Leonna berjalan dengan lesu menuju kelasnya, tubuhnya terasa ringkih dan lemah. "Ona," panggilan itu tak Leonna tanggapi. "Hey." tepukan ringan di pundak Leonna membuatnya menengok, dan orang itu ternyata Datan.
"Loe kenapa? Wajah loe pucat." Datan menyentuh wajah Leonna dan memegang keningnya.
"Gue baik-baik saja." Leonna menepis tangan Datan dan berjalan lebih dulu meninggalkan Datan sendiri.
"Dia kerasukan apaan yah, kok mendadak jadi putri pendiam."
"Heh, pagi-pagi udah melamun aja." celetuk seseorang membuat Datan menengok.
"Loe kayak kun kun, nongol dimana aja dan buat gue kaget." seru Datan membuat wanita yang tak lain adalah Chella mencibir.
"Liat tuh sahabat loe kenapa, loe tau?" Tanya Datan membuat Chella menengok ke arah Leonna yang berjalan tertatih dengan pandangan kosongnya.
"Bukan hanya dia, lihat saja kembarannya juga." tunjuk Chella.
Tak jauh dari sana, Leon juga berjalan dengan tatapan kosongnya. Wajahnya terlihat pucat, dan tak ada semangat dalam dirinya. "ada apa dengan twins?" ucap Datan sambil mengetuk telunjuknya di dagu.
"Dih so berpikir keras loe." ucap Chella. "ayo ah kita ke kelas, gue bawa dalor buat loe." Chella menarik kerah baju Datan menuju ke kelas mereka.
Leonna berlari mengejar Leon yang saat itu baru keluar dari kelas. "Le," panggil Leonna membuat Leon berbalik dan menatap ke arahnya.
"Ona, ada apa? Wajah loe pucat?" Tanya Leon dengan sangat khawatir.
"Gue baik-baik saja. Le, loe sudah membaik?" Tanya Leonna yang begitu mengkhawatirkan Leon. Leon tersenyum kecil seraya membelai kepala Leonna.
"Gue berusaha kuat."
Dan Leonna langsung memeluk Leon, entah kenapa saat merasakan kehangatan pelukan Leon, ia mendadak cengeng dan merasa lemah. Dia menangis sejadi-jadinya di pelukan Leon sang kembarannya.
"Ada apa?" Tanya Leon mengusap kepala Leonna dengan sayang.
"hikzz...hikzz..hikzz.." hanya tangisan yang keluar dari bibir mungilnya.
"Ada apa, Princes?"
"Biarkan seperti ini." isak Leonna dan Leonpun membiarkan adik kembarannya menangis di dada bidangnya. Tak jauh dari mereka, Datan dan Chella memperhatikan keduanya.
"Gue rasa ada yang tak beres sama si Ona." celetuk Datan.
"Loe bener, selama di kelas dia jadi sosok yang pendiam. Sungguh bukan sosok Leonna."
"Dan itu membuat gue merinding, gadis petikilan kayak Leonna berubah jadi pendiam. Gue parno dia kerasukan hanlau." ucap Datan bergidik ngeri.
"Hanlau apaan?" Tanya Chella.
"Hantu galau, Lonja. Kagak gahul loe." celetuk Datan.
"Ada gitu hantu galau?"
"Ada, mau tau? Wani piro," ucap Datan membuat Chella mencibir kesal. Dia sudah penasaran juga.
"Gue lelah bicara sama alien model loe." cibir Chella kesal, tetapi Datan hanya terkekeh saja. Keduanya sama-sama kembali menatap Leon dan Leonna.
"Gue harus tahu ada apa dengannya." ucap Datan.
"Kepo loe,"
"Bukan begitu, Lonja. Loe punya otak tuh di pake dong." ucap Datan. "Kita ini sahabat, sudah seharusnya kita kepoin masalah sahabat kita, siapa tau kita bisa bantu." ucap Datan.
"Iya gue tau, tapi kalau orangnya gak mau ngomong. Gimana dong? Mau terus loe paksa?" Tanya Chella.
