V
errel baru saja sampai di rumah Percy yang terlihat sepi. Kerena hanya ada Percy dan Pretty, para orangtua pergi ke Spanyol.
Saat ini ia sudah duduk di sisi ranjang kamar Percy dan Percy menyodorkan minuman kaleng dingin ke arahnya. "barusan gue ketemu Caren," ucap Verrel membuat Percy menengok ke arahnya. "dia menghubungi gue saat gue akan menuju kesini. Dia mabuk berat di club, gue bahkan terpaksa harus membawanya ke hotel karena gue gak tau alamatnya dimana. Dia terlihat sedang tak baik-baik saja."
"Mau apa lagi dia kesini? Belum puas dia ninggalin loe tanpa sebab." ucap Percy.
"Gue gak tau," ucap Verrel mengedikkan bahunya.
"Loe sendiri ngapain kesini? Loe ninggalin Leonna sendiri di rumah? Wah parah loe," ucap Percy.
"Gue belum bisa menghadapinya." ucap Verrel.
"Kenapa?" Tanya Percy penasaran.
"Gue akan menceraikannya," ucap Verrel lirih membuat Percy tersentak.
"Loe gila!" pekik Percy. "bukannya loe mencintainya? Kenapa sekarang loe ingin melepaskannya, disaat dia mulai mencintai loe."
"Semuanya tidak semudah itu, Per. Ini bukan masalah seberapa kuat kita bertahan, atau seberapa banyak gue bisa memberinya maaf. Tetapi ini tentang memahami." ucap Verrel menerawang ke depan. "Gue belum bisa memahaminya lebih dalam, dan gue juga belum bisa memahami diri gue sendiri. Kalau dua hal itu sudah gue kuasai, maka keikhlasan cinta itu akan terbangun dengan sendirinya tanpa ada paksaan." tambah Verrel,
"Saat ini gue dan Delia sedang mencari jati diri sendiri dan memahami diri kami masing-masing. Gue tidak ingin ada paksaan dalam hubungan ini. Walaupun dia berkali-kali meminta maaf dan mengatakan cinta, kalau dia masih belum memahami dirinya sendiri, itu percuma saja. Gue taku ini hanya perasaan kasihan, gue butuh belas kasihan darinya." Percy tertegun mendengar ucapan Verrel.
"Melepaskannya bukan berarti gue tidak mencintainya, bukan berarti gue kalah dalam takdir ini. Tetapi melepaskannya untuk membuat dia lebih bahagia lagi walau tidak bersama gue." ucapan Verrel membuat Percy menatap ke arah Verrel.
"Loe curhat atau menyindir gue?" pertanyaan Percy berhasil membuat Verrel terkekeh.
"Dua-duanya, maybe." Verrel terlihat menggedikkan bahunya acuh, membuat Percy mencibir.
"Loe yakin mau ninggalin Leonna sendirian di rumah? Ini sudah lewat tengah malam lho, kasian tau dia sendirian di rumah." ucap Percy.
"Loe ngusir gue?" Tanya Verrel diiringi kernyitan di dahinya.
"Bukan begitu,, ah loe sensitive bener kayak cewek lagi PMS. Gue hanya khawatir pada Leonna di rumah, apalagi hanya ada penjaga. Itupun cowok semua," ucap Percy. "Lagian gue lagi galau, lagi pengen menyendiri."
Verrel mencibir kesal. "ya udah gue balik, selamat menikmati galaunya. Hati-hati jangan sampai minum baygon." celetuk Verrel seraya beranjak. Dan kali ini Percy yang mencibir kesal.
Chella tengah berdiri di balkon kamarnya, ia menatap foto Vino saat mereka liburan di Spanyol. Angin malam menerpa wajahnya dan menusuk kulitnya. Tetapi ia tak beranjak sedikitpun, baginya tusukan kecil di kulitnya tak sebanding dengan tusukan yang menusuk jantung hatinya. Ia juga memegang pemutar mp3 putih pemberian dari Vino. Ia memutar lagu kesukaan Vino disana membuat airmatanya kembali luruh membasahi pipi.
