Seekor harimau yang sedang menatap tajam melihat mangsanya, seorang anak laki-laki yang sedang bermain lengah dan tidak mengetahui bahwa dirinya akan diterkam oleh seekor harimau, tiba-tiba....
*Grwah!!....
"Ahahaha... Geli.. geli.. sudah Balang geli..."
Ternyata anak itu pemilik dari seekor harimau yang barusan ingin menerkamnya, mereka hanya bermain-main karena harimau miliknya sangat jinak.
Tidak lama kemudian ibu dari anak itu memanggilnya untuk membantunya untuk mengantarkan makanan untuk ayahnya.
"Santian... kemari sebentar"
"Ya Mak?"
"Antarkan makanan untuk Apak kau!"
Anak itu bernama Santian ia berasal dari tanah Ameh atau yang dikenal sebagai Pulau Sumatera. Santian berasal dari keluarga Minang, keluarganya turun menurun berasal dari seorang petani yang kesehariannya membajak sawah pertanian untuk menanam padi.
Santian disuruh oleh Ibunya untuk membawakan makanan untuk Bapaknya yang sedang membajak sawah, Ia memiliki seekor harimau yang bernama Balang dan menjadikannya sebagai kendaraan untuk menempuh jarak jauh dikarenakan harimau berlari sangat cepat ia bisa tiba tepat waktu.
"Akhirnyo sampai juga--" Santian tiba ditempat Bapaknya dan ingin memberikan bekal makanan kepadanya. "Apak ini Santian bawa makanan."
"Wah.. Apak sudah lapar nian" Bapak Santian ternyata sudah menunggu. "Siko siko mari makan"
Santian dan Bapaknya menyantap makanan yang ia bawa bersama-sama. Santian berbincang bincang dengan bapaknya tentang keadaan sawah apakah pengairan sawahnya lancar. Namun jawaban dari bapaknya sedikit kecewa karena pengairannya hanya untuk beberapa hari ke depan, tidak jelas kenapa hujan jarang turun.
Santian dan bapaknya selesai makan dan ia pun ingin pulang memberikan sisa bekal makanannya.
"Pak, Tian pulang dulu"
"Elok elok"
Santian pulang mengendarai Balang dan ia mencoba melewati aliran sungai yang membuat bapaknya mengeluh soal pengairan di sawahnya yang mulai berkurang, setelah mengikuti sungai tersebut Ia pun melihat sebuah kayu besar yang menghalangi laju sungai.
"Amboi.. ternyata iko penyebabnyo" Santian mulai mengambil kayu yang menghalangi aliran sungai. "Apak pasti senang jika sungainya mengalir lagi"
Beberapa orang yang lewat melihat ada seorang anak yang mencoba memperbaiki aliran sungai mencoba mendekatinya.
"Hey! Kau sedang apo?!"
"Oh iko sedang perbaiki sungai yang tersumbat kayu-kayu ini, Uda bisa tolong tak?" Santian menjawab dengan polosnya.
"Dasar baruak!" Salah satu orang menghampiri Santian dan mendorongnya hingga terjatuh.
*Brugh..kedebuk*
*Ggrwhh....
"Tenang Balang" Santian menenangkan si Balang harimau miliknya. "Mengapa kalian mendorong ambo?"
"Kau jangan ikut campur urusan orang dewasa! Sana pulang!" Orang itu mengancam Santian.
Santian pun bergegas pulang dan ingin memberitahukan kepada bapaknya jika sungai yang mengaliri air ke sawah telah disabotase oleh beberapa orang yang memiliki niat jahat.
Setelah ia tiba dirumahnya langsung menyampaikan bapaknya, setelah mendengar semua cerita Santian, bapaknya langsung mendatangi sungai yang disabotase untuk mencari tahu.
Dimalam hari Santian dan bapaknya bertemu dengan tetangganya yang sedang berkeliling untuk menjaga sawah.
"Hoi Pak Itang! Mau kemana malam-malam begini?" Seorang tetangga menyapa Pak Itang.
"Ah? Ini mau menelusuri aliran sungai"
"Oh Santian juga ikut?"
"Iyo Uda, ikut Apak"
"Ya sudah elok-elok dijalan"
Mereka melanjutkan perjalanan menuju aliran sungai yang telah diberitahukan oleh Santian.
Sesampainya mereka ditempat tujuan, Bapaknya terlihat sangat kecewa dengan tindakan orang-orang yang telah menaruh kayu-kayu dan batu untuk menghentikan aliran sungai yang mengarah ke sawahnya.
Mereka akhirnya mengangkat satu persatu kayu dan batu yang menyumbat sungai dengan perlahan sedikit demi sedikit aliran sungai mulai mengalir dengan lancar lagi.
