webnovel

4. Misi

"Rumahku, Istanaku." Ujar Griff ketika melewati perbatasan memasuki Kota Altoskwa. Sebuah kota modern yang dikelilingi oleh gedung-gedung dan jalan-jalan layang. Dari kejauhan terlihat sebuah gedung menjulang tinggi yang menjadi pusat kegiatan administrasi, ekonomi, pendidikan, dan politik. Di samping dinding-dinding beton tersebut terlihat beberapa kapal besar keluar dan masuk pelabuhan.

Kendaraan mereka melaju memasuki wilayah perbelanjaan dan hiburan. Jalanan yang mereka lewati di kelilingi oleh bangunan 4 lantai dan beberapa tanaman yang mengiasi pedestrian menjadi pemandangan yang umum mereka lihat.

Memasuki wilayah pusat, mobil mereka berbelok memasuki sebuah gedung 8 lantai. Bangunan yang berkedok perusahaan I.T. tersebut merupakan markas pusat yang mereka tuju. Aiden memacu mobil memasuki parkir bawah tanah dan berhenti di sebuah area parkir.

Dia lalu mengeluarkan kartu identitasnya dan menempelkan pada tiang beton di sebelah kanannya. Suara benda berat bergeser terdengar. Dinding beton yang tadi ada di hadapannya perlahan turun, menunjukan ruangan yang cukup besar.

Dinding yang terbuka tadi perlahan menutup kala sensor dalam ruang tersebut merespon mobil yang baru saja masuk. Di dalam, lantai mulai turun perlahan.

Mereka keluar dari mobil dan menurunkan barang-barang mereka seraya menunggu lift itu berhenti. Tidak lama, dinding di depan mobil terbuka. Di baliknya terlihat 2 orang berseragam lengkap bergaya pakaian dinas militer telah menunggu mereka.

"Bagaimana perjalanan kalian ?" Salah satu dari mereka bertanya.

"Lancar." jawab Aiden seraya memberikan kunci mobil. Sambil mengangkat koper, mereka keluar dari lift dan bergantian dengan 2 orang tersebut. Sebelum pintu lift tertutup, salah seorang dalam lift berkata,

"Agen Aiden, A.M. ingin bicara dengan Anda."

Aiden memgangkuk menandakan informasi telah Ia terima. Pintu lift perlahan tertutup, S.A.C.T-y dan 2 'valet' itu berpisah.

Lantai yang berupa lorong panjang tempat mereka berdiri sekarang diterangi lampu LED yang terpasang di tiap sudut langit-langit. Ujung lorong beton berwarna putih itu terpisah menjadi 2 cabang: Lift lain di sisi kiri, dan sebuah pintu ganda di sisi kanan.

Mereka berjalan melewati lorong tersebut dan berhenti di depan pintu ganda yang terbuat dari bahan metal. Di atasnya terpampang tulisan 'Special Armament Containment Team', dan sebuah tulisan ' - y ' yang dibuat dengan piloks merah permanen di ujung kanan. Piloks itu adalah hasil buah tangan Frogman.

Terdapat sebuah kamera tepat di atas pintu ganda tersebut. Mereka meletakkan koper yang mereka bawa. Kemudian mengeluarkan kartu identitas mereka dan menghadap ke arah kamera tersebut.

Beberapa detik kemudian, pintu itu terbuka. Mereka masuk sambil membawa koper ke dalam. Di balik pintu ganda tersebut adalah sebuah ruangan besar yang mirip seperti sebuah apartemen mewah.

'Apartemen mewah' itu terbagi 2 area utama: 1 ruang yang dipenuhi loker, koper kemas besar, dan gantungan yang berfungsi sebagai ruang persiapan untuk menyimpan senjata dan armor. Dan ruang lain yang berfungsi sebagai area rekreasi, lengkap dengan mebel, dapur, PC, game konsol, dan beberapa alat musik.

