Michella berlari dengan sangat kencang mengejar Vino ke bandara, pasalnya hari ini Vino akan kembali ke Spanyol. Beberapa hari ini, Chella sulit menemui Vino karena Vino selalu menjauhinya. Vino terus menghindar, apalagi saat Thalita menjelaskan situasinya sekarang yang Leonna sudah menikah. Michella berlari kesana kemari mencari keberadaan Vino tetapi tak dia temukan.
"Abang," teriak Chella saat melihat Vino dan kedua orangtuanya hendak menuju area untuk para penumpang.
Vino yang merasa ada yang memanggilnya langsung menengok begitupun juga Farel dan Claudya. Michella berlari mendekati mereka bertiga. Membuat ketiganya bingung,
"Vino, mama dan papa masuk terlebih dulu." ucap Claudya yang di angguki Vino. Claudya menuntun Farel menuju pesawat yang akan mereka naiki. Michella berhenti di depan Vino dengan nafas yang tersenggal-senggal. "Ada apa?" Tanya Vino terdengar datar.
"A-aku mencintai Abang,"
Deg .... Vino mematung mendengar penuturan Chella yang tiba-tiba itu.
"Chel, ini apa maksudnya? Kamu tau kan kita baru saja kenal, dan bahkan kita tidak pernah-"
Ucapan Vino terhenti saat Chella dengan berani mencium bibir Vino di depan umum. Ciuman Chella membuat jantung Vino berdetak kencang dan ada perasaan aneh yang menggerayami hatinya. Vino tak membalas ciuman amatir Chella, tubuhnya membeku mendapat ciuman mendadak dari Chella. Selama ini Vino merasa ada sesuatu dengan Chella dan sekarang ia semakin yakin walau tak mengingat apapun.
Chella menjauhkan wajahnya dari Vino, dengan tersenyum manis. "aku berharap abang mampu merasakannya, walau tidak mengingatku setidaknya abang masih mampu merasakan perasaan itu." ucap Chella menahan air matanya yang sudah memenuhi pelupuk matanya. "Aku tak akan mengatakan apapun, aku tau ini sangat sulit. Tetapi aku tidak mau membuat abang terbebani."
Chella merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan koin dari sana. "Ini adalah bukti permohonanku yang Abang usahakan supaya terkabul," ucap Chella menyimpan koin itu di telapak tangan Vino. "aku menunggumu disini, kembalilah saat abang sudah mengingatku dan menemukan jawaban dariku. Aku akan selalu menunggu abang. Tak perduli berapa lama aku harus menunggu, karena permohonanku adalah kamu." Vino mengernyit bingung mendengar penuturan Chella.
Hingga terdengar pengumuman kalau pesawat menuju ke Spanyol akan segera berangkat. "Bergegaslah bang, aku akan menunggu abang disini." ucap Chella tersenyum manis walau di dalam matanya tersimpan ribuan beban dan rasa sakit. Vino yang masih tak paham, tak mengatakan apapun selain beranjak pergi.
'Kembalilah, aku menunggu abang disini. Aku berharap koin keberuntungan itu bisa membuat abang mengingatku dan kembali padaku.' batin Chella menghapus air matanya yang luruh membasahi pipi.
Vino yang masih bingung, melirik kearah Chella yang masih berdiri dengan tangisannya. 'Apa yang terjadi sebenarnya? Dan apa hubungannya dengan koin ini?' batin Vino. Ia duduk di kursi pesawat dekat Claudya dan Farel.
"Kamu baik-baik saja, Vin?" Tanya Claudya.
"Ya Ma," jawab Vino dan menatap keluar jendela pesawat, memikirkan ucapan Chella barusan. Dan ciuman Chella yang begitu mendadak. Tetapi efek pada hati Vino kenapa terasa berlebihan. 'Ada apa sebenarnya' batin Vino memainkan koin di tangannya.
Di Bandung, Leonna pergi menuju tempat proyek bersama Verrel dan semua karyawan Verrel. Leonna menunggu bersama Rasya di sebuah tenda sambil menikmati kopi hangat. Tak lama, datanglah sebuah mobil audy hitam mewah dan berhenti disana. Seorang pria paruh baya menuruni mobil itu dengan elegantnya, setelah seorang sopir membukakan pintu mobil belakang.
"Daddddyyyyyy Gatorrrrrr,," teriak Leonna berlari kearah Okta yang baru saja menuruni mobil dan Leonna langsung menerjang tubuh Okta.
