webnovel

BAB 77. NENEK

Nenek memarahi pemuda itu seperti anak kecil, karena telah membawaku sampai tempat itu.

"Kau bisa membahayakan Kanjeng Sinuhun!"

Wajah pemuda itu tampak ketakutan dan berkali-kali meminta maaf kepada nenek itu.

Malam itu kami hanya duduk saling diam. Semua larut dipikiran masing-masing.

"Nek..." panggilku lemah. "Apakah mereka benar-benar bergerak ke selatan?"

"Kau sebaiknya ajak Noni ini kembali." kata nenek pada pria muda itu. "Kondisi disana tidak terlalu baik. Tidak akan baik untuk wanita seperti dia."

Nenek itu mengabaikanku.

Aku mulai kesal.

"Aku akan menyusul ke selatan." kataku bersikeras.

"Ini bukan perjalanan yang mudah, Noni." kata nenek itu pada akhirnya. "Dan kanjeng Sinuhun tidak akan suka."

Aku memandangnya dengan wajah keras. Mengisyaratkan bahwa aku tidak akan menyerah dengan keinginanku.

Aku hanya ingin memastikan Aryo baik-baik saja.

"Apa wanita ini sedang hamil?" tanya nenek itu kepada pria muda itu, sambil mengamati perutku yang tampak sedikit menonjol.

"Iya. Aku hamil." jawabku.

Nenek ini menjengkelkan.

"Nenek tidak menyukai orang asing." kata pria muda itu dalam bahasa Belanda.

Baru kali ini kutahu bahwa pria itu bisa berbahasa Belanda.

"Siapa namamu?" tanyaku padanya.

Harusnya aku sudah bertanya sejak lama, tapi baru kali ini aku merasa butuh untuk tahu nama pemuda yang menemaniku.

"Suwoto." jawabnya singkat.

"Kau bisa berbahasa Belanda dengan baik." kataku.

"Den Aryo yang mengajarkannya."

Aku mengangguk mendengar penjelasannya.

"Apa ini wanita yang sedang dicari-cari itu?" tanya nenek itu dengan nada tajam.

Dicari-cari? Siapa?

"Iya..." jawab Suwoto.

"Apa maksudnya?" tanyaku kepada Suwoto.

"Pihak kumpeni mengatakan bahwa anda diculik dan sedang ditawan pemberontak?

Diculik? Ditawan pemberontak?

Ya. Dan aku sekarang sedang mencari orang yang telah menawan hatiku.

"Apa?!" seruku terkejut.

"Raden Aryo sedang diburu oleh banyak pihak."

Dan aku menjadi salah satu alasan itu.

Nenek ini tahu banyak hal.

Siapakah dia?

"Kau besok bawa dia kembali ke Surakarta."

"Bagaimana mungkin aku bisa kembali kesana, Nek?!" protes Suwoto.

"Kenapa tidak bisa!" sergah nenek itu dengan marah. "Kau saja sudah lancang membawanya sampai sini!"

"Nek.. Dia memaksaku. Aku tidak mungkin membiarkannya sendirian... "

"Harusnya kau bisa mengatasi hal itu." sela nenek, marah. "Apa kau pikir Kanjeng Sinuhun sedang bepergian seperti biasa?! Dimana kau taruh otakmu itu?!" lanjutnya sambil memukul kepala Suwoto.

"Nek!" protes Suwoto.

"Apa?!"

Nenek itu tampak tidak mau kalah.

"Aku tidak ingin dia menjadi sandungan bagi Kanjeng Sinuhun." katanya sambil jarinya menunjuk kearahku. "Aku akan menyingkirkan apapun yang menyebabkan Sinuhun dalam bahaya!" tegasnya.

Nenek ini sangat menakutkan, sekaligus menjengkelkan.

Dia benar-benar tidak menganggapku ada. Walaupun dia tahu bahwa aku memahami bahasanya, tapi dia seakan tidak peduli kepadaku.

"Bawa dia kembali besok pagi!" perintahnya pada Suwoto.

"Nenek bujuk dia untuk kembali." kata Suwoto.

"Seret aja jika dia menolak. Ikat saja dia supaya mudah."

"Nenek!" protes Suwoto. "Dia istri Kanjeng Sinuhun."

"Aku cuma tahu dua orang istrinya. Bukan yang ini. Wanita yang kabarnya hamil dengan kumpeni itu bagaimana bisa menjadi istri Raden Aryo?"

Ah, bahkan kata-kata Daniel waktu itupun dia tahu.

Nenek ini sepertinya memiliki identitas istimewa.

"Nek... Sudahlah.. Bahkan Kanjeng Sinuhun mengatakan bahwa itu anaknya."

"Bagaimana mungkin, wanita yang sudah dijamah pria lain menjadi wanita Raden Aryo. Dia hanya wanita yang coba membodohi kita"

Ingin rasanya kurobek mulutnya yang pedas.

Sial!

Aku benar-benar sudah tidak bisa bersabar lagi.

"Noni sudah jangan dengarkan kata-katanya. Noni sebaiknya istirahat saja." kata Suwoto menenangkanku.

Sepertinya dia melihat aku akan meledak sebentar lagi.

"Besok kita akan lanjutkan perjalanan kita." katanya sambil tersenyum kepadaku.

Suwoto mengantarku ke sebuah ruangan sempit yang mirip bilik dengan tempat tidur didalamnya.

"Silahkan Noni." katanya. "Saya akan berjaga disini."

Aku masih bisa mendengar suara Suwoto dan nenek yang sedang berdebat karena telah membawaku kemari.

"Bagaimana jika wanita itu membocorkan tempat ini kepada musuh?!" seru nenek itu marah.

Kenapa dengan tempat ini? Ada apa?

Aku hanya melihat ini sebagai rumah kecil yang tampak hampir roboh, yang bahkan tidak layak untuk kusebut rumah.

Apakah ini tempat yang istimewa?

Aku tidak bisa memejamkan mataku. Lilin-lilin sudah lama dipadamkan. Aku merasa sangat tidak nyaman

Aku tidak lagi mendengar suara apapun dari luar kamarku selain suara hewan malam di sekitar pondok.

Apa mungkin mereka telah tertidur?

Sudah lewat tengah malam, saat tiba-tiba kudengar derap langkah kuda mendekati pondok itu.

Siapakah yang datang ditengah malam seperti ini?

Harus delay beberapa hari.. Aryo belum kembali... Pembaca harus di php sementara waktu... ???... Jalan masih panjang readers.... Happy reading

Nice_Dcreators' thoughts
下一章