"Iyalah, bagaimanapun juga jangan pernah ada dusta di antara kita."
Leonna melepas pelukan Leon dan menghapus air matanya, Leon mengernyitkan dahinya menatap wajah Leonna yang sembab. Ia kembali memasang senyuman terbaiknya walau Leon tau itu hanya topeng. "gue kangen sama loe, es batu. Gue khawatir sama keadaan loe, loe hilang tanpa kabar."
"Ona, loe tau kan kita sudah berbagi tempat dari dalam kandungan. Jadi acting loe gak mempan buat gue." ucap Leon dengan datar.
"Le, gue beneran baik-baik saja kok." ucap Leonna dengan senyumannya.
"Jangan modus." ucap seseorang membuat Leonna dan Leon menengok. Ternyata di belakang mereka Datan dan Chella tengah berjalan mendekati mereka berdua.
"Mereka juga tau kalau loe lagi gak baik-baik saja." ucap Leon membuat Leonna terdiam.
"Ayolah princes yang imut imut keturunan papa Dhika dan mama Lita. Ceritain ke kita semua, jangan di pendem sendiri." ucap Datan mencolek pipi Leonna.
"Iya Ona, ayolah cerita," ucap Chella.
"Kalian membuat gue terharu." Leonna berkaca-kaca.
"Jangan mewek dulu, cerita dulu." ucap Datan.
"Sebaiknya kita ke ruang senat, kebetulan disana kosong tak ada orang." ucap Leon. Leon memang ketua senat di kampusnya, tetapi tidak dengan Leonna, Datan dan Chella. Mereka semua pergi menuju ruang senat.
Sesampainya disana, Leon menyuguhkan beberapa minuman dingin untuk ketiga orang tamunya itu. Leonnapun mulai bercerita saat Leon sudah duduk di antara mereka. Leonna mulai menceritakan semuanya dengan tangisan yang sudah luruh membasahi pipi.
"Sialan!" umpat Leon beranjak hendak pergi tetapi Leonna langsung berlari memeluk Leon.
"Jangan, aku mohon Le." isak Leonna.
"Dia sudah merendahkan kamu, Leonna!" pekik Leon.
"Tapi Kakak kan belum tau kebenarannya, Le. Ku mohon jangan lakukan apapun padanya." Leonna sadar emosi Leon sedang tak stabil, bahkan kemarin saja Leon melakukan sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya.
"Gue mohon Le, demi gue. Jangan lakukan apapun padanya."
"Suami macam apa yang langsung percaya begitu saja dengan omongan oranglain, bahkan dia tidak memberi loe kesempatan untuk bicara!" amuk Leon.
"Kalau loe gak bisa menjelaskannya, biar gue yang jelaskan padanya! Yang dia lakukan itu sungguh merendahkan loe, Leonna! Dimana otak loe? Dan Loe diam saja di permalukan seperti itu di depan mantannya." Leon benar-benar membentak Leonna dan melepas pelukan Leonna.
"Gue... gue sangat mencintainya, Le." isak Leonna. "Jangan menyakitinya, gue mohon."
Leon menarik kedua tangan Leonna, ada luka bakar disana. Leon menatap Leonna dengan tatapan amarahnya, Leon tak terima kembarannya di perlakukan seperti ini. "gue tidak akan melepaskannya." ucap Leon penuh menekanan dan menggeser tubuh Leonna agar menyingkir dari hadapannya.
"Le!" teriak Leonna. "Ahhh," Leonna meringis memegang keningnya dan seketika tubuhnya langsung ambruk ke lantai.
"Leonna!" pekik Datan dan Chella segera menghampiri tubuh Leonna yang sudah tak sadarkan diri. Leon segera membopong tubuh Leonna dan membawanya ke ruang kesehatan diikuti oleh Datan dan Chella.
Ketiganya duduk di ruang kesehatan menunggu Leonna siuman, dokter yang bertugas disana mengatakan kalau Leonna dehidrasi, dan juga asam lambungnya naik.
"Le, loe jangan main emosi dulu." ucap Datan. "bukan ini yang Leonna butuhin."