Mereka membongkar muatan yang mereka bawa pada ruang persiapan. Saat sedang membongkar muatan, Alex melihat MpS yang digunakan olehnya dikeluarkan oleh Aiden dari dalam koper. Dia sedikit kaget melihat itu.

"Er, kapten. Itu MpS kan ?" Ujar Alex sambil menunjuk senjata yang Aiden pegang. "Bukannya Kita hanya meminjamnya untuk misi ?"

"Hmm, bukannya aku sudah mengatakan kalau, 'aku meminta untuk disiapkan' bukan 'aku memohon untuk disiapkan' ?" Respon Aiden sambil mengaitkan senjata tersebut pada salah satu pengait di dinding dan melanjutkan bongkar muat.

Alex sedikit tersentak dan menarik lehernya ke belakang. Terdengar suara dengusan yang disertai tangan yang menepuk lengan kirinya.

"Seperti Kau baru mengenal Dia saja." Ujar Griff yang kemudian melanjutkan aktivitasnya. Mendengar itu, Alex langsung mengingat satu hal lain yang menjadi ciri khas Aiden.

Aiden adalah tipe orang yang cukup, bahkan tergolong sangat oportunis. Kadang sifatnya membuat jengkel orang lain namun, entah mengapa dan bagaimana, banyak yang mentolelir sifatnya itu. Mungkin sifat Aiden ini juga memberikan keuntungan bagi orang lain ?

Alex kembali membongkar isi koper setelah memutar mata sambil menggelengkan kepalanya sedikit. Chen dan Frogman yang selesai bongkar muat lebih cepat segera menuju loker. Sambil mengobrol, mereka melepas armor dan seragam yang mereka kenakan dengan kaos polos. Yang lain ikut menyusul mereka, kecuali Aiden yang langsung menuju pintu.

"Kapten, tidak lepas armor ?" Tanya Petro yang mendapati Aiden masih berseragam lengkap.

Aiden berbalik untuk menjawab, "Tidak, Aku akan langsung..."

Perkataan Aiden tersela oleh Chen dan Frogman yang, tiba-tiba saja, berlari dan memperebutkan satu-satunya PC yang ada di area rekreasi seperti anak kecil yang memperebutkan permen. Tingkah spontan mereka membuat yang lain memunculkan reaksi yang bercampur aduk antara kaget, heran, tertawa, dan tercengang namun, perasaan itu mereka sembunyikan dalam-dalam.

"Eng... Aku akan langsung menghadap ke A.M." Sambung Aiden melepas keheningan. Griff, Alex, dan Petro mengangguk.

Aiden berbalik dan berjalan melewati pintu barak. Terdengar suara Griff mengomeli Chen dan Frogman saat dia menutup pintu apartemen tersebut. Dia berjalan menuju lift yang ada di seberang untuk naik menuju Lantai Utama.

Setibanya di Lantai Utama, Aiden berjalan menuju meja melingkar yang berada tepat di tengah-tengah lantai tersebut. Terlihat beberapa orang yang bertugas sebagai 'resepsionis' tengah sibuk dengan tugas mereka.

Setibanya dimeja resepsionis, Dia disambut oleh salah satu resepsionis. Wajahnya sangat tidak asing bagi Aiden.

"Ah, agen Aiden, sudah kembali rupanya. Bagaimana misimu ?" Ujar sang resepsionis.

Di depan Aiden berdiri seorang pria yang terlihat telah berkepala 4. Dengan potongan rambut pendek, postur tegap, dan wajah mapan dengan kumis yang terawat. Aiden sangat mengenal pria tersebut. Dia yang selalu membantu Aiden pada awal karirnya bekerja di Foundation.

Sekarang, pria ini telah dipromosikan sebagai Manager 'Resepsionis'. Meskipun dengan jabatannya sekarang, Dia tetap memilih untuk ikut berada di meja depan. Untuk bersosialisasi kalau Dia bilang.

"Sedikit diperpanjang untuk istirahat, Perintah A.K. Bagaimana kabar anakmu, Albert ?"

