Rhysand Grissham tidak pernah puas mencari maid di istana. Padahal, maid di rumahnya sudah mencapai dua puluh maid! Akan tetapi, ia terus mencari maid pribadi karena mereka semua selalu membuat kesalahan. Kemudian, hadirlah sosok Audrey. Seorang gadis manis yang belum mengerti apa-apa. Namun, entah mengapa Rhysand tidak pernah bisa berhenti memandangi gadis itu. Dan, tanpa sadar, gadis itu memiliki banyak sekali misteri di dalamnya. Akankah Rhysand dapat menguak misteri yang ada pada Audrey? Dan, apakah mampu Audrey menghadapi Rhysand?
"BUKA PAKAIANNYA."
Itu kalimat yang pertama kali dilontarkan oleh Rhysand ketika seorang gadis masuk ke dalam ruangannya.
Pada siang hari yang terang benderang, Rhysand Grissham mengadakan pemilihan maid entah sudah yang keberapa kalinya pada tahun ini.
Rhysand Grissham adalah seorang pangeran dari Kerajaan Atalaric. Meskipun berposisi sebagai pangeran, ia telah memiliki sebuah istana yang tinggi menjulang dengan penduduk mayoritas rakyat jelata.
Mademoiselle Edeva, salah satu kepala pelayan wanita, mengangguk kepada seorang gadis yang berdiri di hadapan Rhysand.
"Pangeran Rhysand memintamu untuk membuka pakaian,"
Gadis itu sedikit menunduk. Ia menelan ludahnya. Jelas sekali, ia canggung.
Rhys, panggilan pangeran itu, tersenyum bengis. Ia suka menikmati pemandangan gadis yang masih suci dan ketakutan seperti itu.
"Buka saja. Toh aku tidak pernah tertarik padamu. Aku hanya ingin memeriksa tubuhmu secara keseluruhan."
Perempuan itu membuka kancing pakaiannya satu per satu. Tubuhnya bergetar seperti anjing yang kedinginan.
Plash.
Seluruh pakaiannya terlepas, hanya tersisa pakaian dalam yang menempel di tubuhnya.
Rhys tersenyum miring. "Cih. Kubilang apa, Edeva. Aku meminta tubuhnya yang tanpa cacat dan goresan sedikitpun. Bagaimana bisa, kau membawa masuk seorang gadis ke dalam ruanganku yang sudah terluka?"
Mademoiselle Edeva mengernyit. Dia belum menemukan bekas luka satu inci pun pada gadis itu. "Luka?"
"Berbalik," perintah Rhysand jengah.
Gadis itu menurut. Ia membalikkan tubuhnya.
Di bagian belakang pahanya, terlihat bekas luka sayatan di sana. "Bekas luka apa itu?" tanya Rhys padanya.
"I... ini... saya pernah tidak sengaja jatuh dari kuda sewaktu kecil," gadis itu menjawab pertanyaannya dengan memunggungi tubuh Rhys. Ia mengaitkan kedua tangannya di depan perut.
Rhys mengerucutkan bibirnya. "Gadis tidak tahu diri."
Gadis itu baru berbalik. Ditataplah Sang Pangeran yang murka padanya. Gadis itu menciut. Ia sudah ketakutan luar biasa.
Rhysand berdiri dari duduknya. "Siapa bilang kau boleh menjawab pertanyaanku dengan memunggungi wajahku?!!!"
Mademoiselle Edeva menyipitkan matanya. Suara menggelegar Rhys terdengar menggelegar di istana ini.
"Enyahlah kau, gadis jalang."
Gadis itu berkaca-kaca. Ia menyapukan tangannya ke lantai, tempat pakaiannya terjatuh. Ketika itu, dia langsung melesat pergi dari ruangan Pangeran Rhysand dengan tubuh nyaris tanpa pakaian.
Pangeran Rhysand kembali duduk. Amarah menguasai hati dan pikirannya.
"Edeva, aku begitu kecewa padamu."
"Pangeran, engkau mengerti betapa sulitnya mencari maid yang tepat untukmu. Pangeran memiliki selera dan standar yang unik. Dan mereka yang sesuai dengan selera Pangeran, tidak betah untuk tinggal lebih lama di istana."
Pangeran Rhysand menggeram. "Maka dari itu, aku jelas turun tangan untuk memilah dan memilih maid pribadiku."
"Saya hargai perjuangan pangeran yang turut serta memilih mereka... tapi..."
"DIAM! Pergilah dari sini. Bubarkan pemilihan maid hari ini. Panggil saja Hugo untukku."
Mademoiselle Edeva itu menutup mulutnya tiba-tiba. Ia tidak berani lagi menyangkal perkataan pangeran negerinya. Dengan menunduk taat, lalu undur diri dari hadapan Rhysand.
Sesaat berikutnya, Hugo tangan kanan kepercayaannya, membuka pintu. Dengan kumisnya yang tebal, ia bertanya tanpa memandang wajah Rhysand sedikit pun.
"Apakah pemilihan maid hari ini menyenangkan, Tuanku Pangeran?"