"Hallo Princes," Okta membalas pelukan Leonna dan mengecup kepalanya. Leonna memeluk Okta dan berjalan bersama mendekati yang lainnya. Percy dan Verrel sama-sama mencium tangan Okta, begitupun Rasya. "Wah pengantin baru kesini, sekalian honeymoon yah." ucapan frontal Okta membuat Percy dan Rasya salting sendiri.
"Yang honeymoon malah pengantin basi, Om." ucap Percy seraya melirik Verrel.
"Coba lihat wajah princesnya daddy." Okta menarik dagu Leonna dan menatap wajah Leonna dengan seksama. "Verrel, kamu kejam sekali."
"Verrel tidak melakukan apapun, Om."
"Lihat wajah Princesnya daddy sampai pucat dan ada lingkaran hitam di bawahnya. Pasti kamu mengajak genjatan senjata terus yah."
"Genjatan senjata apaan, Dad?" Tanya Leonna dengan polos membuat yang lain terkekeh.
"Kamu polos sekali, Princes. Awas Rel, jangan mengkontaminasi otaknya."
"Kan Daddy yang mengkontaminasi Leonna, perasaan daritadi daddy yang ngomong vulgar dan yang tidak Leonna pahami." ucapan Leonna membuat yang lain terkekeh.
"Aiisshhh, kau benar benar anaknya si Dhika." cibir Okta.
"Selamat siang mr. Oktavio." sapa Caren menghampiri Okta bersama Andra.
"Selamat siang nona Caren, ternyata putri dari pak Bramono sangatlah cantik dan berbakat tentunya." puji Okta bersalaman dengan Caren. Leonna yang mendengar pujian Okta langsung mendengus kesal.
"Terima kasih mr. Oktavio. Anda sangatlah berlebihan." ucap Caren.
"Tidak nona Caren, saya tidak berlebihan. Kamu terlihat sangat cantik, saya tidak menyangka kalau anda lebih cantik dari dalam foto." ucap Okta membuat Caren tersenyum merona seraya melirik Verrel yang terlihat sibuk melihat isi dokumen di tangannya.
"Aku rekam ucapan daddy barusan dan aku kirim ke mom." bisik Leonna membuat Okta terpekik. Leonna meleletkan lidahnya dan berlalu pergi.
"Mata-mata disini banyak, Om. Hati-hati saja di amuk nenek lampir." bisik Verrel dan ikut berlalu pergi.
Leonna meneguk kopi miliknya tadi, rasa hangat menyalur ke kerongkongan dan perutnya. "Sepertinya kamu begitu kesal," ucap Rasya.
"Iya Kak, aku sebal. Si Kere itu semakin besar kepala di puji daddy di depan kak Verrel." celetuk Leonna. "tuh hidung sampai kembang kempis saking kegeerannya." ucapan Leonna membuat Rasya terkikik. "tapi kalau daddy muji tuh si Kere lagi, aku kirim langsung rekaman ini ke mommy nela. Biar tau rasa."
"Sejak tadi kamu sibuk menggerutu terus," ucap Verrel mengambil gelas kopi di tangan Leonna dan meneguknya.
"Yah habisnya kesel, lihat wajah si Kere. Menurut kakak, si Kere itu cantik?" Tanya Leonna.
"Hmm, cantik." jawab Verrel dengan santai seraya menyimpan gelasnya. Wajah Leonna sudah merengut kesal hingga bibirnya manyun. "tapi kamu jauh lebih cantik." bisik Verrel membuat Leonna merona.
"Khem khem, ada orang lain disini." sindir Rasya membuat Verrel terkekeh.
"Kakak kembali bekerja yah" ucap Verrel yang di angguki Leonna. Verrelpun berlalu pergi meninggalkan kedua wanita itu.
"Kakak, menurut kakak. Si Kere itu bagaimana?" Tanya Leonna.
"Lumayan, dia cantik karena dia itu seorang model." ucap Rasya menyeduh kopi miliknya.
"Kak, dadanya plastik yah."
Oho oho oho .... Rasya tersedak minumannya sendiri mendengar penuturan Leonna yang frontal. "lihat saja Kak, dadanya gak ke tampung sama bra. Bahkan hampir keluar semua, si daddy kok suka yah sama yang model plastikan gitu. Kan gak enak, dalamnya kosong." Ucapan Leonna yang frontal berhasil membuat keduanya tertawa terbahak-bahak membuat Percy, Okta, Verrel, dan yang lainnya menengok kearah mereka.
