Baiklah, dunia sudah gila. Semua orang sudah gila. Dan orang ini juga menambah daftar kegilaan yang sudah terjadi hari ini. Dan Kyungsoo, lebih memilih untuk berlari ke menara teleskop bintang di lantai delapan Gedung Armstrong lalu loncat dari atas menara. Ia sungguh tak bisa menerima kegilaan lain lagi masuk ke dalam kepalanya. Bahkan Kyungsoo berharap saat itu ia memiliki kekuatan teleportasi yang bisa membawanya pulang kembali ke Los Angeles dan tak perlu repot-repot datang lagi ke tempat penuh dengan kegilaan ini.
Kai gila. Ya, dia memang gila, pikir Kyungsoo.
"Aku tak mau ada orang lain mengganggunya," Kai menambahkan.
Ok, dia benar-benar gila. Bolehkah aku yang menghajarnya, Sehun? Bisik Kyungsoo dalam hati.
Namun itu benar-benar hanya ada dalam pikirannya saja. Sekujur tubuhnya dari ujung kaki sampai kepala seolah membatu tak bisa bergerak. Bibirnya ingin membuka untuk mengatakan sesuatu, tapi otaknya seolah memerintahkan untuk tidak melakukan apa-apa. Jantungnya yang selalu tak bisa diajak kompromi pun seakan tak berdaya untuk menganggu kekakuan dalam diri Kyungsoo.
Sehun nampak menunjukkan keterkejutannya mendengar pernyataan Kai, sementara laki-laki berkulit tan dengan tatapan dingin itu masih memasang tampang datar tak berekspresi. Mata mereka berdua saling beradu, membuat Kyungsoo berpikir apa mungkin akan terjadi perang seperti Superman melawan Batman setelah mereka saling tatap siap tempur ini.
Tapi Kyungsoo menganggap dirinya tidak terlalu berharga untuk diributkan, apalagi untuk hal yang menurutnya tak wajar ini. Kyungsoo hendak membuka mulut untuk memecah keganjilan, tapi Sehun mendahului.
"Apa maksudmu?" desisnya, yang tentu ditujukan untuk Kai.
"Apa maksudku? Memang yang kusampaikan tadi tidak cukup jelas bagimu?" Kai balik bertanya, "sunbae," tambahnya dalam bisikan.
Mata gelap Sehun dengan ekspresi dingin dan tajam beradu dengan mata cokelat Kai yang juga berekspresi dingin namun terlihat lebih santai. Tak lama, Sehun mengerling pada Kyungsoo, yang masih terpaku menyaksikan perang dingin keduanya. Ada semburat aneh di wajah Sehun yang membuat Kyungsoo bingung.
"Sunbae..." bisik Kyungsoo. Belum sempat dia melanjutkan ucapan, Sehun memalingkan wajah kemudian berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa.
Tangan Kyungsoo mendadak gemetar, entah kenapa dia merasakan sakit yang amat sangat di dada melihat Sehun berjalan menjauh lalu hilang dari pandangan.
"Kenapa..." bisik Kyungsoo dengan bibir bergetar, dan tak terasa air mata kembali bergulir, "kenapa kau berkata sepert itu?"
Kai memegang kedua bahu Kyungsoo yang kepalanya menunduk sehingga bulir air mata berjatuhan ke lantai.
"Karena aku tak mau melihat kau seperti ini terus. Tersiksa dengan perasaan terpendam-mu pada orang itu. Mungkin ini cara terbaik," kata Kai.
"Tapi...aku...aku bahkan tak sempat...mendengar apa yang mau diucapkannya...tadi..." kata Kyungsoo lirih.
"Memang kau berharap dia berkata apa? Kau berharap dia akan bilang kalau dia suka padamu? Apa kau tahu perasaanmu padanya itu adalah hal yang sebenarnya tak wajar?"
Kyungsoo mulai terisak. Kata-kata Kai seperti sebuah tamparan untuknya. Kai memang benar. Adalah sebuah hal yang tidak wajar dan aneh kalau dia menyukai Sehun. Selama ini Kyungsoo tak pernah menyukai seorang laki-laki meskipun dia juga belum pernah berpacaran dengan perempuan sekalipun.
Dia tak pernah benar-benar jatuh cinta pada sesama laki-laki dan tak pernah terbawa perasaan bila bersama dengan mereka. Lalu kenapa dia bisa begitu sangat tersiksa sekali saat menyadari kalau dia suka pada Sehun? Dan Kyungsoo semakin tersiksa ketika melihat Sehun pergi begitu saja tadi.
Tidak mendapat respon dari Kyungsoo, Kai mendengus pelan.
"Aku tak bisa melihat orang menangis. Kumohon hentikan," katanya. Namun Kyungsoo masih terisak pelan dengan kepala menunduk di depannya.
"Hey kumohon hentikan," Kai menggoyangkan bahu Kyungsoo, yang menarik nafas.
Walau masih sedikit terisak, dia berkata dengan pelan, "gomawo. Aku tahu niatmu baik, meski harus dengan kebohongan seperti itu."
"Kebohongan bagaimana maksudmu?" tanya Kai.
"Iya, kau memberi alasan konyol kalau kau menyukaiku supaya Sehun tidak mendatangiku lagi, begitu kan? Agar aku tidak perlu menangisinya lagi," kata Kyungsoo, yang mengelap sedikit ingusnya dengan sapu tangan.
"Benar jika aku tak mau kau menangisinya lagi. Tapi tidak benar jika yang tadi ku ucapkan pada Sehun adalah kebohongan."
Kyungsoo terdiam. Perlahan dia mengangkat kepalanya. Mata bulatnya yang masih sedikit berkaca-kaca memandang ke mata Kai yang kali ini ekspresinya tidak dingin, melainkan tatapan mata yang tajam.
"Aku tak mengerti maksudmu," kata Kyungsoo.
Kai mempererat cengkeraman tangannya di bahu Kyungsoo.
"Aku memang menyukaimu," bisik Kai pelan tapi dalam.
Mata Kyungsoo membelalak dan mulutnya menganga. Dia sungguh tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut seorang yang dingin, tidak peka, dan terkadang mengesalkan itu. Belum semenit lalu dia berkata tentang ketidakwajaran perasaan Kyungsoo pada Sehun, tapi cowok aneh itu sekarang mengatakan bahwa dia ternyata menyukainya.
Apakah benar dunia ini semakin gila? Bagaimana bisa seorang Kai mengatakan hal itu?
"Kau... Kau pintar sekali bercanda. Yeah, suasana seperti ini aku memang butuh candaan," kata Kyungsoo dengan senyum hambar.
"Bercanda katamu?" tanya Kai dengan tatapan sengit, "aku sungguh-sungguh."
Kedua mata mereka berdua beradu. Jarak keduanya kurang dari setengah meter. Dari mata cokelat gelap itu Kyungsoo bisa melihat sesuatu yang dalam. Tak pernah ia melihat tatapan seperti itu dari seorang Kai yang identik dengan tatapan dingin nya.