"Gue gak bisa diam saja melihat dia di sakiti, tidak ada yang berhak menyakiti adik gue. Termasuk SUAMINYA!" tekan Leon dengan tajam.
"Tapi Le, yang Datan katakan itu benar. Leonna butuh kita, butuh dukungan dari kita. Kalau loe nyakitin kak Verrel, berarti loe juga nyakitin hati Leonna, Le." ucap Chella.
"Kita hanya perlu mengumpulkan bukti dan memberikannya ke abang Verrel, kalau Leonna tak bersalah. Dan si dobul itu harus kita kasih pelajaran." ucap Datan yang juga sangat kesal.
"Tapi yang bikin gue penasaran, dari mana kak Verrel dapat video saat Leonna taruhan itu."ucap Chella.
"Sepertinya dari si Zara imitasi dan para konco-konconya." ucap Datan.
Leon masih diam tak berkutik, ia menatap Leonna yang terlelap di atas brangkar. Wajahnya terlihat sangat pucat. 'Maafin gue, Nana. Gue terlalu sibuk dengan diri gue sendiri, gue melupakan loe. Gue tidak memenuhi janji gue buat selalu menjaga loe. Maafin gue, Leonna.'
"Le,, woyy." Datan menepuk pundak Leon membuatnya tersentak.
"Apaan?" Tanya Leon datar.
"Loe ngelamun?" Tanya Datan.
"Loe ngomong apa tadi?" Tanya Leon.
"Kita jebak si Zarim dan para konco konconya." ucap Datan.
"Siapa Zarim?" Tanya Leon dengan kernyitannya.
"si Zara imitasi," ucap Datan. "kita jebak dia, dan kita introgasi mereka. Gue takutnya mereka bersekongkol dengan si Dobul."
"Hmm," Leon terlihat menimbang-nimbang.
"Eughh," suara itu menyentakkan Leonna. Ia menggeram pelan, Leon dan kedua sahabatnya segera beranjak mendekati brangkar.
"Loe gak apa-apa?" tanya Leon segera menyodorkan segelas air putih dan membantu Leonna untuk bangun.
"Gue baik-baik saja." ucap Leonna setelah meneguk minumannya.
"Berapa hari loe gak makan?" tanya Leon dengan tatapan intimidasinya.
"Gue-"
"Kenapa loe menyiksa diri loe sendiri, Ona?" tanya Leon tak paham.
"Gue hanya ingin makan bersama kak Verrel, anggap saja berlebihan. Tapi gue memang begitu menginginkannya." gumam Leonna takut Leon kembali memarahinya. Leon menarik Leonna ke dalam dekapannya. "Maafin gue, gue lalai menjaga loe."
"Ini bukan salah loe, Le." ucap Leonna.
"Sekarang kita makan bersama yah, loe gak boleh nolak gue." ucap Leon melepas pelukannya.
"Iya Ona, loe butuh makan. Kita akan bantuin loe mengumpulkan semua bukti kalau loe gak bersalah." ucap Chella.
"Loe tenang saja, kita semua ada buat loe." ucap Datan membuat Leonna tersenyum haru.
Saat hati merasa sepi dan sedih, hanya sahabat yang mampu menghibur dan memberi warna padanya.
Mereka berempat berjalan bersama meninggalkan kampus, tetapi langkah mereka terhenti saat melihat sosok jangkung di parkiran. Sosok jangkung itu memakai celana jeans dan kemeja abu yang bagian lengannya sudah di lipat hingga siku. Kacamata hitam bertengker di hidung mancungnya. Tau ada yang datang, pria itu menoleh dan memamerkan senyuman menawannya membuat Chella berdiri kaku. Lesung pipitnya tercetak jelas di wajah menawannya.
'Tuhan,, dia kembali....'
'A-apa mungkin dia...'
"Hallo twins," sapa seseorang itu yang tak lain adalah Alvino.