"Kalau dari plastik, pas di tusuk mengerut dong yah." tambah Rasya yang di angguki Leonna dengan tawa mereka yang pecah. "semua orang menatap kita, Leonna. Mereka bisa-bisa berpikir kita gila."
"Orang gila yang sedang ngetawain orang stress." tawa Leonna.
"Kalian berdua asyik benar kelihatannya," ucap Percy yang datang untuk mengambil minuman.
"Iya dong asyik Kak, lagi ngomongin produk plastic." ucap Leonna asal membuat Rasya terkikik. "kakak duduk saja disini, temanin kak Rasya daripada berdiri di sana terus kan panas."
"Kamu mau kemana?" Tanya Percy.
"Ke kebun teh itu." tunjuk Leonna. Leonnapun berlalu pergi meninggalkan Percy dan Rasya.
"Lihatlah tingkah bocah nakal itu," Okta menepuk pundak Verrel membuatnya menengok ke arah Leonna yang tengah memetik teh dengan menggendong keranjang di punggungnya dan juga memakai topi yang terbuat dari ukiran kayu.
"Sudah tidak heran." kekeh Verrel. Keduanya kembali fokus dengan pekerjaan mereka.
Setelah puas memetik teh, Leonna lalu berjalan sendiri menyusuri perkebunan teh dengan berlarian ringan dan merentangkan kedua tangannya. Ia begitu menyukai suasana seperti ini.
Ia tersentak saat 5 orang pria tengah berjalan di depannya. Leonna menengok ke belakangnya dan mengernyitkan dahinya saat semuanya kosong hanya ada dirinya dan kelima pria di depannya yang sudah menunjuk-nunjuk ke arahnya. "Kabur," gumam Leonna berbalik dan berlari menghindari mereka semua yang mengejar Leonna. "Tolong,,,," teriak Leonna ketakutan saat beberapa orang di belakangnya memanggilnya dengan nakal.
Hingga Leonna terhenti di sebuah perempatan kebun teh, ia bingung harus kemana. Ia tersentak saat tepukan di belakangnya, ia berbalik dan kelima pria yang terlihat seram dengan mata mereka yang merah dan memakai jaket dan sarung yang tersampir di pundak mereka. "Mau kemana Neng gelis?"
"Mau apa kalian, jangan dekat-dekat." Teriaknya berjalan mundur dan merasa saku celananya mencari handphone tetapi sialnya ketinggalan di tenda.
"Galak bener si neng, keliatan orang Jakarta yah."
"Hayu urang pake weh,"
"Nggak, tolongg...!!" teriak Leonna hingga tangannya di tarik oleh salah satu dari mereka dan menarik Leonna ke semak-semak perkebunan teh. "Lepasin,,"
"Arghh,,!" pekiknya dengan mengumpat kata-kata hewan. Saat ada kesempatan Leonnapun berlari menjauhi mereka tetapi sial kakinya tersandung dan dia terjatuh membuat kelima pria itu mentertawakannya. Leonna berangsur mundur menjauhi mereka, tetapi salah seorang dari mereka mendorong tubuh Leonna dan menindihnya.
"TOLONG!" teriak Leonna sudah terisak.
Bug
Tubuh pria yang menindih Leonna tertarik dan terhempas menjauh. Leonna langsung bangun dan menjauh saat melihat Verrel dan Percy tengah memukuli mereka berlima. Verrel terlihat membabi buta memukuli mereka.
Hingga akhirnya mereka semua kabur, Verrel masih menghela nafasnya dan berbalik ke arah Leonna yang masih duduk di atas tanah dengan terisak kecil. Tanpa mengatakan apapun, Verrel memangku tubuh Leonna dan membawanya pergi meninggalkan tempat itu bersama Percy.
"Leonna," Rasya langsung menyambutnya saat Verrel mendudukan Leonna di kursi yang ada di tenda. Okta juga menghampiri mereka.
"Kenapa kamu tidak bisa diam, De?" pekik Verrel. "Apa susahnya kamu duduk saja disini? Jangan pergi jauh-jauh!" Verrel terlihat emosi membuat Leonna semakin menangis.
"Rel cukup." Ucap Rasya.