"Aku memang menyukaimu. Mungkin ini terdengar gila. Tapi aku tak berbohong. Kau tidak salah dengar dengan apa yang ku ucapkan."
Entah apa yang ada di pikiran Kyungsoo saat itu. Terlalu banyak hal gila, aneh dan konyol yang sudah memenuhi seluruh kepalanya membuatnya pusing.
"Aku...aku harus pergi..." bisiknya.
Tanpa menunggu respon Kai, Kyungsoo berpaling dan berjalan cepat meninggalkan Kai yang berdiri terdiam. Yang ada dalam pikiran Kyungsoo, ia ingin pergi kemana saja asal tidak berada di lingkungan kampus. Pikirannya semrawut, bahkan ia tak peduli dengan satu mata kuliah lagi yang akan diikuti sore itu.
Saat melewati halaman depan kampus, Kyungsoo mulai berlari keluar gerbang depan, dengan perasaan yang bercampur aduk di dadanya.
*
Call me baby
I georineun wanjeon nalliya
Call me baby
Saramdeul saineun namiya
Call me baby
Hamkkehaneun mae sungani
Like boom, boom, boom, boom, boom
What up...
Ini kali kesembilan nada panggilan telepon di ponselnya berbunyi. Nama Byun Baekhyun terpajang jelas disana, dan semua panggilan itu adalah miliknya. Kyungsoo sadar mungkin sahabatnya itu mengkhawatirkannya. Jelas saja, tadi siang dia tidak kembali lagi ke kantin dimana ia meninggalkan Baekhyun sebelumnya. Kyungsoo pun tidak kembali ke kelas sore hari. Telepon dari Baekhyun sudah mulai masuk sejak saat itu. Selain telepon, masih ada tiga belas pesan Line yang juga milik sahabat bermata sipitnya itu yang belum dibuka oleh Kyungsoo.
Hari sudah mulai malam, saat Kyungsoo menatap bangku taman di seberangnya. Dia memutuskan berlari kemari karena hanya tempat ini yang tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya saat itu. Dan sejak tiba disini, Kyungsoo hanya duduk di bangku taman sambil melamunkan sesuatu yang berputar di kepalanya.
Bayangan Sehun yang selalu berhasil membuat jantungnya berdegup tak terkendali setiap mengingatnya, kini bersanding dengan bayangan Kai. Entah kenapa ketika kembali terngiang kata-kata Kai yang menyatakan perasaannya pada Kyungsoo tadi sukses membuat dirinya bertanya-tanya.
Apa yang membuat Kai punya perasaan seperti itu padanya? Selama ini mereka berdua jarang bersama, dan Kai cenderung tidak peduli jika melihat Kyungsoo. Pertanyaan lain berputar di kepalanya.
Kenapa Kai bisa menyukainya? Dan kenapa saat Kai berkata seperti itu, Kyungsoo sama sekali tak bisa memberikan tanggapan apapun? Apa rasanya akan berbeda jika Sehun yang berkata seperti itu?
Kyungsoo hanya menunduk. Kembali dia sadar saat ini dia berada di lingkungan yang ia sebut dengan lingkungan 'tak wajar'. Perasaan pada Sehun saja sudah tidak wajar menurutnya, dan Kyungsoo sadar perasaan itu salah meskipun ia bersikeras tak pernah menyukai sesama laki-laki sebelumnya.
Namun ia tak bisa menyembunyikan perasaan pada Sehun. Kali ini hal tak wajar lain muncul. Kai berkata kalau dia menyukainya. Tapi Kyungsoo tak tahu apa dia harus senang atau bagaimana mengetahui perasaan Kai itu.
Dalam benaknya, apa Kai benar-benar serius, atau hanya bercanda untuk menghiburnya?
Ponselnya kembali berbunyi dan masih orang yang sama yang menghubunginya. Karena tak mau membuat Baekhyun semakin khawatir, Kyungsoo akhirnya mau menjawab panggilan.
"Yeoboseyo," kata Kyungsoo lemah.
"Hey, anak bodoh! Kau kemana dan kenapa menghilang?" suara Baekhyun yang melengking nyaring di ujung telepon membuat Kyungsoo harus menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Aku hanya sedang mencari udara segar, Baek."
"Kenapa kau tidak mengangkat telepon dan menjawab pesan Line-ku? Kau membuatku khawatir, tahu?" Dari nada suara itu terdengar jelas jika Baekhyun memang cemas, panik, bercampur kesal pada Kyungsoo.
"Aku baik-baik saja. Tak perlu mencemaskanku."
"Kau benar-benar bodoh, bagaimana bisa aku tak mencemaskanmu. Aku cari kau kesana kemari tidak ada. Aku cari kau ke apartemenmu juga kosong. Sekarang kau dimana? Aku akan kesana menjemputmu."
"Aku ada di taman kota," kata Kyungsoo singkat. Dia merasa tak perlu berbohong pada Baekhyun yang begitu peduli sekali padanya.
Setelah Baekhyun memastikan sedang menuju kemari, Kyungsoo menutup telepon.
Dia merapatkan mantelnya karena suhu udara malam itu cukup dingin. Lampu taman disampingnya mulai menyala, dan lalu lalang orang mulai sepi seiring dengan semakin tenggelamnya matahari di ufuk barat. Ketika sedang mengamati gedung tinggi di kejauhan yang lampu-lampunya mulai menyala, sebuah pesan lain di Line masuk.
Sadar bukan Baekhyun yang mengirim pesan, dengan rasa penasaran Kyungsoo membuka aplikasi itu.
"Hey lelaki menggemaskan," ada nama Yifan 'Kris' Byun disana.
Kyungsoo mengerutkan keningnya dan kembali penasaran bagaimana Kris bisa tahu kontak Line miliknya. Karena malas untuk membalas pesan itu, Kyungsoo memasukkan kembali ponselnya ke saku jeansnya.
"Kenapa pesannya tak dibalas?"
Kyungsoo terkejut setengah mati dan langsung beranjak dari bangku taman dengan gerakan kilat seakan tiba-tiba bangku itu teraliri listrik. Hampir copot rasanya jantungnya saking kagetnya. Di samping bangku, berdiri Kris terkekeh melihat Kyungsoo yang terengah-engah dengan mata membelalak seperti melihat hantu.
"Apa aku mengejutkanmu? Mianhae," kata Kris yang kembali tertawa kecil.
"Ya! Aku kaget sekali," kata Kyungsoo. Namun kekagetan melihat Kris ada di dekatnya melebihi rasa kaget dengan kemunculan tiba-tibanya itu.
Jujur saja, ada rasa takut dalam diri Kyungsoo melihat Kris dekat-dekat dengannya, setelah ia memergoki apa yang sudah dilakukan oleh laki-laki jangkung itu beberapa saat lalu di toilet, dengan sesama laki-laki.
