"Cinta kan memang butuh perjuangan nyonya."
"Iya aku tau, tapi bukan dengan cara menyiksa diri juga darling." .Dinda sangat gemas dan mencubit pipi chubby Daniar.
"Aw sakit tau."
"Hehe habisnya aku gemes sih."
Bella datang ketika Dinda sedang asyik bercanda dengan Daniar.
"Kekanak-kanakan." kata Bella menyindir.
"Hi auntie, what's your problem with me? It just comes and makes you annoyed."
"What did you say just now, auntie? you're rude."
"So what? We're more than nine years apart. It's normal for me to call you auntie. Hehehe." Dinda nyengir kuda.
"You little brat!!"
"Don't be angry, Auntie, how will the wrinkles increase? Auntie is also sick, right? you'll die later."
"You!!"
Dinda menampakan ekspresi mengejeknya di hadapan Bella yang angkuh.
"Watch out for you okay?"
"Okay auntie."
Bella yang diejek Dinda kesal bukan main. Dia tidak menyangka kalau bocah kemarin sore itu berani berkata demikian padanya. Tidak ada raut wajah ketakutan sedikitpun padanya.
"Bisa-bisanya bocah kemarin sore itu membuatku mati kutu." kata Bella kesal.
"Nyonya sebaiknya untuk sementara ini jangan terlalu mendekatinya. Dia berani pada siapapun. Bahkan nyonya Nike saja kewalahan menghadapinya."
---
Tuan Arjun melajukan mobilnya dengan kencang, melaju dengan mendekati 100 km / jam di jalan tol menuju keluar kota. Kurang lebih sudah seharian tangannya sibuk mengemudikan mobilnya. Begitu tidak sabar ingin segera sampai di tujuannya.
Tepat tengah hari ia sampai di tujuannya.
RUMAH SAKIT UMUM YOGYAKARTA. Begitulah yang tertera di papan nama gedung rumah sakit tempat kali ini kaki tuan Arjun Saputra berpijak.
Dengan tatapan sayu ia melangkahkan kakinya memasuki area itu.
Pandangannya mencari-cari suatu ruangan yang telah ia ketahui.
"Maaf ruang dahlia nomor 206 dimana ya sus?" tanya tuan Arjun pada suster yang sedang lewat.
"Ada di lantai empat pak. Bapak bisa menaiki lift untuk ke sana. Setelah itu bapak ambil ke kiri dan ruangannya paling ujung sebelah kanan."
"Baik sus, terimakasih ya."
Tuan Arjun Saputra kemudian segera pergi ke arah yang di beritahu suster tadi. Perasaannya campur aduk kali ini. Keringat dingin yang bahkan mengucur di seluruh tubuhnya.
"Ruang dahlia nomor 206. Nah itu dia."
Dengan perlahan tuan Arjun Saputra membuka pintu yang sedikit terbuka itu. Seketika raut wajahnya berubah ketika ia mendapati seorang wanita yang sedang duduk menghadap jendela dengan kursi rodanya.
"Dona?" sapa tuan Arjun Saputra dengan lembut.
Perlahan wanita itu memutar kursi rodanya perlahan, sampai ia berhasil berbalik sempurna dan menatap kedatangan tuan Arjun Saputra.
Tidak ada jawaban, wanita itu hanya menangis ketika melihat pria yang sudah sangat lama tidak ia lihat itu.
Tuan Arjun Saputra kemudian mendekat kearahnya "Dona.."
Sesenggukan ia berusaha menahan tangisnya agar air matanya tidak menetes ketika melihat wanita yang tidak ia jumpai itu. Yang dia keluarkan hanyalah suara rintihan yang begitu menyayat hati.
"Kenapa Dona? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tuan Arjun Saputra menggenggam tangan Dona dengan erat.
"Untuk apa kamu datang ke sini pergilah."
"Dona.." tatapan tuan Arjun Saputra begitu tulus padanya.
"A-aku.."
"Ssssttt aku sudah tau semuanya dari Laras."
Dona menatap tuan Arjun Saputra lalu kemudian memeluknya "Maaf.."
Tuan Arjun Saputra menangis, melihat wanita yang dulu sangat ia cintai itu tidak berdaya di atas kursi roda.
"Kenapa kamu berbohong padaku dimana Edgar?" tanya tuan Arjun.
"Dia di rumahnya, untuk apa dia ada di sini."
"Tapi bukankah kamu sudah menikah dengannya?"
"Aku belum menikah Arjun." kata Dona lirih.