"Bagaimana kalau tadi aku tidak datang? Mereka akan melakukan sesuatu padamu. Tidak bisakah kamu menungguku?" pekiknya terlihat emosi.
"Kenapa Kakak memarahiku," isak Leonna terlihat ketakutan.
Verrel menghembuskan nafasnya perlahan saat tau bentakannya membuat Leonna ketakutan. Ia lalu duduk rengkuh di hadapan Leonna yang menundukkan kepalanya. "Aku tidak memarahimu, aku khawatir padamu Delia. Sangat khawatir, aku terlalu takut mereka melakukan sesuatu padamu." Ucap Verrel sudah melembut.
"Maafkan Leonna, hikzz.." Leonna memeluk Verrel dengan tangisannya. Tak ada yang mengeluarkan suara mereka hingga mereka melepaskan pelukannya.
"Apa kamu terluka?" Leonna menggelengkan kepalanya.
"Jaga dia Verrel," ucap Okta seraya mengusap kepala Leonna.
"Minum ini, Leonna." Rasya menyodorkan air minum ke Leonna membuatnya meneguknya sedikit. "Sudah mulai tenang?" Leonna menganggukkan kepalanya.
Sore menjelang, mereka masih sibuk bekerja disana. "Aaaahhh," pekikan seseorang menyadarkan mereka semua, Caren terlihat terjatuh dan kakinya terkilir. "tolong,," ringisnya menatap ke arah Verrel.
"Andra, tolong gendong dia bawa kesini," ucap Verrel
"Baik Pak." ucap Andra. Tetapi Caren menolaknya dan memarahi Andra habis-habisan membuat Andra tak berani mendekat.
"Verrel tolong, kamu tega melihatku kesakitan seperti ini." ucap Caren dengan sendu.
"Biar aku saja, Kak." Leonna berjalan mendekati Caren. "mbak, mana yang sakit?"
"Tidak perlu, aku hanya butuh kembali ke mobil." ucap Caren dengan jutek
"Jangan sungkan, aku kuliah di fakultas kedokteran dan aku sedikit memahami masalah pijit memijit." Leonna mengambil kaki Caren yang sakit.
"Hati-hati, nanti kakiku lecet."
"Tenang saja," ucap Leonna dengan seringainya. "siap siap yah, 1, 2..."
Krek
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!" Jerit Caren
"Astaga, maaf mbak. Aku salah memijit." ucap Leonna dengan wajah polosnya.
"KAU!" amuk Caren dengan kesakitannya.
"Aduh maaf lho mbak," ucap Leonna membuat Rasya, Percy dan Okta terkekeh sedangkan Verrel hanya menggelengkan kepalanya.
"Aduhhhh kakiku,,," tangis Caren. "kau mematahkan kakiku, dasar bocah !!"
"Aku tidak sengaja," ucap Leonna.
"Verrel, lihat karena istri bocahmu kakiku jadi patah. Kau harus tanggung jawab !!" teriak Caren membuat Verrel memutar bola matanya malas.
"Andra dan Adit akan membawamu ke rumah sakit," ucap Verrel.
"Aku tidak mau mereka, aku maunya sama kamu. Ini juga ulah istrimu," teriak Caren. Akhirnya Verrel mengalah dan berjalan mendekati Caren.
"Kak-" ucapan Leonna tertahan saat Verrel hendak menggendong Caren. 'Dasar ular' batin Leonna, Leonna menendang papan yang menahan batu bata, hingga satu batu batanya jatuh mengenai kaki Leonna. "Awwww" pekik Leonna membuat Verrel yang hendak menggendong Caren menengok.
"De," Verrel meninggalkan Caren dan mendekati Leonna. Darah segar keluar dari kakinya, "Bagaimana bisa?"
"Aku gak lihat papan ini." ucap Leonna menahan sakitnya. 'Tak perduli, walau harus melukai diri sendiri. Asalkan kak Verrel tidak bersama ular itu.' batin Leonna. Verrel membasuh kaki Leonna yang berdarah, darah seakan tak mau berhenti mengalir. "kita ke klinik." Verrel yang khawatir dan langsung menggendong tubuh Leonna.
"Rel," panggil Caren.
"Jangan kekanakan Caren, istriku sedang terluka. Andra dan Adit akan mengantarmu ke dokter," ucap Verrel bergegas ke mobilnya. Okta, Percy dan Rasya hanya bisa menonton dan menggelengkan kepalanya. Mereka tau Leonna sengaja melakukannya.