"Kau sedang apa disini?" tanya Kris.
"Seharusnya aku yang bertanya kenapa kau ada disini dan tiba-tiba muncul dengan cara seperti itu?" tanya Kyungsoo balik, dengan nafas yang masih sedikit terengah.
"Aku tak sengaja melihatmu duduk di bangku ini tadi saat sedang melewati tempat ini. Kurasa kau seperti sedang butuh untuk ditemani," kata Kris. Nada suaranya terlihat ramah, tapi Kyungsoo agak risih dengan tatapan matanya yang ganjil. Tatapannya seperti orang penuh nafsu, pikir Kyungsoo.
"Aku tak butuh ditemani. Aku memang sedang ingin sendirian saja," kata Kyungsoo, yang lebih memilih menghindari tatapan mata Kris.
"Oh ya, perihal kejadian tadi siang di toilet, kuharap kau tak terkejut melihat apa yang terjadi."
Dasar aneh, runtuk Kyungsoo dalam hati, bagaimana bisa Kris berharap dirinya tak terkejut melihat adegan tak wajar di dalam bilik toilet pria lantai dua gedung Picasso siang tadi. Kyungsoo bergidik ketika mengingat lagi kejadian itu, dan tak mau membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam bilik sebelum dia memergoki Kris dan seorang laki-laki yang entah siapa namanya.
"Aku tak terkejut," kata Kyungsoo berbohong, "hanya aku merasa aneh saja."
"Aneh ya, menurutmu?" Kris kembali terkekeh, "itu hanya untuk senang-senang saja. Sama sekali tak ada perasaan lain."
"Ya itu yang kubilang aneh. Kau melakukan hal yang..." Kyungsoo berhenti sejenak. Sebenarnya dia hendak mengatakan kata 'menjijikan', namun urung menyebutkan itu dan memilih menggantinya, "...hal yang tak lazim. Terlebih lagi di toilet kampus. Bersama seorang laki-laki juga." tambahnya menekan kata terakhir dengan sengit.
"Hey, hal itu sudah lumrah terjadi saat ini. Kenapa harus merasa aneh?" tukas Kris.
"Karena kau melakukan hal itu dengan sesama laki-laki. Itu tak normal kau tahu," sergah Kyungsoo. Entah mengapa dia merasa sentilan aneh di dasar perutnya setelah berkata demikian.
"Kenapa harus aneh dan tak normal jika kau menikmati setiap perasaan yang mengalir dari sebuah hal yang sedang kau lakukan?"
"Maksudmu?" tanya Kyungsoo, kembali berpaling melihat Kris.
"Kau melakukan sesuatu yang kau nikmati. Meski kau tahu hal itu aneh ataupun tak wajar, seperti yang tadi kau bilang, tapi kau nyaman dengan yang kau lakukan itu, kenapa kau harus menghindar dan menolak perasaan itu? Kenapa kau tak membiarkan itu mengalir begitu saja, yang penting kau menikmatinya."
"Kau menikmati memiliki hubungan tak lazim seperti itu?" Kening Kyungsoo mengernyit.
"Kau pikir aku seperti ini karena apa? Karena aku membutuhkan uang sehingga melegalkan hubungan tak lazim ini agar aku bisa bergelimang harta? Tidak. Kau pasti tahu keluargaku bukan orang yang kekurangan uang. Mungkin diluar sana banyak orang seperti aku ini karena masalah uang, tapi aku tidak. Aku seperti ini karena aku menikmatinya," jelas Kris.
"Tapi, itu tidak normal..." bisik Kyungsoo. Sentilan aneh kembali terasa di dasar perutnya.
"Kenapa harus mempermasalahkan sesuatu hal yang tidak normal jika semua hal lain masih bisa berjalan baik-baik saja. Yang tahu aku seperti ini hanya Baekhyun, dan nampaknya dia tak merisaukan selama hal itu tak menganggunya. Memang ada beberapa orang di kampus juga yang tahu, tapi semua hal terjadi biasa saja."
"Mungkin kau menganggap semua orang yang tahu kau seperti itu tidak mempermasalahkannya. Tapi kau juga pasti tidak tahu bahwa sebenarnya ada segelintir orang yang mungkin membenci apa yang kau katakan tadi sangat kau nikmati ini. Mungkin sebenarnya Baekhyun membencimu, tapi tidak mengungkapkannya," pungkas Kyungsoo. Dia merasa Kris sudah berpikir jika dia adalah ahli untuk hal 'tak wajar' ini.
"Mereka mungkin membenciku, tapi apa pengaruh untuk ku selama masih ada orang yang mau menerimaku apa adanya?" kata Kris, "dan Baekhyun, bisa jadi dia mungkin membenciku, tapi selama aku tak mengganggunya, selama aku masih membantunya, melindunginya, dan masih menjaga komunikasi yang baik dengannya, adakah alasan lebih besar lain untuk membenciku?"
Mendengar itu Kyungsoo kembali terdiam. Begitu banyak hal yang masuk memenuhi kepalanya hari ini. Meski begitu, dia masih berusaha mencerna apa maksud Kris baru saja.
Menerima apa adanya? Sensasi aneh kembali terasa lebih keras di dasar perut Kyungsoo.
"Dan lagi," Kris maju selangkah untuk lebih dekat dengan Kyungsoo, "aku bukan maniak sex. Kau tak perlu beranggapan jika selama ini aku seperti ini karena masalah itu semata. Aku ingin menikmatinya selayaknya orang normal melakukannya. Oh ya, dan aku tahu satu hal, kau suka Oh Sehun, kan?"
Kris terkekeh lagi melihat ekspresi Kyungsoo yang terkejut dengan mata owl membulat sempurna. Walaupun suasana hanya diterangi lampu taman yang tidak terlalu cerah, tapi bisa terlihat jelas pipi Kyungsoo yang merona merah.
"Bagai...bagaimana kau..." bisik Kyungsoo terbata-bata. Dia sendiri bisa merasakan rasa panas di wajahnya.
"Bagaimana aku tahu? Kau bertemu dengan Oh Sehun di dasar tangga gedung Picasso, kan? Dan itu hanya selang beberapa menit setelah kau bertemu denganku di toilet. Aku melihat dan mendengar apa yang terjadi dari balik tangga," kata Kris, "aku juga tahu ada Si Jongin disana. Dan dia-lah yang berkata menyukaimu, meski kau sebenarnya menginginkan Sehun yang mengatakannya."
"CUKUP!" kata Kyungsoo keras. Cukup keras, karena Kris sedikit membelalak kaget setelah itu. Kyungsoo menutup matanya, dan tangannya menahan di kepala seperti orang yang sedang menahan rasa sakit kepala.
"Kenapa? Apa aku salah?" tanya Kris pelan.