"Kau pikir ini menyenangkan?!!! Bagaimana bisa Edeva membawa perempuan yang sudah terluka sebelumnya. Aku jelas-jelas memberikan peraturan, wanita yang memiliki bekas luka tidak boleh mendaftarkan diri sebagai maid. Berani sekali dia masuk ke istana dan mempertunjukkan bekas lukanya padaku. Menjijikkan."
Hugo hanya menunduk dalam. Ia tidak berani menjawab perkataan Pangeran Rhysand, sebab, sekali ia menjawab, Pangeran Rhysand akan langsung mencecarnya.
Sudah terhitung lima tahun, Rhysand mengadakan pemilihan maid secara pribadi. Ia memberikan berbagai macam kriteria yang tidak masuk akal.
Dimulai dari standar kecantikan tinggi, memiliki kulit putih bersih, tinggi badan 165 cm, berat badan 50 kilogram, berambut cokelat lurus, bermata biru, dan berukuran dada yang sedang. Tidak kurang dan tidak lebih.
Belum cukup dengan itu, ia juga mematok keterampilan bawaan mereka. Tiga pilar keterampilan utama; memasak, menjahit, dan kemampuan membersihkan ruangan.
Ia juga harus jujur, ramah, dan sedikit pemalu.
Dan, Hugo yakin, tidak ada perempuan di dunia ini dengan kriteria itu semua. Dia terlalu pemilih. Sampai-sampai, hanya Hugo dan Mademoiselle Edeva yang masih bertahan.
"Aku benci ketika mereka tidak sempurna. Aku benci melihat ketidaksempurnaan mereka akan terlihat oleh tamuku dari negeri seberang. Itu jelas begitu memalukan."
"Tentu saja, Pangeran."
"Tetapi, kenapa, tidak ada orang yang seperti itu??"
Tentu saja, orang itu hanya dalam mimpi dan anganmu saja, sialan. Hugo menjawabnya dalam hati. Namun, sebaliknya, ia malah tersenyum manis pada Rhysand.
Hugo membungkukkan tubuhnya, "Pangeran, apakah Anda merasa lelah hari ini?"
"Tentu saja, kau gila menanyakan itu padaku?"
"Pangeran negeriku, bolehkah saya memberikan saran?"
"Saran? Saran apa itu?"
"Pangeran, saya tidak mau melihat pangeran dipusingkan dengan pemilihan maid yang sejatinya sepele. Problematika yang ada di Kerajaan begitu banyak. Rasanya tidak baik jika pemilihan maid ini memperlambat kinerja kerajaan. Jadi... izinkanlah saya memberikan saran,"
"Apa?! Cepat katakan."
Hugo mengembuskan napasnya. Ia takut ketika sebuah ilham brilian yang mendarat di otaknya bisa menjadikannya masuk ke dalam penjara... atau lebih parahnya hukuman pancung kerajaan.
Hugo meyakinkan dirinya lagi. Dengan kesetiaannya sedari kecil, Rhysand pasti tidak akan menghukumnya.
Ia mengucapkan kalimat ini teramat hati-hati. "Jadi, saya meminta Pangeran untuk melaksanakan pemilihan maid secara buta."
"APAAA?!!!!!"
Rhysand melonjak berdiri. Tangannya terkepal kemudian. Matanya menatap nyalang ke arah orang yang paling dipercaya selama ini.
Bagaimana bisa, orang kepercayaannya, menyarankan ide konyol seperti itu?
"Tuanku Pangeran, sebentar." Hugo menyentak mendadak. Ia memandang lurus kepadanya berusaha menjelaskan.
"Selama lima tahun ini, Pangeran selalu mendapatkan masalah karena maid yang tidak sesuai dengan selera Anda, Pangeran. Bukanlah lebih baik, Pangeran tidak mengetahui tentangnya sedikitpun, daripada dipermasalahkan oleh hal yang sama?"
"Kau bercanda??! Bagaimana jika tamuku dari seberang melihat maid di istanaku yang kotor dan menjijikkan?! Maid adalah pelayan! Mereka lah yang mengantarkan makanan dan minuman kepada tamuku!!! Kau tidak mengerti itu?"
Hugo menyela dengan cepat, "Tuanku Pangeran, jangan salah paham. Kami selalu memberikan kandidat terbaik kepada Pangeran. Akan tetapi, engkau selalu mempermasalahkan perihal fisik. Bukankah hal yang paling indah adalah hati seseorang?"
"Diamlah, Hugo. Kau tidak mengerti."
"Tuanku Pangeran, selama bertahun-tahun, sayalah yang paling mengerti kondisi dan keadaan Pangeran. Saya menyarankan seperti ini dikarenakan pemilihan raja sudah begitu dekat. Apakah Pangeran ingin memperpanjang urusan pemilihan maid dan menyia-nyiakan waktu lebih banyak?"
"Percayalah pada saya, Pangeran. Hati manusia lebih indah dari mutiara. Lebih indah dari kecantikan fisik semata."
Pangeran Rhysand hanya memandang Hugo penuh amarah. Akan tetapi, bibirnya dengan pelan berujar. "Cepat laksanakan pemilihan buta itu. Aku akan mencobanya."
*