Kamu hadir memberi ku bahagia, tetapi sekarang kamu pergi meninggalkanku sehingga aku saat ini terluka, sangat terluka.
Kenapa,, kenapa Vino?? Kenapa kamu lakukan ini?
Aku Lebih baik melihatmu bersama Leonna, daripada melihatmu harus pergi tanpa kata seperti ini.
Harus kamu tau, aku juga sangat mencintaimu...
Aku memahami apa itu cinta darimu, aku mengenal arti cinta darimu...
Saat bersamamu, aku merasa di cintai. Saat bersamamu kenyamanan menyelimutiku, Dan sekarang kau meninggalkanku seperti ini??? Meninggalkanku dalam kegelapan,, meninggalkanku yang selalu menunggumu disini.
Kenapa kau berlari begitu cepat, sampai aku tak mampu lagi melihat sosokmu. Kenapa kau membuatku bodoh karena hanya berdiam diri disini menunggumu,, kenapa Vino???
Kenapa kamu lakukan ini padaku??? Kenapa takdir tuhan begitu pahit??
Apa aku berhak untuk meyakinkan diri kalau kamu akan segera kembali? Bisakah aku meyakinkan diriku sendiri...???
Ku mohon kembalilah,,, jangan membuat harapanku hancur....
Verrel baru saja sampai di rumah orangtuanya pada pukul 3 dini hari. Dia berjalan menuju kamarnya, terlihat Leonna tertidur dengan posisi meringkuk seperti bayi, rambut panjangnya menutupi seluruh wajahnya. Ia duduk di samping Leonna dan menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Wajah Leonna terlihat pucat dan merah, bahkan masih ada sisa air mata di pelupuk matanya. "Kamu bahkan tak berhenti menangis," gumam Verrel membelai wajah Leonna dengan lembut. "kamu tau De, fase ini sungguh menyulitkanku. Aku mencintaimu,, sangat.. Tapi ketakutanku bukan Karena takut kamu mengkhianatiku kembali. Tetapi aku takut kamu kembali memaksakan diri untuk tetap bersamaku, aku hanya ingin melihatmu bahagia."
"Dengan cara melepaskanmu, kamu akan bahagia." tambah Verrel. "maafkan karena sikapku," Verrel mengecup kening Leonna dan menarik selimut hingga menutupi tubuh Leonna hingga batas leher. Setelahnya ia ikut berbaring di sisi Leonna dengan posisi menyamping.
Pagi menjelang, sinar matahari menerobos ke celah jendela membuat Leonna mengerang lembut dan membuka matanya perlahan. Tetapi pandangannya mengarah ke wajah tampan milik seseorang. Leonna kembali menutup matanya dan menguceknya sedikit karena perih dan panas menyerang matanya. Ia kembali membuka matanya perlahan, dan sosok di hadapannya semakin jelas. Senyuman Leonna terukir indah di wajah cantiknya. Ia berangsur mendekat dan mengangkat wajahnya menatap wajah tampan dan tenang di hadapannya. 'Kapan kakak datang?' batin Leonna merasa sangat bahagia.
Saat terlelap, wajah Verrel begitu damai dan terlihat seperti bayi.
Ia menatap kedua alis Verrel yang terpahat indah, bulu matanya yang lentik, lalu pandangan Leonna turun ke hidung mancungnya, rahangnya yang tegas dan terakhir pandangannya terhenti di bibir merah pucat milik Verrel. Kemana saja Leonna selama ini, baru menyadari kalau suaminya begitu tampan. Bahkan sangat tampan dari Vino, pantas saja si Angel masih tergila-gila padanya.
