cepat dengan sedikit berlari tanpa ingin menoleh lagi ke belakang.
"Hallo Datan, jemput dia di depan kantor ayah Daniel sekarang! Dan hiburlah dia." Setelah mengatakan itu Verrel menutup telponnya, dan memejamkan matanya seketika air matanya luruh membasahi pipi.
"Ayah salut padamu," ucapan Daniel tak membuat Verrel bergeming.
Cinta memang butuh perjuangan. Tapi ada banyak jenis dalam perjuangan itu. Tidak hanya mengejar dan memintanya kembali. Dengan melepaskannya dan mengikhlaskannya bahagia meski bukan dengan kita. Itu juga bentuk sebuah perjuangan. Bukan berarti kita menyerah, tetapi ada kalanya kebahagiaannya bukan bersama kita yang mencintainya. Tetapi bersama dia yang tidak akan pernah menyakitinya.
"Hikzz...hikzzz...hikzzz..."Leonna menangis sejadi-jadinya di dalam kamarnya.
Satu kotak tissue sudah dia habiskan karena menangis daritadi sore, bahkan bekasnya berserakan di lantai. Dhika masuk ke dalam kamar Leonna, dan duduk di sisi ranjangnya. Di tariknya tubuh Leonna ke dalam pelukannya.
"Semuanya sudah berakhir, Pa. hikzzzz...hikzzz... semuanya berakhir." Dhika tak mengatakan apapun lagi, dia hanya diam seraya mengusap lengan Leonna. "Kenapa nasib Leonna seperti ini, tidak ada yang mencintai Leonna dengan tulus. Leonna selalu saja gagal dalam hal cinta,, hikzzz..."
"Dia mencintai wanita lain,, kenapa Pa..hikzz..hikzzz..." isak Leonna menangis sejadi-jadinya.
"Menangislah, keluarkan semuanya." Dhika mengusap kepala Leonna.
"Aku sangat mencintainya, Papa. Apa salah Leonna terlalu mencintainya? Kenapa dia tak membalas cinta Leonna? Kenapa dia tak bisa kembali padaku? Apa dia tidak akan pernah menempatkanku kembali di dalam hatinya?hikzz."
"Ikhlaslah, karena kunci segalanya adalah ikhlas. Yakinlah kalau Verrel memang jodohmu, dia akan kembali padamu, tetapi kalau sebaliknya maka ikhlaslah untuk melepaskannya." Leonna menatap Dhika dan melepas pelukannya.
"Apa Papa bisa mengikhlaskan Mama pergi, saat Mama meminta cerai?"
Pertanyaan Leonna membuat Dhika terdiam. Leonna sungguh mirip dengannya. Memperjuangkan cintanya, tanpa perduli apapun yang akan menimpanya. "Kamu keras kepala," kekeh Dhika.
"Bukankah Papa juga," cibir Leonna membuat Dhika terkekeh.
"Sudahlah sayang, sekarang kamu pikirkan bayi di dalam kandungan kamu. Jangan terlalu stress dan banyak pikiran." ucap Dhika. "Serahkan segalanya pada tuhan, dia yang lebih tau mana yang terbaik untuk kita dan mana yang tidak."
"Mungkin Papa benar," ucap Leonna mengelus perutnya.
"Sayang, maafkan mommy yah. mommy hanya sedang berjuang mempertahankan daddymu, kamu dukung mommy kan?" Tanya Leonna membuat Dhika tersenyum dan mengusap kepala Leonna dengan sayang.
"Tidurlah," ucap Dhika dan Leonnapun mengangguk.