Kyungsoo tak menjawab. Dia masih menutup mata dan memegangi kepalanya, yang memang mendadak terasa pusing sekali. Sudah cukup baginya begitu banyak hal mengejutkan hari ini, dan jika diibaratkan sebuah komputer atau ponsel yang bisa error akibat terlalu banyak hal dikerjakan, mungkin kepala Kyungsoo mendadak pusing karena sudah penuh hal memusingkan masuk ke kepalanya.
"Aku tahu bukan hal mudah menerima perasaan seperti ini. Aku pun demikian. Tinggal kau memilih, mana yang kau ambil. Nikmati, atau tinggalkan," kata Kris, "jika memilih menikmati, aku bisa membantumu, dan melupakan Sehun," tangan Kris meraih dagu Kyungsoo dan mengangkatnya perlahan.
Wajah Kris mendekat pada wajah Kyungsoo yang masih menutup matanya dan tak bergerak sedikit pun. Ketika wajah itu semakin mendekat, terdengar suara memanggil di belakangnya.
"Hey, Byun Yifan."
Belum sempat Kris menoleh sepenuhnya untuk melihat, sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Merasa ada sesuatu yang aneh, Kyungsoo membuka matanya. Ia mendapati Kris terjatuh ke bangku taman dengan posisi terduduk, sambil memegangi wajahnya. Di depan Kyungsoo, ada Sehun yang baru saja menurunkan tangannya. Matanya menatap Kris dengan tatapan murka. Dadanya naik turun menahan amarah dengan nafas tak beraturan.
"Jangan kau berani menyentuhnya," desis Sehun, menunjuk dengan telunjuk tangannya pada Kris yang memasang tampang menahan sakit.
"Wae? Memang kau siapanya? Kau itu keledai dungu yang bodoh. Dia terlalu berharga untuk kau sia-siakan," kata Kris, dengan mata berkilat licik dan seringai mengerikan.
"Berani sekali kau berkata begitu," dengan gigi menggertak, Sehun hendak kembali maju dan terlihat ingin memukul Kris, namun Kyungsoo menahan dan menarik tangannya.
"Sudahlah, sunbae, jangan dengarkan dia," pinta Kyungsoo memohon. Mengingat tahu rekor Sehun dimatanya tentang menghajar seseorang, membuat Kyungsoo tidak mau dia memukul Kris hingga babak belur.
"Jika kulihat lagi kau mendekatinya, akan ku buat kau menyesal telah dilahirkan ke dunia ini," desis Sehun, sementara Kris tak menjawab lagi, hanya meludah ke tanah, dan ada sedikit darah disana.
Kemudian Sehun menarik tangan Kyungsoo pergi dari tempat itu, yang belum sempat merespon apapun saking terkejutnya dengan yang terjadi, menjauh dari Kris.
Mereka berdua berjalan cepat, dengan Sehun masih menarik tangan laki-laki mungil yang lebih pendek darinya, menyusuri jalan kecil taman ke arah jalan raya yang sudah terlihat jelas.
"Lepaskan aku," kata Kyungsoo meronta, namun tangan Sehun terlalu erat memegangnya sehingga ia sulit melepaskan diri, "ini sakit," tambahnya tak berdaya karena tenaganya sudah habis.
Sehun kelihatannya tak peduli dan masih berjalan memimpin menarik tangan Kyungsoo.
"Oh Sehun, lepaskan aku!" kata Kyungsoo keras.
Mendengar itu, Sehun berhenti berjalan. Kemudian dia menoleh pada Kyungsoo dengan tatapan dingin, dan perlahan melepaskan pegangannya. Kyungsoo langsung merasakan kebas di tempat tadi Sehun dengan erat memegangnya, dan mengusap-usap pergelangan tangannya.
Kyungsoo sadar, mungkin terdengar kasar jika seorang junior sepertinya memanggil senior dengan nama jelas tanpa ada embel-embel panggilan sunbae atau hyung. Tapi jika tak begitu, Sehun mungkin tak akan melepaskannya dan masih akan menyeretnya pergi lebih jauh.
"Mianhae, sunbae," bisik Kyungsoo. Kembali ia tak berani memandang mata Sehun.
"Kenapa kau bisa ada disini berduaan dengan makhluk itu?" tanya Sehun dalam bisikan. Suaranya begitu dalam dan serius membuat Kyungsoo agak sedikit ngeri karena baru pertama kali Sehun berkata padanya dengan nada seperti itu.
"Aku tidak berduaan dengannya. Aku sedang sendiri, lalu dia tiba-tiba muncul," kata Kyungsoo, "memang kenapa? Lagipula sebenarnya aku tak perlu bilang padamu."
"Apa kau tak tahu, dia itu maniak, dia orang gila," kata Sehun tajam dengan suara yang naik satu oktaf.
"Aku tak tahu. Dan lagi aku tak ada niat bersamanya," kata Kyungsoo membela diri.
"Lalu kenapa kau tadi diam saja saat ia hendak mencium-mu?".
Kyungsoo kaget. Benar, dia benar-benar kaget melihat Sehun berkata begitu dengan tatapan penuh amarah. Tak bisa disembunyikan jika Kyungsoo takut melihat amarah di manik mata gelap itu.
"Aku...aku tak tahu, dia...." Kyungsoo berkata dengan suara bergetar, tapi Sehun memotongnya.
"Kenapa? Kenapa kau hanya membiarkan ketika dia mau mencium-mu? Kenapa kau tidak memberontak untuk menghentikannya?" tanya Sehun, dengan mata berkilat marah.
"Memang apa pedulimu?" tanya Kyungsoo balik. Entah kenapa tiba-tiba saja ada keberanian dalam dirinya untuk bertanya, "jika dia memang mau menciumku, lalu apa pedulimu?" suaranya juga mulai meninggi. Kyungsoo sudah tidak tahan meluapkan apa yang ada dalam benaknya.
"Kau bertanya apa peduliku? Aku peduli padamu!" kata Sehun setengah berteriak. Untung saja tempat itu sepi sekali karena mereka berdua kini benar-benar tampak seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.
"Aku tak mau kau didekati oleh makhluk sampah seperti Kris. Dia bisa memanfaatkanmu dan melakukan apapun yang dia suka padamu," tambah Sehun.
"Kenapa kau begitu peduli tentang masalahku?" pungkas Kyungsoo, "kau kan, kau..." mendadak suaranya menjadi bisikan, "seperti yang Kris bilang, kau bukan siapa-siapaku," katanya dengan suara bergetar.
Bibir Sehun bergetar seolah masih mencoba menahan emosi yang lebih besar. Nafasnya masih sedikit memburu. Namun dia berkata dalam bisikan, "aku peduli denganmu, karena aku menyukaimu, dan menyayangimu, Do Kyungsoo."
Mulut Kyungsoo menganga. Dia tak percaya yang baru saja didengarnya. Rasanya ada sebuah kupu-kupu sedang menari di perutnya membuat dia geli. Ada perasaan senang mendengar kalimat yang ia tunggu-tunggu itu. Tapi, ada perasaan lain menganggunya.