Seketika bayangan Leonna melayang ke kejadian semalam, dimana Verrel menghabiskan waktu dengan Caren di kamar hotel. Leonna menjauhkan tubuhnya dari dekat Verrel, dan segera menuruni ranjang menuju ke dalam kamar mandi. Bayangan Verrel yang memeluk Caren semalam terus berputar di benaknya, ia memejamkan matanya dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga dadanya yang terasa kosong dan sesak. "Aku ikhlas, yah aku harus ikhlas. Leonna bukan wanita yang lemah dan cengeng." gumamnya
Iapun segera membasuh wajahnya berkali-kali dengan air dingin, agar wajahnya lebih fres dan segar. Setelahnya Leonna keluar kamar mandi setelah mengelap wajahnya dengan handuk putih. Verrel terlihat sudah bangun dan sedang memakai arm sling. Ia berjalan mendekati Verrel dan duduk di sampingnya. "Perbannya belum di ganti yah, biar aku ganti dulu, Kak." ucap Leonna dan beranjak mengambil kotak obat. Verrel masih duduk diam tanpa berkata apapun, tak lama Leonna datang dan duduk di samping Verrel. Dengan telaten Leonna mengganti perban yang di gunakan Verrel. "semalam Kakak pulang jam berapa? Maaf aku ketiduran." ucap Leonna memasang wajah riangnya seperti biasa seakan semuanya terlihat baik-baik saja.
"Tidak masalah," jawab Verrel membuat Leonna menggigit bibir bawahnya karena Verrel masih bersikap dingin padanya.
Bip Bip Bip,, Verrel mangambil handphonenya dan mengangkat telpon masuk dari seseorang.
"Hallo,"
"...."
"Ada apa lagi?" Leonna melirik wajah Verrel yang terlihat kesal berbicara dengan seseorang di telfon.
"....."
"Aku tidak bisa, Caren."
Deg ... Mendengar nama itu, insting Leonna langsung menyala. Ia menajamkan telinganya agar bisa mendengar apa yang Caren katakan.
"Jangan menggangguku lagi, Caren. Aku membantumu semalam karena kamu bilang kesakitan. Bukan berarti aku memberimu harapan," Leonna menatap Verrel tak percaya.
Jadi semalam...
Semalam Leonna telah salah paham pada Verrel, Verrel tak melakukan apapun dengan Caren.
"Aarghh!" Verrel meringis saat tanpa sadar Leonna menekan lukanya terlalu kencang.
"Ma-maaf Kak," cicit Leonna dan kembali menyelesaikan kegiatannya.
"Oke," Verrel mematikan telfonnya, dan menghembuskan nafasnya kasar. Ia melirik Leonna yang terlihat mesem mesem. "kenapa?"
"A-apanya yang kenapa?" Tanya Leonna bingung.
"Ck,, bisakah kamu menjawab pertanyaan bukan dengan pertanyaan lagi." ucap Verrel dan Leonna malah menggelengkan kepalanya. Leonna mendadak tulalit saat terserang virus cinta. "hari ini aku akan ke kantor. Apa kamu ada jadwal kuliah?"
"Ada, aku berangkat pukul 10," ucap Leonna.
"Baiklah, jangan pulang larut malam. Sepertinya yang dari Spanyol akan pulang malam ini." ucap Verrel.
"Ka-kak dapat kabar?" Tanya Leonna ragu-ragu.
"Semalam Ayah menghubungiku, katanya kondisi om Farel semakin memburuk. Dan papa Dhika akan melakukan transplantasi jantung di Indonesia." jelas Verrel membuat Leonna tertegun mendengarnya. "dan kabar Vino, masih belum di temukan tanda-tandanya. Beberapa jenazah penumpang pesawat sudah di temukan dan di identifikasi, Tetapi Vino belum." Jelas Verrel membuat Leonna menelan salivanya sendiri. Verrel beranjak menuju kamar mandi meninggalkan Leonna yang masih tertegun. Leonna segera menyambar handphonenya dan menghubungi Leon.