"Abang," gumam Leonna,
"Hallo Princes saying." Vino terlihat bahagia dan langsung meraih Leonna ke dalam pelukannya. Tanpa ada yang tau, Verrel memperhatikan dari kejauhan. Melihat Vino memeluk Leonna, amarah Verrel kembali terpancing. Verrel segera memakai kacamata hitamnya dan langsung menginjak gas mobilnya berlalu pergi meninggalkan area kampus.
Leonna segera melepas pelukannya karena tak enak pada Chella. 'Dia datang bukan untukku.' batin Chella.
"Kapan datang?" tanya Leon segera menarik Leonna ke dalam dekapannya karena Leon tidak ingin kembarannya kembali di fitnah. Leon tau mengenai apa yang terjadi antara Leonna, Vino dan Michella.
"Baru saja, abang sengaja langsung kesini untuk bertemu kalian." ucap Vino dengan senyumannya. Datan melirik Chella yang menunduk dan terlihat tubuhnya bergetar, ia terlihat meremas kedua tangannya sendiri.
"Gue satu mobil sama Chella, duluan yah bang Vino." Datan langsung menarik tangan Chella membuatnya tersentak. Datan menatap mata Chella yang berkaca-kaca, ia kembali menarik Chella menuju mobilnya. Tetapi langkah mereka terhenti saat Vino menahan lengan Chella.
Chella yang kaget menengok ke arah tangan besar Vino yang memegang lengannya. Jantungnya berpacu dengan cepat, membuat dirinya tak bisa berkutik. Chella masih menunduk dengan tubuhnya yang bergetar karena gugup. "bisa meminjam Chella sebentar." ucap Vino pada Datan.
Datanpun melepaskan genggaman tangannya pada Chella, dan Vino langsung menarik kedua lengan Chella membuatnya menghadap ke arah Vino. Ia mengambil koin dari saku celanannya dan menyimpannya di telapak tangan Chella membuat Chella menengadahkan kepalanya menatap mata Vino dengan sendu. Vino melepas kaca mata yang dia gunakan.
Dan tatapan itu....
Chella terpaku melihat tatapan teduh Vino, dan terlihat binar cinta disana. "aku kembalikan ini padamu." Chella semakin tak mengerti dan bingung dengan ucapan Vino. "aku tidak butuh koin ini untuk mengingat segalanya. Aku membutuhkan kamu untuk membantuku mengingat segalanya."
Deg
Chella merasa oksigen di sekitarnya menghilang, ia mendadak kebingungan dengan apa yang baru saja Vino katakan. "aku tau kamu bingung, aku memang belum mengingat apapun tentang kita. Tapi-," Vino berhenti berbicara seakan memberi jeda pada ucapannya. Ia menarik tangan Chella dan menyimpan di dada bidangnya. "disini selalu saja memanggil nama kamu, mungkin memang di antara kita sudah terjadi sesuatu." ucap Vino membuat Chella speechless. "Mau kah kamu membantuku mengingat kembali kenangan kita berdua?"
"Mau aja mau," ucap Leonna.
"Jangan malu-malu, ayo terima saja Lonja." ucap Datan.
"Kalian berisik." ucap Chella karena malu sekaligus gugup.
Wajahnya sudah sangat memerah karena malu sekali. Leonna berjalan mendekati Chella dan mendorong tubuh Chella hingga jatuh ke pelukan Vino. "Di terima abang Vino yang tampan." kekeh Leonna. "Asyiik PJ,"
"Makan gratis," kekeh Datan.
Vino dan Chella sama-sama terkekeh, wajah Chella sudah sangat memerah karena malu. "kamu mau kan Chell?" tanya Vino membuat Chella menengadahkan kepalanya menatap mata abu milik Vino yang berbinar indah.
Dengan rona merah di pipinya, Chellapun mengangguk pelan membuat para sahabatnya bersorak dan mengucapkan selamat pada mereka berdua. "Ona, jangan loncat-loncat. Kamu sedang sakit." tegur Leon karena Leonna meloncat-loncat sepertu biasa.
"Kamu sakit, Princes?" tanya Vino dengan khawatir.
"Iya Abang, sakit hati karena sekarang perhatian abang padaku akan terbagi." Leonna berpura-pura memasang wajah sedihnya. 'Loe pintar sekali beracting,' batin Leon menatap Leonna.