Sambil tertawa Albert menjawab, "Mereka baik, mereka baik. Seperti anak laki-laki berumur 9 tahun pada umumnya, sangat 'aktif'. Istriku menanyakan, kapan Kau akan mampir lagi untuk makan malam bersama kami ?"

Aiden tersenyum kecil, lalu berkata, "Akan kuusahakan dalam waktu dekat. Aku juga akan mengajak Saudari-saudariku untuk ikut berkunjung. Tentu, kalau Kau tidak keberatan ?"

"Ajak mereka, ajak mereka ! Dengan senang hati akan kami sambut kalian !" Ujar Albert dengan senyum lebar ikoniknya. "Jadi, apa yang Kau butuhkan kali ini ?"

"Aku mendapat panggilan dari A.M."

Sambil mengarahkan tangannya pada pemindai di atas meja, Albert berkata, "Kau tahu prosedurnya"

Aiden lalu menempelkan kartu identitasnya pada sebuah pemindai yang terletak di depannya. Saat Dia menunggu kartunya diberikan akses, Aiden merasa seseorang sedang mengendap di belakangnya dengan sebuah pisau yang diarahkan pada dirinya.

Tangan kiri Aiden sudah siap mencabut salah satu karambit yang selalu terpasang pada sabuk tempurnya. Namun, Dia mengurungkan niatnya karena Dia tahu siapa yang selalu mengendap-endap di belakangnya disaat seperti ini.

Di saat pisau tersebut sudah semakin mendekat, Aiden berkata, "Lebih baik Kau urungkan apapun tujuanmu itu, Rei." Aiden kemudian berputar sambil mengantungi kartunya yang telah terpindai dan menatap tepat ke arah Perempuan yang tengah memegang pisau ditangan kirinya.

Dengan alis terangkat, Aiden berkata "Jadi... Apa yang Kau lakukan ?"

"Aa ah..." Ujar gadis tomboi berambut pendek hitam itu. "Aku berencana untuk mengagetkanmu dengan pisau dilehermu." Lanjutnya sembari menyarungkan kembali pisaunya dan mengeluarkan kartu identitas. Aiden bergeser untuk mempersilahkan gadis dengan wajah mungil dan bulat tersebut lewat.

"A.M. memanggilku" Ujar Rei pada Albert sambil meletakkan kartu pada pemindai. Dia memindahkan perhatiannya pada Aiden. "Bagaimana kau tahu kalu itu Aku ? Aku sudah berlatih keras untuk bisa mengagetkanmu." Tanya Rei sedikit cemberut.

Dengan sorot mata santai Aiden menjawab, "Pertama, Rei, Kau sudah sering melakukan itu. Kedua, Aku bisa mencium aroma parfummu bahkan dari jarak 10 meter. Kau selalu memakai parfum yang sama, semua orang tahu itu. Iya kan, Albert." sambil menoleh pada Albert.

"Ee... hiraukan saja Aku, Aku hanya resepsionis." Ujar Albert menghindar. Dia tidak ingin diikut sertakan dalam percakapan ini karena, Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Rei segera mengantungi kartu identitasnya kemudian mulai meninju lengan Aiden berkali-kali.

"Itu parfum favoritku !"

Hal tersebut mencuri perhatian beberapa orang meja resepsionis. Ada yang menghela nafas, ada yang tertawa kecil. Seolah sudah paham apa yang menjadi permasalahan jika Rei berperilaku demikian, mereka melanjutkan aktivitas yang sedang mereka lakukan.

Melihat Rei tak kunjung berhenti memukul lengan Aiden, dan Aiden pun tak menghentikan Rei, Albert akhirnya melerai mereka.

"Baik, baik. Sudah cukup. Kalian akan membuat A.M. menunggu." Ujar Albert. "Kalian gunakan Lift dengan garis putih dipintu yang ada di sebelah sana." Sambil menunjuk ke arah belakang Aiden dan Rei. Aiden berterima kasih kepada Albert dan mulai menuju lift yang ditunjuk olehnya.