"hallo Leon,"
"Ya Ona,"
"Ba-bagaimana?"
"Kami semua akan kembali ke Jakarta malam ini. Jen pun ikut bersama kami walau keadaannya belum bisa di katakan baik-baik saja. Mama Claud ngotot ingin menemani papa Farel, jadi terpaksa kami semua kembali ke Jakarta untuk melakukan operasi jantung papa Farel."
"La-lalu A-abang?" Tanya Leonna lirih,
"Ona,, abang-"
Air mata Leonna sudah luruh membasahi pipi hanya dengan mendengar helaan nafas dari Leon. "Lee..."
"Abang masih belum di temukan, baru tasnya yang kami temukan dengan bercak darah memenuhinya" Tangisan Leonna pecah seketika,
Abangnya...
Pahlawannya dari sejak kecil...
"Loe harus kuat, Leonna. Anak buah papa dan om gator sudah menyisir setiap area puncak gunung. Percayalah abang akan baik-baik saja,"
"Iya, gue tutup yah."
Leonna mematikan telfon dan menghapus air matanya, ia segera bergegas untuk membuatkan sarapan.
Leonna baru saja sampai di kampus, tak jauh di depannya Chella tengah duduk di taman dengan menatap layar handphonenya. Leonna berjalan mendekati Chella yang duduk di kursi. Leonna mampu melihat apa yang sedang dilihat Chella, foto Vino dan dirinya. Leonna tau kalau Chella saat itu liburan ke Spanyol dari Datan.
Ia berdehem dan duduk di samping Chella membuat Chella menengok ke arahnya dan segera menyembunyikan handphonenya, dengan menghapus air matanya. "gue yakin abang baik-baik saja, dia selalu berkata walaupun dia terbang setinggi-tingginya, dia akan tetap kembali pulang kepada kita semua." ucap Leonna menghirup nafas perlahan dan menghembuskannya. "loe mencintainya?"
Ucapan Leonna membuat Chella menengok ke arahnya yang juga tengah menatapnya. "gue-"
Chella mendadak kelu untuk berkata. 'ayo Chella katakan, sekarang saatnya loe berkata dan penuhin sumpah loe untuk mengejar Vino bukan berdiam diri disini. Katakan pada Leonna segalanya Chella, katakanlah." Batin Chella. "maafin gue Leonna, gue memang mencintai abang. Perlahan perasaan itu hadir tanpa bisa gue tahan. Selama ini gue menahannya dan membiarkan Abang bersama loe, tapi ternyata gue gak bisa melepaskannya." cicit Chella menunduk tak mampu menatap Leonna.
"Apa loe yang kasih tau abang mengenai perasaan gue?" Tanya Leonna menahan air matanya yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. Chella masih terdiam seakan lidahnya kelu untuk menjawab. "katakan Chell, loe yang bilang ke abang kalau gue menyukainya??? Katakan !!" pekik Leonna yang sudah menangis.
"Sorry,"
"Sorry? Apa dengan kata maaf itu, loe bisa ngembaliin keadaan? Apa dengan kata maaf itu loe bisa ngembaliin sikap kak Verrel seperti semula? Apa dengan kata maaf itu loe bisa membawa abang kembali? Nggak Chell,, nggak!" ucap Leonna menumpahkan kekesalannya.
"Loe buat semuanya jadi seperti ini. Loe tau alasan gue nikah sama kak Verrel? Bukan untuk melampiaskan perasaan tak terbalaskan dari abang. Tapi karena gue ingin menjauh dari abang dan membuka hati gue untuk kak Verrel. Selama gue nikah sama kak Verrel, tak pernah sekalipun gue menghubungi abang. Gue menganggap abang hilang dari kehidupan gue, gue menghindarinya karena gue gak mau sesuatu yang sudah gue niatin hancur." Ucap Leonna dengan tangisnya.