"Tenang saja Princess, kamu dan Jen akan tetap menjadi adik perempuan Abang yang akan Abang jaga dan sayangi sampai Abang mati."
"Kalau begitu ayo makan, harus ada pajak jadiannya dong." ucap Leonna terlihat bersemangat.
"Oke oke, kita makan bersama. Kalian bebas memilih makanan dimanapun."
Mereka semua menaiki mobil masing-masing menuju tempat makan. Di dalam mobil Leon, Leonna kembali diam dan menatap keluar jendela. "Loe sedih melihat Abang sama Chella?" tanya Leon.
"Nggaklah, gue seneng akhirnya mereka bisa bersama. Inilah yang gue harapkan dari dulu." ucap Leonna dengan senyumannya.
"Kalau loe memang tidak mampu tegar, jangan memperlihatkan seakan semuanya baik-baik saja."
"Tidak Le, hari ini Chella dan Abang sedang bahagia. Sudah seharusnya gue juga ikut bahagia, gue tidak ingin kebahagiaan mereka terganggu dengan masalah gue." ucap Leonna membuat Leon tersenyum.
"Loe sudah mulai beranjak dewasa."
"Gue memang sudah dewasa." protes Leonna. "lagian umur kita sama."
"Iya tapi pemikiran loe masih bocah." ucap Leon.
"Sudah dewasa ihh Leon." ucap Leonna dengan manja.
"Dewasa badannya." Leon terus menggoda Leonna.
"Ih nyebelin!"
"Aduh," Leonna mencubit pinggang Leon karena kesal. Tetapi setelahnya keduanya terkekeh. Baik Leon maupun Leonna sama-sama bahagia melihat kembarannya bisa tertawa, walau hanya karena candaan singkat saja.
Sesampainya di restaurant, mereka semua segera memesan makanan. Leon mendadak cerewet dan terus memaksa Leonna untuk makan banyak. "Abang, suapin kek Chellanya." ucap Leonna membuat Chella melotot ke arahnya yang hanya di jawab kikikan oleh Leonna.
"Nih Chell cobain deh." Vino menyodorkan makanannya ke bibir Chella membuat Chella membeku dan menelan salivanya sendiri karena gugup.
"Jangan mupeng dong Chell," celetuk Datan membuat yang lain terkikik, sedangkan Chella hanya bisa mencibir saja. Mereka berhasil membuat Chella malu dan salting di hadapan Vino.
"Nih cobain." Vino tetap memaksa menyuapi Chella, akhirnya dengan malu-malu Chellapun menerima suapan Vino.
"Cie cie, pipi Chella merah kayak tomat busuk." kekeh Leonna membuat yang lain ikut tertawa melihat ekspresi wajah Chella. 'Loe masih bisa tertawa di saat hati loe hancur. Gue sangat kagum dengan loe, Ona.' Chella tersenyum.
"Udah Leon, gue kenyang." tolak Leonna.
"Loe baru makan sedikit, cepat buka mulut loe." Leon menyuapi Leonna dengan paksa.
"Twins tumben banget akur." ucap Vino.
"Lagi kesambet Bang." kekeh Datan.
"Tau nih, Leon udah seperti mama Lita saja." Cibir Leonna.
Mereka asyik berbincang dan bercanda hingga waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Leonna baru saja sampai di rumahnya di antar Leon. Leon bahkan memaksa untuk ikut masuk dan memastikan Leonna istirahat, tetapi Leonna menolaknya dengan halus dan menenangkan Leon. Ia berjalan memasuki rumah yang terlihat sepi itu. 'Apa kakak belum pulang yah.'
Leonna berjalan memasuki kamarnya, dan menyimpan tas di tempatnya.
"Senang yah sudah berkencan dengan Vino." ucapan itu menghentikan gerakan Leonna yang tengah menggulung rambut panjangnya. Ia menengok ke arah belakangnya dimana Verrel berada.