"Jadi kamu juga berbohong tentang hubunganmu dengan Edgar?"
"Kamu jangan menyalahkan Edgar. Aku yang memaksanya."
Tuan Arjun Saputra kembali memeluk Dona dengan erat, menghela nafas panjangnya. Seolah merasa sangat lega.
"Sorry because I lied to you. I do not mean it. I'm sick Arjun. IM dying."
Tuan Arjun Saputra membelai wajah Dona "You shouldn't do this, otherwise.."
"I just want to see you happy Arjun, if you were with me you would suffer more."
"Dona, did you doubt my love first?"
Dona menggeleng, dia juga bingung untuk mengatakan alasan apa lagi pada tuan Arjun. Semuanya adalah keputusannya. Dona sangat mencintai tuan Arjun sehingga tidak tega kalau harus membuatnya khawatir tentang penyakitnya.
"Ayo ikut denganku. Aku akan membawamu ke dokter terbaik di kota."
"Tapi kamu sudah menikah Arjun, aku tidak enak dengan istrimu."
"Dia akan mengerti nanti." tuan Arjun Saputra mencoba meyakinkan.
"Dimana orang tuamu? Aku akan meminta izin membawamu." tanya tuan Arjun.
"Orang tuaku sudah meninggal."
Tuan Arjun Saputra tentu terkejut, ada banyak hal yang ia lewatkan tentang Dona.
"Aku tidak tau, maaf telah membuatmu bersedih."
Dona tersenyum manis "Sudahlah aku tidak apa."
Tuan Arjun Saputra balas tersenyum pada Dona. Mendorong kursi rodanya untuk mengajaknya berjalan-jalan.
"Bagaimana kabarmu selama ini?" tanya Dona di sela-sela jalan-jalannya.
"Aku baik." jawab tuan Arjun singkat.
"Apa kamu punya empat istri sekarang Arjun?"
"Kamu masih mengingatnya Dona?"
"Tentu saja, kamu pernah bersumpah di hadapanku dan Edgar waktu itu."
"Ya seperti yang kamu tau, aku tidak akan pernah mencabut perkataan ku bukan?"
"Jadi kamu benar-benar punya istri empat?"
"Ya tentu saja, dengan wajah dan kekayaanku tidak sulit untukku beristri empat."
"Wah, menang banyak ya kamu Arjun." walaupun tersenyum sebenarnya hati Dona sangat sedih mendengar itu dari pria yang di cintanya.
"Ya, walaupun aku beristri empat. Tetapi aku tidak benar-benar menganggap mereka istri."
"Tidak satupun Arjun?"
"Ya iya.." jawab tuan Arjun ragu.
"Kamu ini aneh sekali Arjun, masa iya dari sekian banyak istrimu masa tidak ada satupun yang menyita perhatianmu."
"Mereka tidak sebaik dirimu." kata tuan Arjun.
Dona tersenyum tipis mendengar itu, bagaimana tidak? Dona masih setia dengan perasaannya untuk kekasih masa mudanya itu hingga sekarang. Tuan Arjun Saputra adalah cinta pertamanya, dan ia selalu berharap walaupun nantinya mereka tidak akan pernah bertemu lagi biarlah Dona mati bersama cintanya yang abadi.
----
Sudah lebih dari dua minggu ini tuan Arjun Saputra tidak menampakkan dirinya di depan Dinda. Dia akan pergi pagi-pagi buta dan pulang ketika larut malam. Dinda juga sudah bertanya pada Rendi perihal apa yang menjadi kesibukan suaminya sekarang ini. Tapi sayangnya Rendi tidak menjawab pertanyaan darinya. Karena Rendi yang biasanya selalu mengikuti kemana tuan Arjun Saputra pergi sekarang saja tidak tau.
Kali ini Dinda bangun lebih pagi agar bisa bertemu dengan tuan Arjun. Dia sudah sangat merindukannya.
Bahkan matahari saja masih enggan untuk menampakkan diri. Tetapi Dinda sudah berjalan menembus dinginnya pagi untuk menemui suaminya.
Benar saja saat Dinda sampai ia melihat tuan Arjun Saputra yang akan pergi dengan mobilnya.
"Sayang." tegur Dinda.
"Dinda?"
Tuan Arjun Saputra menghampiri Dinda yang masih berdiri di tempatnya.
"Kamu mau kemana sih subuh-subuh begini?" tanya Dinda.
"Aku ada pekerjaan penting akhir-akhir ini Dinda, maafkan aku yang tidak bisa meluangkan waktu untukmu."