"Akhirnya selesai, sekarang air bisa mengaliri sawah"
Setelah selesai membereskan aliran sungai, datang beberapa orang misterius yang ingin menghampiri mereka.
"Heh! Sedang apa kalian?" Tanya dari salah satu orang misterius. "Mau maling!"
"Oh tidak, Kita sedang membersihkan batang aia(sungai)." Jawab Apak Itang.
"Jangan dusta kau!"
"Kalian orang dari mana? Berani menuduh maling!" Jawab dengan tegasnya Apak Itang.
"Kami dari desa sebelah, kenapa!?". Jawab orang itu dengan angkuhnya.
"Kenapa datang didesa kami! Jangan-jangan kalian yang membuat sungai ini tersumbat?"
"Iyo!". Salah satu orang itu mengeluarkan golok dan ingin mengancam Santian dan Apak Itang. "Kalian ingin macam-macam!"
Apak Itang yang melihat mereka mulai mengancam dengan sebuah senjata tajam khawatir dengan keadaan Santian akhirnya berniat meninggalkan mereka.
"Ayo Tian, kita pulang saja"
Akhirnya Apak Itang mengalah demi kebaikan Santian. Namun diperjalanan pulang Santian bertanya kenapa bapaknya tidak melawan saja.
"Apak, kenapa tak melawan?" Tanya Santian yang kelihatannya kecewa dengan tindakan bapaknya.
"Lebih baik mengalah, jikalau melawannya tetap saja kita juga nanti terluka"
"Apak jago silek (silat), mustahil bisa terluka?"
"Yang terluka bukan Apak, tapi kau jadi sasarannya, Apak tak mau Tian terluka karena hal sepele"
"Tian juga bisa silek juga, nanti biar Tian yang hadapi!"
"Hahaha... Sudah jangan bagurau"
Apak Itang dan Santian tiba dirumahnya dan bersiap untuk istirahat.
Keesokan harinya. Saat pagi buta Apak Itang sudah pergi menuju ke sawahnya melakukan rutinitas pekerjaannya sebagai petani.
Santian masih terlelap tidur, seperti biasanya Balang menjilati Santian untuk membangunkannya.
"Hmgh~Hoaam~" Santian terbangun dan membereskan tempat tidurnya. "Balang ayo ikut Apak!"
Apak Itang yang tiba di sawah terkejut setelah melihat sawahnya diobrak-abrik oleh seseorang , tidak hanya sawah miliknya tetapi sawah milik orang lain yang bersebelahan ikut terkena imbasnya.
"Amboi... Ulah siapa ini?" Apak Itang merasa tertekan. "Sepertinya gagal panen untuk musim ini, haduh.."
Tidak lama Santian tiba disawah milik bapaknya dan ikut terkejut. Ia melihat bapaknya terduduk lesu dipinggiran sawah.
"Apak? Yang saba"
"Oh Tian, Iyo Apak pasrah, kenapa ada orang tega melakukan hal ini?!"
"Apakah orang kemarin yang kito temui yang mengobrak-abrik sawah milik Apak?"
"Jangan asal menuduh Tian, tak baik!" Apak Itang menasehati Santian. "Mungkin saja ini ulah hewan liar"
Akhirnya mereka membereskan sawahnya yang berantakan dan memungutinya.
Setelah itu mereka pergi untuk memberitahukan kepada pemilik sawah lainnya.
Para pemilik sawah akhirnya berkumpul dan sama seperti Apak Itang pertama kali melihat sawahnya yang terkejut, ada juga yang marah-marah dan ingin mencari siapa pelakunya.
"Anjiang! Siapo yang obrak-abrik sawah Kito?!" Salah satu pemilik sawah yang naik pitam.
"Saba Ajo, Kito harus mencaritahu pelakunyo meminta pertanggung jawaban"
"Pak Itang, Uda pertama kali yang datang ke sawah siapo yang melakukan hal ini?"
"Awak tak tahu siapo pelakunyo, awak baru datang sudah rusak berantakan sawah kito"
Mereka yang geram ingin mencari dan menghakiminya sendiri.
"Sudahlah Pak Itang, biar awak yang cari pelakunya!"
"Kito tidak bisa membiarkan kejadian ini terjadi lagi, nanti Kito beri pelajaran! Biar jera!"
"Saba Uda-uda, Kito tak tahu siapa yang obrak-abrik sawah Kito? nanti saja kita usut siapa pelakunyo" Apak Itang mendinginkan suasana.
"Kito tak terima Pak Itang!"
Akhirnya para warga ingin menangkap pelaku perusakan sawah milik warga dan meminta pertanggung jawaban darinya.
Santian yang tidak terima atas perlakuan pelaku perusakan akan memberitahukan kepada warga siapa pelakunya.