"Kakak sudah pulang? Kapan kakak pulang? Mau aku buatkan makan malam?" tanya Leonna dengan ekspresi riangnya.
"Tidak perlu," jawabnya dengan sinis. "Setelah Martin sekarang kembali ke Vino. Apa kamu begitu suka menggilir tubuhmu pada lelaki lain?"
Plak
Leonna spontan menampar pipi Verrel, setelahnya ia menyesalinya dan menatap tangannya sendiri yang baru saja menampar pipi suaminya sendiri.
"Kau berani memukulku!" Verrel tersenyum kecut dan mengusap pipinya.
"Kak, maaf. Aku tidak bermaksud-"
"Cukup! kau sungguh menjijikan. Bahkan di depan umum kamu berpelukan dengan Vino, kamu juga tau di sana ada Chella. Dimana otak kamu? Demi keegoisanmu, kamu melukai hati banyak orang." pekik Verrel.
"Aku tidak melakukan itu, Kak. Kakak salah paham." Verrel mencengkram kedua pipi Leonna hingga kuat.
"Aku muak mendengar alasanmu yang mengatakan semuanya salah paham. Kamu menyembunyikan sikap munafikmu di balik topeng wajah polosmu itu." ucap Verrel membuat Leonna menangis dan mencoba melepaskan cengkraman Verrel.
"Kakak bisa telpon Chella sekarang kalau aku berbohong." ucap Leonna meringis menahan kesakitannya. Verrel melepas cengkramannya sendiri membuat Leonna mundur beberapa langkah karena takut. Sosok di hadapannya bukan lagi suaminya,
Dia berubah....
Leonna bahkan tak mengenalinya lagi....
Tanpa mengatakan apapun, Verrel berlalu pergi dan tubuh Leonna langsung luruh ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya, 'Apa serendah itu, aku di mata Kakak? Apa sebegitu tak ada harga dirinya, aku di mata Kakak?'
Isakan demi isakan keluar dari mulut Leonna. Sekuat apapun berusaha tegar, Leonna tetap tak bisa tegar.
Di dalam ruangannya, Verrel mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Tubuhnya menunduk dengan bertumpu pada kedua tangannya. Tatapan Leonna selalu saja membuat hatinya lemah, 'Apa yang sudah kau lakukan, Leonna. Apa yang kamu lakukan padaku? Kamu menghancurkan segalanya.' Verrel memejamkan matanya dan menghirup oksigen sebanyak banyaknya.
Malam menjelang, Leonna masih belum tidur. Ia menatap nanar ke arah ranjang di sampingnya yang kosong, Verrel tak tidur bersamanya lagi. Sudah beberapa hari ini Leonna tak tidur, dia terus menunggu Verrel datang. Walau itu hanya harapan kosong, dan sia sia saja. Tetapi Leonna tetap menunggu Verrel datang dan tidur di sampingnya. Ia beranjak dari atas ranjang dan berjalan perlahan mencari Verrel. Ia tak menemukan Verrel di dalam ruangan kerjanya. Ia berjalan menuruni tangga perlahan, dan ingin melihat apakah mobil Verrel ada. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat Verrel berdiri di taman belakang dekat kolam renang. Leonna berjalan mendekatinya, Verrel terlihat tengah menghisap rokok. 'Sejak kapan Kakak merokok?' batin Leonna.
Verrel terlihat berdiri memunggungi Leonna dengan sebelah tangan yang di masukin ke dalam saku celananya dan sebelah lagi menghisap rokok. Leonna terus memperhatikan punggung lebar dan tegap milik Verrel, ingin rasanya ia berlari dan memeluk punggung itu. Mengatakan betapa ia mencintai Verrel.
Ia gelisah sendiri antara harus mendekati Verrel atau tidak. Akhirnya ia memutuskan untuk mendekati Verrel, dengan menumpulkan keberaniannya. "Kak," Leonna sudah berdiri di samping Verrel. Verrel hanya meliriknya sekilas dan kembali menyesap rokoknya. "Sejak kapan Kakak merokok? Bukankah Kakak tidak merokok?" tanya Leonna tetapi Verrel masih diam membisu. "Kak, ini tidak baik." Leonna merebut rokok yang tengah di hisap Verrel dan membuatnya ke dalam tong sampah.