"Jangan," bisik Kyungsoo. Dia bisa merasakan ada sebuah gerakan aneh dalam dirinya untuk memaksanya agar tidak mengatakan apa yang akan dia katakan ini. Tapi Kyungsoo harus mengatakan itu, "jangan menyukaiku. Pergilah, Sulli lebih membutuhkanmu."
Sehun membuka mulut seperti mau mengatakan sesuatu, tapi menutupnya kembali. Lalu ia menundukkan sedikit kepalanya dan menghela nafas panjang.
Terdengar ponsel Kyungsoo berbunyi dan ia bisa melihat nama Baekhyun disana.
"Aku harus pergi, mian, sunbae," bisiknya dengan bibir bergetar. Kyungsoo juga merasa matanya panas sekali menahan sesuatu untuk keluar dari sana. Lalu ia segera berbalik, dan setengah berlari meninggalkan Sehun yang masih tertunduk diterangi temaram cahaya lampu taman.
Setelah jauh, Kyungsoo mulai berlari. Baru berapa saat sebelumnya dia merasa sudah tak ada tenaga lagi bahkan untuk berjalan, tapi tiba-tiba saja ada sebuah energi yang bisa mengantarnya untuk berlari sekuat tenaga.
Benar, dia memang butuh tenaga, bukan hanya untuk berlari, tapi juga untuk bisa menahan air mata yang mulai mengalir, saat sesuatu yang ada dalam pikirannya menyalahkan semua yang ia katakan tadi. Itu bukan yang dia inginkan sesungguhnya. Itu bertolak belakang dengan apa yang selalu ada di pikirannya. Dan itu membuat Kyungsoo semakin benci pada dirinya sendiri.
*
Give me all of you
Cards on the table, we're both showing hearts
Risking it all, though it's hard
'Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
'Cause I give you all of me
And you give me all of you
I give you all of me
And you give me all of you....
Terdengar tepukan tangan riuh rendah setelah Kyungsoo menyelesaikan lagu dari John Legend, yang diiringi musik akustik gitar oleh Chanyeol. Kyungsoo tersenyum dan memberi anggukan singkat sebagai tanda terima kasih. Ini adalah lagu keempat yang dinyanyikan malam ini, setelah tiga lagu sebelumnya dinyanyikan oleh Kyungsoo dengan Chanyeol, ataupun hanya Chanyeol saja sementara Kyungsoo hanya menyaksikan di sisi panggung.
Seorang laki-laki dengan pakaian rapi dan nampak mahal, kemeja hitam dengan lengan baju dilinting rapi, celana panjang slim fit berwarna putih dan sepatu putih mengilat, menghampiri mereka berdua di panggung mini.
Malam ini Kyungsoo dan Chanyeol menjadi salah satu pengisi acara di sebuah acara ulang tahun teman Chanyeol yang berbeda kampus bernama Kim Jongdae.
Acara ulang tahun itu diadakan di rumah mewah milik Jongdae, yang berada di salah satu kawasan elit di Seoul, tepatnya di halaman belakang rumah yang luas yang sudah disulap dengan nuansa hitam dan putih sebagai dekorasi acara.
Semua tamu yang hadir pun, yang rata-rata adalah anak muda seusia Jongdae, mengenakan pakaian dengan warna yang sama dengan tema acara yaitu hitam dan putih. Meski bertema Black n White Garden Party, namun kemeriahan acara tetap terasa ketika banyak permainan yang diadakan panitia acara disela-sela permainan musik dari Kyungsoo dan Chanyeol.
"Penampilan yang bagus. Tak salah aku meminta kau menyanyi disini," kata Jongdae tersenyum puas, menepuk bahu Chanyeol.
"Gomawoyo, Chen. Malam ini luar biasa sekali kelihatannya, kami sangat senang bisa kau undang," kata Chanyeol dengan senyuman lesung pipinya, lalu menoleh pada Kyungsoo, yang juga mengangguk tersenyum. Nama akrab Jongdae adalah Chen, dan khusus panggilan untuk orang-orang tertentu saja.
"Gamsa habnida, hyung. Sangat senang sekali bisa diundang di acara ulang tahunmu," Ucap Kyungsoo mengangguk singkat.
"Suaramu bagus, pantas Chanyeol sangat memujimu kemarin," kata Jongdae.
"Benarkah?" tanya Kyungsoo yang berpaling pada Chanyeol, yang hanya tertawa kecil sambil mengangguk. Kyungsoo hanya tersenyum sambil sedikit merasa malu karena dipuji oleh Chanyeol.
MC acara yang berada di panggung utama memanggil Jongdae untuk mendatanginya. Dengan segera ia berjalan menghampiri diikuti tepukan tangan dari semua tamu yang hadir.
"Jongdae itu temanmu dari mana?" tanya Kyungsoo, yang ikut bertepuk tangan saat Jongdae diajak mengobrol oleh MC sambil tertawa-tawa.
"Dia temanku sejak masih SD. Setelah lulus, keluarganya memutuskan untuk pindah ke Shanghai Cina, dan sejak saat itu aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Baru ketika sama-sama memasuki masa kuliah, dia pindah kembali ke Seoul dan memutuskan kuliah disini," jelas Chanyeol.
"Kenapa tidak satu kampus dengan kita?"
"Karena ayahnya yang menginginkan dia kuliah di kampusnya yang sekarang. Dia sangat menurut sekali pada orang tuanya, itu yang aku suka dari Chen," kata Chanyeol, yang ikut tertawa ketika di panggung utama MC sedang mengerjai Jongdae diikuti tawaan semua tamu, "ngomong-ngomong, kenapa Kai belum datang ya?" tambahnya melihat arlojinya.
Kyungsoo tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis. Kai mengatakan pada Chanyeol akan datang juga kemari, meski tidak bersamaan karena menurut Chanyeol ada hal yang harus dikerjakan oleh Kai terlebih dulu. Kyungsoo berpikir mungkin Kai sedang bekerja seperti yang pernah diceritakannya beberapa waktu lalu saat mereka berdua di Namsan Tower. Sejak kemarin juga Kyungsoo belum bertemu kembali, baik sengaja atau tak sengaja, dengan Kai. Bahkan pesan Line pun tak ada. Tapi kenapa harus mengharapkan pesan dari Kai, bisik Kyungsoo dalam hati.
"Aku mau ke toilet dulu, dimana ya?" tanya Kyungsoo pada Chanyeol.
"Masuk kedalam lewat pintu belakang, lewati ruang TV, sebelah kanan ada lorong, toilet ada diujung lorong itu," Chanyeol memberi petunjuk sambil menunjuk ke arah pintu belakang.