"Walau gue tidak menyadari perasaan gue sama kak Verrel, tapi gak ada niatan gue untuk mengejar cinta abang, nggak ada Chell. Gue malah menunggu kapan Abang bahagia." ucap Leonna menghembuskan nafasnya perlahan.
Tanpa mereka sadari, Datan berdiri tak jauh dari mereka dan mendengar segalanya. "kalau loe jujur sejak awal, loe bilang ke gue kalau loe suka sama abang. Gue gak akan pernah marah dan menghalangin loe, gue seneng akhirnya cinta abang gak bertepuk sebelah tangan." isak Leonna semakin menjadi. "Pantas saja abang tiba-tiba mengatakan cinta ke gue, awalnya gue gak mikir panjang. Gue malah bahagia mendengar abang mengatakan itu, sampai gue lupa diri dan menghancurkan pernikahan gue sendiri. Sekarang gue sadar, gue tau kenapa abang tiba-tiba saja mengatakan itu. Kenapa Abang mengatakannya saat gue sudah bersama kak Verrel. Gue tau alasannya sekarang," isaknya. "Abang orang yang baik, dia paling tidak mau menyakiti hati siapapun. Termasuk hati gue, hikzzz..."
"Ini semua karena loe, Chell." Leonna menangis sejadi-jadinya.
"Maafin gue. Gue pikir kehidupan loe gak bahagia sama kak Verrel," ucap Chella sangat bersalah.
"Loe liat sekarang Chel, bukan hanya gue yang akan di tinggalin kak Verrel. Tapi loe juga kehilangan abang. Loe kehilangan abang, pria yang tulus cinta sama loe." isak Leonna. "Simana otak loe, Chell. Tega sekali loe mempermalukan gue di hadapan abang. Apa hak loe mengatakan isi hati gue sama abang???? APA Michella????"
"Wow wow, tenang sista." Datan langsung merangkul Leonna yang menangis sejadi-jadinya sedangkan Chella masih terduduk dan menangis terisak. "loe duduk dulu, Ona." ucap Datan membuat Leonna menurut. "hal ini gak perlu jadi masalah besar, sekarang gue tanya loe Chell. Maksud loe mengatakan perasaan Leonna ke abang, apa?" Tanya Datan.
"Karena abang terus memaksa gue buat jadi ceweknya," cicit Chella.
"Dan loe mempermalukan gue dengan mengatakan perasaan gue ke abang??? Apa hak loe, Chell?" pekik Leonna,
"Ona, loe tenang dulu." ucap Datan membuat Leonna terdiam.
"Maafin gue, gue pikir dengan gue mengatakannya loe akan bahagia sama abang." cicit Chella,
"Loe pikir cinta yang berat sebelah itu bisa bahagia? Apa cinta karena paksaan itu bisa bahagia?? Loe salah, Chell. Loe salah," ucap Leonna.
"Loe juga salah Ona, loe juga menyakiti kak Verrel," ucap Datan.
"Iya gue tau, itu kesalahan gue yang gak bisa ngebedain mana cinta dan mana rasa kagum." ucap Leonna menghembuskan nafasnya.
"Oke oke,, berarti sekarang jelas yah. Gak usah jadi masalah, sekarang keadaan sedang rumit banget. Ona, loe cinta sama abang Vino apa Verrel?" Tanya Datan
"Kak Verrel," gumam Leonna membuat Chella terpekik kaget.
"Loe?" ucapan Chella tertahan.
"Iya Chell, gue hanya mengagumi sosok penyayang dan mampu melindungi seperti abang. Yang gue cintai adalah suami gue sendiri. Dan sebentar lagi mungkin akan jadi mantan suami." ucap Leonna kembali menangis. "Gue mencintainya, gue bodoh. Kenapa harus menyadarinya sekarang, kenapa bukan sejak dulu. Dan sekarang kak Verrel bahkan tak ingin melirik gue sedikitpun, dia membenci gue dan dia akan menceraikan gue." isak Leonna sejadi-jadinya.