"Apa hakmu melarangku?" pekik Verrel kesal.
"Aku berhak, karena aku istrimu." jawab Leonna tak kalah lantang.
"Istri? Kamu masih berani mengatakan kamu istriku? Apa seperti ini kelakuan seorang istri, hah?" pekik Verrel membuat Leonna terlonjak kaget.
"Kakak salah paham!" pekik Leonna. "aku tidak ada hubungan apapun dengan Martin dan juga abang Vino! Tadi Abang memang datang ke kampus, tetapi bukan untukku. Dia datang untuk Chella," pekik Leonna dengan tangisannya.
"Kenapa kamu selalu membohongiku?" pekik Verrel.
"Aku tidak berbohong Kak, aku mengatakan hal yang sebenarnya." isak Leonna membuat Verrel terdiam. Verrel seakan sedang berperang dengan dirinya sendiri. "Kak, aku bersumpah aku tidak mengkhianati Kakak. Tolong percayalah, hikzz" isak Leonna. "Aku harus bagaimana agar Kakak mempercayaiku lagi?"
Leonna memegang lengan Verrel yang masih terdiam membisu seakan berperang dengan hatinya sendiri. "Aku mohon percayalah Kak, hanya Kakak yang aku cintai. Sungguh Kak, aku tidak melakukan apapun di belakang Kakak, aku tidak pernah tidur dengan siapapun selain dengan Kakak." Isak Leonna.
Verrel menatap mata Leonna yang sendu, air mata terus mengalir membasahi pipinya. "Kalau begitu buat aku percaya."
"Aku akan melakukan apapun untuk Kakak, aku akan membuktikannya pada Kakak." Ucapnya dengan mata yang berbinar.
"Lakukanlah," Verrel menepis genggaman Leonna. Ia beranjak untuk meninggalkan Leonna.
"Aku janji akan membuktikannya, tetapi jangan mendiamkan aku seperti ini." Leonna memeluk Verrel dari belakang membuat Verrel mematung di tempatnya.
"Lepaskan,"
"Tidak mau," Leonna bersikeras.
"Lepaskan Leonna!" Verrel menarik pegangan Leonna dengan sedikit keras membuat Leonna terdorong ke belakang,
"Aarghhh!"
Byurrr ... Tubuh Leonna jatuh ke dalam kolam renang. "Ka-k To-tolong," Leonna berusaha berteriak tetapi sulit karena air banyak yang masuk ke dalam mulutnya.
"Shitt!" umpat Verrel.
Byurr ... Verrel akhirnya melompat ke dalam kolam renang untuk menolong Leonna. Leonna yang sudah tenggelam, melihat Verrel datang menolongnya. 'Maaf aku membohongi Kakak, aku hanya ingin tau apa Kakak masih memperdulikanku atau tidak.' Leonna berpura-pura tenggelam, sampai tubuhnya di tarik Verrel dan di bawa ke tepi kolam renang. Verrel menepuk pipi Leonna yang tak sadarkan diri.
"Leonna, buka matamu." ucap Verrel terdengar khawatir.
Verrel menekan dada Leonna berkali-kali, tetapi Leonna tetap tak bereaksi.
"De, buka mata kamu!" Leonna sangat bahagia mendengar Verrel memanggil nama kesayangannya lagi. "Ya tuhan," Hingga Leonna merasakan sesuatu yang kenyal dan basah menempel di bibirnya.
Verrel menciumnyaa....
Leonna bersorak ria di dalam hatinya, "ahh!" pekik Leonna saat Verrel menggigit bibir bawahnya dengan keras. Leonna segera membuka matanya dan beranjak bangun, saat Verrel sudah menjauhkan bibirnya dari bibir Leonna.
"Pembohong!" desis Verrel beranjak pergi.
"Kak," teriak Leonna.
Verrel sudah berlalu pergi meninggalkan Leonna yang masih menatapnya di pinggir kolam renang.