Lalu Kyungsoo turun dari kursi kayu jangkung, dan setengah berlari ke arah pintu belakang yang ditunjuk Chanyeol barusan. Tiba-tiba saja ia merasa ingin buang air kecil, dan meski sudah agak tidak tahan, tapi ia masih memandang takjub ketika melewati ruang TV yang luas dengan berbagai perabotan yang menurut Kyungsoo pasti harganya mahal. Sofa empuk berukuran besar berjajar melingkar menghadap TV terbesar yang pernah dilihat Kyungsoo. Lampu gantung kristal besar berada di tengah-tengahnya. Beberapa hiasan dinding, lukisan, dan hiasan meja lain juga menambah kesan mewah di ruangan luas itu.
Di lorong kanan seperti yang tadi diarahkan Chanyeol, Kyungsoo bisa menemukan toilet di ujung lorong dengan penerangan yang terang. Dia segera masuk, dan masih dibuat sedikit kagum dengan suasana toilet yang mewah yang bernuansa etnik.
Setelah selesai buang air, Kyungsoo berjalan ke wastafel untuk membasuh tangannya dengan air, dan ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dengan sedikit susah payah karena harus mengeringkan dulu tangannya dengan hand dryer, Kyungsoo merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan ponselnya.
"Yeoboseyo, Baek," jawab Kyungsooo.
"Kau masih di acara ulang tahun bersama Chanyeol?" tanya Baekhyun diujung telepon.
"Ne. Memang ada apa?"
"Aku mau menginap di apartemenmu malam ini. Aku sedang kesal sekali."
"Kesal kenapa?"
"Nanti saja kuceritakan di apartemen."
"Oh baiklah. Akan segera ku kabari jika aku sudah akan pulang dari sini."
"Kau diantar oleh Chanyeol lagi kan? Maukah dia menjemputku dahulu dirumah? Mobilku tiba-tiba tak bisa menyala entah karena apa, mungkin harus dibawa ke bengkel."
"Tentu saja. Nanti aku akan minta ke rumahmu dahulu. Baekhyun, jangan lupa bawa buku tugas Pengenalan Ilmu Grafis-ku."
"Yeah, sampai jumpa."
Dan sambungan telepon pun terputus. Kyungsoo memasukkan lagi ponselnya ke saku celana jeans, lalu keluar dari toilet. Ketika melihat sebuah sofa kecil di sudut sebelah ruangan tertutup, Kyungsoo memutuskan duduk sejenak disana, dan membuka kembali ponselnya.
Tanpa sadar jarinya menuntun sendiri membuka aplikasi Instagram lalu membuka akun milik Sehun. Memang lelaki jangkung berkulit pucat itu tipe yang jarang memposting foto di akun berbagi foto tersebut. Foto terakhir yang diunggahnya adalah saat berada di acara Malam Keakraban jurusan Teknologi Informasi yang artinya lebih dari dua minggu lalu, dengan beberapa anggota Yeonhab termasuk Suho di foto tersebut.
Meski begitu, jumlah pengikut Sehun jauh lebih banyak daripada Kyungsoo, dengan sekitar seratus ribu lebih orang yang mengikutinya di Instagram, sementara Kyungsoo hanya memiliki sekitar dua puluh ribuan pengikut saja.
Karena sudah lama tak memposting foto, Kyungsoo pun mengunggah foto terbarunya malam ini, foto yang secara candid diambil oleh Chanyeol saat ia sedang bernyanyi di lagu kedua. Dengan posisi dari samping, sambil mata terpejam menghayati lagu, fotonya itu membuatnya senyum-senyum. Kyungsoo memberi caption di foto tersebut sebelum diunggah.
"What a wonderful night. This was an awesome one. Can't hardly wait to another moment to sing <3 <3 thanks to @RealYeolVolution for having me here tonight."
Setelah yakin dengan judul fotonya, lalu Kyungsoo mengunggah fotonya itu. Belum semenit, sudah banyak pengikutnya yang memberikan love. Ada beberapa juga yang mengirimkan komentar dibawah postingan fotonya itu. Kyungsoo tersenyum melihat berbagai komentar, dan membalas komentar dari orang yang ia kenal saja, karena sebagian pengikut akun-nya di Instagram tidak ia kenal. Tak lama, terlihat Chanyeol menulis sesuatu di kolom komentar juga.
"@RealYeolVolution: U're welcome. U're still the best <3 @ItsDoKyungMagic."
Kembali Kyungsoo tersenyum melihat komentar Chanyeol itu. Saat ia sedang menggeser keatas untuk melihat postingan foto orang lain, sebuah notifikasi love masuk lagi. Dan kali ini yang memberinya love di foto itu adalah orang yang baru saja profilnya Kyungsoo intip. Nama Sehun ada di salah satu kolom notifikasi.
Tak bisa disembunyikan, Kyungsoo tersenyum melihat itu karena rupanya Sehun juga sedang membuka aplikasi yang sama. Senyuman yang nyaris tipis sekali, karena tak lama setelah itu senyuman itu memudar seiring dengan tiba-tiba saja terlintas di pikirannya apa yang terjadi malam sebelumnya.
"Kau disini rupanya," suara Chanyeol berhasil membuyarkan apa yang ada di dalam bayangan Kyungsoo, membuatnya mendongak dari ponselnya.
"Maaf, kau mencariku ya? Apa kita akan memulai lagi menyanyi?" kata Kyungsoo.
"Mungkin sebentar lagi," kata Chanyeol mengecek arlojinya, "baru saja acara tiup lilin dan beberapa permainan. Oh ya, aku mau kau melihat ini." tangannya membuat gerakan untuk mengikutinya.
"Err, kita mau kemana?" tanya Kyungsoo bingung.
"Ayo, ikut saja."
Lalu Kyungsoo pun berdiri dari sofa, berjalan mengikuti Chanyeol yang membawa botol air mineral kecil di tangannya. Mereka berdua berjalan ke arah depan rumah, naik ke tangga yang berada di samping bagian rumah, menuju ke lantai dua. Ada sebuah pintu dari kayu ek disisi tangga ketika sampai diatas, dimana Chanyeol membuka pintu yang menghubungkan ruangan dalam dengan sebuah balkon. Chanyeol berjalan terlebih dulu dan berdiri di sisi pagar tembok balkon, diikuti Kyungsoo yang langsung saja memasang wajah takjub dengan pemandangan dari sini.
"Wow, ini keren," katanya dengan mata berbinar.
Pemandangan lampu dari gedung-gedung tinggi dan bangunan lain di kejauhan, membuat sebuah siluet cahaya yang indah. Rumah Jongdae memang berada di wilayah perbukitan dan letaknya memang agak jauh dari pusat kota. Namsan Tower sedikit terlihat menjadi salah satu bangunan tinggi yang memancarkan sinar indah.
"Saat kemarin aku ada masalah dengan Suzy, aku pun memutuskan untuk mengungsi kemari," kata Chanyeol, dengan pandangan menerawang ke arah kota, "melihat hal seperti ini cukup memberikan sesuatu yang tenang untuk pikiran. Apalagi saat itu aku memang sedang sakit, aku membutuhkan suasana penyegaran," jelasnya.