"Abang Verrel mencintai loe, Ona. Percaya sama gue." Datan memeluk Leonna yang menangis sejadi-jadinya. Chella langsung merasa bersalah kepada Leonna, ini semua karena ulahnya. "dia gak akan sampai menceraikan loe, Ona."
Sepulang kuliah, Leonna sengaja mampir ke kantor Verrel. Entah kenapa dia ingin pulang bersama Verrel, seperti yang Datan katakan, ia harus terus mendekati Verrel. Ia masuk ke dalam lobby kantor dan bertanya mengenai Verrel, tetapi ternyata Verrel sedang ada pekerjaan diluar kantor. Leonnapun beranjak pergi meninggalkan kantor, tetapi sesaat langkahnya terhenti saat melihat Verrel berjalan bersama seorang pria dan juga Caren. Mereka berbincang menuju ke dalam kantor.
Verrel sempat kaget melihat Leonna berada di depan kantornya, iapun segera menghampiri Leonna. "ada apa?" tanya Verrel masih datar.
"Ada yang mau aku katakana," ucap Leonna.
"Nanti saja di rumah, sekarang pulanglah. Aku masih banyak pekerjaan. Aku akan pulang larut malam, jangan menungguku." ucap Verrel.
"Rel, ayo. Nanti keburu malam," ucap Caren degan sengaja menarik lengan Verrel dan membawanya menuju ke dalam kantor tanpa melihat ke arah Leonna lagi. Bahkan Verrelpun hanya menuruti dan meninggalkannya sendiri.
Perlahan Leonna menyentuh dadanya yang terasa sesak dan sakit, rasanya begitu sakit bahkan lebih sakit dari saat mendengar ungkapan cinta Vino untuk Chella.
Malam menjelang dan hujan turun dengan derasnya. Leonna masih berdiri di tempatnya daritadi sore tanpa beranjak kemanapun. Leonna harus mengatakan semuanya ke Verrel tanpa mau menundanya lagi. Petir menyambar membuat Leonna menjerit dan memeluk tubuhnya sendiri karena takut. Suasana di depan kantor sudah sepi karena sejak tadi sore sudah banyak karyawan yang pulang. Dan Leonna masih bertahan di tempatnya. Hujan yang sangat deras membuat para security tak menjaga di depan kantor.
Petir kembali menyambar, seketika Leonna kembali berteriak dan berjongkok sambil menutup kedua telinganya diiringi tangisannya.
Verrel yang masih membahas pekerjaannya bersama Caren dan pria tadi berhenti berbicara saat mendengar teriakan yang seakan memekakan telinganya.
"sebentar," Verrel beranjak menuju jendela ruang meeting.
Mata Verrel membelalak kaget saat melihat Leonna berjongkok di depan kantor dengan tubuh yang di guyur hujan. "sedang apa dia disana," gumam Verrel. "aku rasa, semuanya sudah jelas. Aku akan kabari kalian lagi saat desainnya selesai." Verrelpun langsung berlari keluar ruangan membuat kedua orang itu kebingungan.
Verrel sampai di loby untuk mencari payung tetapi tak dia temukan. "persetan dengan paying," umpatnya dan berlari menuju tempat Leonna.
Leonna yang tengah menunduk dan menutup kedua telinganya terpaku saat melihat sepasang sepatu mahal berpijak di hadapannya. Ia perlahan menengadahkan kepalanya dan melihat Verrel berada tepat di depannya. Iapun berdiri dengan tubuh yang menggigil. Verrel masih menatapnya dengan seksama.
"Kenapa masih disini? Apa kamu ingin mencari perhatianku? Aku sudah memintamu pulang, LEONA!" amuk Verrel membuat Leonna tersentak. Ia menundukkan kepalanya dengan tangisan yang tertutupi oleh derasnya air hujan.
"A-aku ingin bicara," gumam Leonna memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil.