"Memang pemandangan seperti ini bisa membuat kita lebih baik, setidaknya bisa menghilangkan sebagian hal yang membuat pusing kepala," kata Kyungsoo, yang memang bisa merasakan hal itu saat beberapa hari lalu diajak Kai ke puncak Namsan Tower untuk menikmati pemandangan indah kota.
"Ya, kau benar. Dan aku bersyukur aku baik-baik saja. Meski aku harus merelakan pacarku pergi," Chanyeol menundukan kepalanya.
"Hey sudahlah," kata Kyungsoo menepuk bahu Chanyeol, tak mau melihat temannya itu kembali murung, "tak usah bersedih lagi."
"Sesungguhnya aku tak bersedih. Maksudku aku sudah tidak merasa sedih lagi. Walau aku tak bisa menutupi rasa kehilanganku. Aku sudah mengenalnya sejak dua tahun lalu, lalu butuh satu tahun untuk bisa menjadikannya kekasihku. Bukan waktu yang sebentar aku bersama dengan Suzy dengan banyak kenangan indah bersama," Chanyeol tersenyum kecil, dengan lukisan lesungnya yang khas terlihat sedikit.
"Memang berat sekali rasanya. Yeah, walau aku tak pernah berpacaran, tapi..." Kyungsoo berhenti. Dia menerawang memandang ke langit cerah penuh bintang, "memang sakit rasanya melihat orang yang kita sayang menghilang," bisiknya, "rela atau tak rela," tambahnya. Langsung saja bayangan Sehun muncul kembali.
Kyungsoo sudah sejak kemarin malam belajar bagaimana mengatasi setiap kebingungan dan rasa tak nyamannya tiap kali teringat akan Sehun, terlebih perpisahan tak mengenakan kemarin malam. Awalnya kepalanya pusing luar biasa saat ia memaksakan diri untuk tidak menangis dan menangisi orang yang, secara tak wajar, ia sukai. Namun kali ini sedikit berbeda, walau terkadang masih terasa sakit di bagian dada ketika harus mengingat kembali orang itu, tapi kini Kyungsoo sudah bisa mengendalikan apa yang ada di pikirannya.
Chanyeol menatap Kyungsoo, yang masih memandang langit malam.
"Kau benar. Kini aku hanya menganggap semua itu tinggal kenangan. Dan aku mencoba mensyukuri saja apa yang selama ini sudah terjadi. Setidaknya aku sudah memberikan yang terbaik pada Suzy selama ini," kata Chanyeol, dengan senyum manis, kembali berpaling ke arah pemandangan kota.
"Kau tak perlu khawatir, masih banyak orang yang akan menyayangimu. Maksudku, menyukaimu tentu, hyung. Kau ini tampan, baik, pintar, dan suaramu saat bernyanyi bisa membuat semua orang untuk menolak tidak suka padamu," kata Kyungsoo, mencoba memberi semangat dengan menepuk pelan bahu Chanyeol.
"Oh ya," kata Chanyeol diiringi tawaan kecil, "semoga saja ada orang lain yang bisa menyukaiku lagi. Walau aku tak sehebat Suho," tambahnya tertawa lagi setelah itu.
Kyungsoo ikut tertawa. Chanyeol memang tipe orang yang hangat dan ramah pada semua orang. Secara fisik dia tidak kalah dengan Suho. Sama-sama tampan dan memiliki bakat.
Yang membedakan, Chanyeol bukan tipe yang senang terlalu menonjolkan diri di lingkungan kampus. Dia tidak minat bergabung dengan organisasi seperti Yeonhab, yang menurutnya hanya akan menghabiskan waktunya. Dia lebih memilih berkarya dengan apa yang dia suka, dan itulah yang membuat Kyungsoo selalu nyaman bila bersama dan mengobrol dengan Chanyeol.
"Kau orang yang menyenangkan, hyung. Ada diluar sana yang pasti menyukaimu, aku yakin," kata Kyungsoo.
"Gomawo, Kyungie," kata Chanyeol. Panggilan Kyungie memang sudah menjadi panggilan akrab dari Chanyeol untuk Kyungsoo. Tapi Kyungsoo tidak terganggu dengan panggilan yang menurut Chanyeol cocok untuk seseorang yang imut sepertinya.
Chanyeol merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sesuatu dalam bungkusan kecil.
"Apa itu?" tanya Kyungsoo yang heran dengan barang yang sepertinya sebuah obat itu.
"Ini obat," kata Chanyeol membuka satu tablet.
"Obat apa?"
"Ini anti depresan. Setelah masalah kemarin itu aku menjadi sedikit depresi. Kau tak usah khawatir, ini tidak ilegal, aku mendapatkannya dari dokter dengan resep resmi," kata Chanyeol menambahkan ketika terlihat wajah Kyungsoo melihat aneh pada obat yang dipegangnya.
"Anti depresan? Kau tak boleh terlalu sering meminum obat seperti itu, hyung. Tidak baik terlalu banyak mengonsumsi itu, kau bisa ketergantungan," kata Kyungsoo.
"Iya aku tahu. Setelah ini habis, aku berjanji takkan bergantung lagi padanya," Chanyeol mengangkat kedua jarinya untuk meyakinkan.
"Ya baguslah. Aku akan membuangnya jika kau masih meminum obat itu," kata Kyungsoo galak, yang setelah itu Chanyeol tertawa.
Chanyeol membuka tutup botol air mineralnya. Setelah menyimpan obat tersebut di pangkal lidah, ia kemudian menenggak airnya dan menelan obatnya, dengan Kyungsoo yang memerhatikan disamping. Kyungsoo memang baru pertama kali melihat langsung orang yang meminum obat seperti anti depresan begitu, tapi ia tahu jika obat seperti itu bisa menyebabkan peminumnya menjadi ketergantungan jika tidak dicegah.
"Aku juga tahu bahaya obat ini. Dan aku tak berharap bergantung pada sesuatu seperti ini," kata Chanyeol mengelap ujung bibirnya dengan lengan jaketnya.
"Memang seharusnya jangan," kata Kyungsoo yang kembali memandang pemandangan kota.
"Tapi aku merasa terbantu sekali dengan obat ini. Entah apa yang terjadi jika aku tak meminumnya. Mungkin aku sudah bunuh diri," Chanyeol tersenyum pahit dengan wajah yang kembali murung.
Melihat itu, Kyungsoo mengalungkan lengannya ke pundak Chanyeol, tubuhnya yang mungil dan lebih pendek sebenarnya membuat posisi itu tampak ganjil, dengan Chanyeol yang tinggi menjulang.
"Sudah tak usah sedih lagi. Aku akan membantumu untuk tak bergantung pada obat itu," Kyungsoo menepuk lagi bahu Chanyeol.
"Kau yakin?" tanya Chanyeol, yang menoleh pada Kyungsoo yang mengangguk meyakinkan. Kemudian Chanyeol bergumam pelan, "gomawo," dan kembali tersenyum membuat lesung pipinya semakin jelas.
Tiba-tiba tangan Chanyeol merangkul pinggang Kyungsoo, lalu wajahnya mendekat dan langsung mencium Kyungsoo. Mata Kyungsoo membelalak, saat bibir Chanyeol menempel tepat di bibirnya. Dia kaget luar biasa saat secara mendadak Chanyeol menciumnya. Kyungsoo hendak melepaskan diri, tapi sebelum dia melakukan itu, dia bisa mendengar suara orang lain dari arah belakang mereka.
"Kalian sedang apa?"
Chanyeol menoleh dengan sedikit terkejut, begitupun Kyungsoo yang terperanjat, langsung bergerak menjauh. Tak jauh dari mereka berdua, Kai berdiri terpaku dengan wajah terperangah.
"Kai?" bisik Chanyeol, yang wajahnya semakin terlihat kaget saat menyadari siapa orang yang memergokinya. Sementara itu, Kyungsoo hanya diam mematung dengan mulut menganga terbuka.
Kemunculan Kai memang membuatnya terkejut, tapi kenyataan kalau Kai memergoki dia dicium oleh Chanyeol membuat Kyungsoo kaget setengah mati.
"Mianhae, membuat kalian terkejut. Dan maaf, sudah mengganggu." kata Kai dengan ekspresinya yang datar dan dingin seperti biasa, tapi tak bisa menyembunyikan suaranya yang terdengar getir.
Kai memutar badannya, kemudian berjalan pergi. Melihat itu, Kyungsoo yang sejak tadi mematung, bisa kembali merasakan kakinya dan setengah berlari mengejar Kai, meninggalkan Chanyeol yang hanya memandang ketika Kyungsoo menghilang di balik pintu.
Saat Kai sudah dibawah tangga dan berjalan cepat, Kyungsoo yang menuruni tangga dengan setengah berlari memanggilnya, "Kai!"
Setelah membuka pintu depan, Kai segera menyusuri halaman ke arah gerbang depan, dan saat sudah berada diluar gerbang, disisi jalan yang sepi, langkahnya tiba-tiba terhenti saat Kyungsoo, yang tersengal dengan nafas putus-putus, menarik tangannya.
"Kai tunggu... Itu... Tak seperti... Yang kau kira..." kata Kyungsoo terengah-engah.
"Seperti yang kukira juga tak apa-apa. Itu bukan urusanku," kata Kai dingin dan dalam. Tatapannya pedas saat beradu dengan mata Kyungsoo.
"Tidak, kau salah. Jangan berpikir macam-macam, aku..."
"Itu bukan urusanku!" kata Kai memotong, dengan nada naik satu oktaf membuat Kyungsoo kembali terbelalak, "kau mau bersama Chanyeol pun silahkan, aku tak peduli. Lagipula kenapa kau mengejarku?"
"Apa maksudmu?" tanya Kyungsoo tak mengerti.
"Iya, untuk apa kau mengejarku dan menjelaskan apa yang terjadi tadi. Jika kau memang suka dengan Chanyeol, itu bukan urusanku."
"Kenapa kau beranggapan aku suka dengan Chanyeol?" Kyungsoo terperangah kaget.
"Tadi sudah terbukti jika kalian berdua berciuman," kata Kai, dengan ekspresi wajah galak dan marah yang sudah tidak bisa disembunyikan lagi, "kemarin kau bilang jika hal seperti ini tak wajar, hal yang salah, dan kau hanya bisa menangisi itu. Apa sekarang kau sudah menikmati hal ini? Suka dengan sesama laki-laki?"
Kyungsoo tak bisa menjawab apa-apa. Dia sadar jika Kai benar-benar marah sekali. Dia sudah mengungkapkan kalau dia suka pada Kyungsoo kemarin, meski sedikit aneh dan mengagetkan, tapi Kyungsoo tahu melihat Chanyeol tadi menciumnya pasti membuat Kai tak nyaman.
"Ini...ini memang tak wajar. Kau pasti tahu itu. Tapi jika memang kau sendiri sadar kalau hal seperti ini tak wajar, kenapa kau bilang kalau kau menyukaiku kemarin?" Kyungsoo mencoba memberanikan diri bertanya.
"Jika kau adalah seorang manusia yang punya perasaan, tanpa harus aku jawab kau sudah tahu apa jawabannya," kata Kai dingin tapi dalam, "sekarang minggir."
Tapi Kyungsoo masih tak bergeming. Dia kembali bertanya dalam bisikan, "kenapa kau suka padaku?"
Kai diam. Matanya yang menatap seperti elang beradu dengan mata bulat sayu milik Kyungsoo.
"Kenapa kau bisa menyukaiku?" Kyungsoo mengulang dengan memperjelas pertanyaannya.
"Aku suka padamu karena aku memang menyayangimu. Aku merasakan sesuatu yang aneh dan ganjil sejak perjumpaan pertama denganmu, itulah sebabnya mengapa aku selalu merasa tak nyaman jika sedang bersamamu karena aku bingung dengan perasaan yang ada pada diriku," ungkap Kai. Nada suaranya pelan tapi dalam membuat Kyungsoo hanya bisa menatap matanya.
"Pertanyaan yang sama, kenapa kau bisa suka pada Sehun?" Kai bertanya setelah Kyungsoo tidak terlihat hendak berkata sesuatu.
"Aku..." Kyungsoo bingung harus mengatakan apa. Sebenarnya dia baru sadar, kenapa dia bisa suka pada Sehun? Sebelumnya dia tak pernah bertanya pada diri sendiri alasan dia bisa jatuh hati pada Sehun. Namun demikian, Kyungsoo berkata dengan pelan.
"Aku selalu merasa nyaman dekat dengannya. Aku merasa bahagia jika sedang bersamanya. Dan aku merasa aman jika didekatnya."
Saat berkata begitu, Kyungsoo hanya berani menatap tanah dibawah. Mungkin itu memang yang ia rasakan ketika berada bersama Sehun. Yang diungkapkannya barusan memang benar adanya, dan Kyungsoo sama sekali tak membantah jika dia suka pada Sehun karena apa yang dia katakan itu.
Kai mendengus pelan, ketika dia akan membuka mulut untuk berkata, Kyungsoo mendahuluinya.
"Aku juga merasa nyaman didekatmu. Aku sadar kau adalah seseorang yang berbeda dengan apa yang aku pikirkan selama ini. Walau aku memang menyukai Sehun, tapi kuakui tak mau kehilanganmu," bisiknya, "kumohon jangan pergi."
Kai hanya terdiam. Ia mengangkat dagu Kyungsoo hingga kini kepalanya terangkat dan matanya menatap Kai. Kedua jenis mata yang berbeda itu saling menatap satu sama lain. Lalu Kai mendekat dan mencium bibir Kyungsoo dengan bibirnya. Kyungsoo sendiri hanya diam menutup matanya saat ia merasakan hangat bibir itu di bibirnya.
[TBC...]
*