"Aku kan sudah bilang, kita bicara di rumah. Kenapa kamu masih disini??" pekik Verrel.
"Karena Kakak masih disini," ucapan Leonna membuat Verrel mengernyitkan dahinya tak paham. "kakak bilang, cinta itu tak hanya dari sebuah kata. Kakak bilang cinta itu butuh ketulusan dan keikhlasan. Aku hanya ingin mengatakan satu hal, aku gak akan melarang Kakak untuk melakukan apapun. Tapi ku mohon jangan melepaskanku, jangan membuatku semakin menjauh dari Kakak." ucap Leonna terbata-bata.
"Biarkan aku tetap disini, biarkan aku menunggu Kakak di persimpangan ini. Kakak bebas mengambil jalan kemanapun yang Kakak mau tanpa aku, tetapi ijinkan aku tetap disini. Aku akan tetap menunggu Kakak, sampai suatu saat Kakak merasa lelah dan tak menemukan apa yang Kakak cari, maka kembalilah. Kembalilah padaku, Kak." ucap Leonna lirih.
"Bagaimana kalau aku menemukan sesuatu yang berharga, dan tidak akan pernah kembali," tanya Verrel terdengar tenang.
"Tidak apa-apa, aku akan tetap disini menunggu Kakak. Walau Kakak tak akan pernah kembali, aku tidak akan pernah memaksa Kakak untuk kembali. Aku hanya akan terus mendoakan kebahagiaan Kakak, walau tidak bersamaku lagi. Aku hanya ingin Kakak mengijinkan aku untuk tetap disini menunggu Kakak, jangan menyuruhku pergi ke jalan yang lain. Karena aku takut tak bisa kembali dan tersesat." ucapan Leonna membuat Verrel terdiam membisu.
"Apa yang terjadi padamu, Delia?" Tanya Verrel kembali melembut.
"Aku mencintaimu, Kak. Aku tidak berbohong, ataupun terpaksa. Mungkin aku bodoh karena baru menyadarinya sekarang, kekagumanku pada abang Vino menutup mataku untuk melihat cintaku pada Kakak." cicitnya. "maafkan aku, karena kebodohanku," ucap Leonna sudah sangat bergetar, entah bergetar karena tangisannya atau bergetar karena menggigil. "Maafkan ahhmmpp,"
Verrel menarik tengkuk Leonna dan mencium bibirnya. Awalnya Leonna melotot kaget dengan apa yang Verrel lakukan, tetapi semakin lama Leonna mulai menutup matanya dan mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel. Ia mulai menikmati ciuman lembut dari Verrel, bahkan membalasnya. Verrel mencecap setiap inci bibirnya yang terasa manis dan begitu Verrel rindukan. Bibir yang sudah menjadi candu baginya.
Di depan lobby kantor, Caren mengepalkan kedua tangannya melihat adegan live itu berbeda dengan pria di sampingnya yang terlihat tersenyum menatap pasangan itu. Verrel melepas pangutannya membuat Leonna perlahan membuka matanya dan tatapannya langsung terkunci dengan mata hazel milik Verrel. Hidung dan kening mereka masih menempel satu sama lain. "aku memberimu kesempatan lagi, aku tak akan pergi kemanapun dan meninggalkanmu." bisik Verrel membuat Leonna tersenyum senang.
"Makasih Kak, aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk kakak." Ucap Leonna dengan sangat bahagia.
Verrel menarik Leonna ke dalam dekapannya dengan sebelah tangannya yang mengusap kepala Leonna, karena sebelah lagi masih memakai arm sling. "terima kasih terima kasih terima kasih Kak," ucap Leonna sangat bahagia membuat Verrel tersenyum senang dan mengusap kepala Leonna.
"Kita mulai lagi, semuanya." ucap Verrel yang di angguki Leonna. Leonna menelusupkan wajahnya di dada bidang Verrel dan memeluk tubuh Verrel dengan sangat erat.