"Heei, jangan lari ! Aku belum dengar permintaan maafmu !" Ujar Rei menyusul Aiden.

Albert menghela napas saat melihat mereka beejalan menuju lift dari balik meja. Sambil tersenyum, Dia melanjutkan tugasnya.

Kembali dengan Aiden dan Rei, Rei masih belum berhenti mengomel, bahkan setelah mereka berada di dalam lift. Di dalam lift, prosedur yang sama dilakukan oleh Aiden seperti saat Dia akan masuk ke barak. Hal ini juga dilakukan oleh Rei sambil menggerutu. Setelah pemindaian tersebut, Lift mulai bergerak.

Selesainya pemindaian, Rei kembali mengomel. Dibalik hela napasnya, Aiden akhirnya bicara, "Oke, oke... Aku minta maaf."

Rei terdiam mendengar permintaan maaf Aiden. Dia lalu berkata, "Permintaan maafmu tidak tulus. Itu tidak dihitung." sambil cemberut.

Aiden kembali menghela napas. Dia kemudian menghadap Rei dan menatap tepat ke arah matanya dengan tatapan lembut.

"Rei. Aku minta maaf."

"Itu yang mau kudengar." Ujar Rei dibalik seringainya.

"Haaah...."

Rei berseringai mendengar respon Aiden.

"Hei, Rei. Ngomong-ngomong ada yang selalu ingin kutanyakan padamu."

"Tanya saja."

"Bisa ku tahu alasanmu kenapa Kau selalu minta Aku untuk minta maaf dengan gestur seperti tadi ?"

"Hm ? memang kenapa ?"

"Maksudku, apa bedanya dengan permintaan maaf biasa ?

Kenapa harus dengan 'tatapan lembut dan penuh perhatian' ?

Hampir dari awal kita saling kenal, Kau bahkan selalu memintaku untuk bicara denganmu menggunakan gestur itu."

"Ooh, itu karena Aku selalu terhibur melihat ekspresi beberapa anggota Foundation melihat Kau memperlakukanku seperti itu, khususnya para perempuan. Kau juga melihatnya sendiri kan ?

"Haah, Iya... Tapi maksudku, apa tujuanmu ?

"Huh ?"

"Huuh ?"

"Aiden... Apa Kau tidak melihat ?

Tidakkah Kau sadar setelah melihat ekspresi mereka ?

Jelas terpampang diwajah mereka kalau.... Haaah, lupakan. Aku lupa Kalau tengkorakmu lebih tebal dari beton bangunan ini."

"... Boleh ku rekomendasikan Kau untuk ikut evaluasi psikilogis ?"

Rei memukul lengan Aiden kembali.

---

Bel pada lift kemudian berbunyi, menandakan bahwa mereka sudah sampai di tujuan mereka. Pintu lift kemudian terbuka dan memperlihatkan sebuah lorong sepanjang 30 meter. Lorong tersebut di jaga ketat oleh 10 personel penjaga yang berbaris rapi.

Di ujung lorong, terlihat sebuah pintu ganda berwarna merah tua yang terbuat dari kayu mahoni. Terlihat besar dan kokoh.

Rei dan Aiden berjalan menuju pintu tersebut. Tepat di depan pintu, seorang penjaga yang memegang sebuat tablet telah menunggu mereka. Mereka memberikan kartu identitas mereka kepada penjaga tersebut untuk dipindai sekali lagi.

Setelah pemindaian berhasil, dan izin telah mereka dapatkan, Penjaga tersebut menekan layar tabletnya. Sesaat setelah itu, pintu ganda didepan mereka terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan berbentuk lingkatan yang tertata rapi dan nyaman. dengan sebuah meja besar berwarna cokelat tua tepat berseberangan dengan pintu.

Di balik meja tersebut, Seorang Laki-laki paruh baya berpakaian rapi dan mengenakan mantel panjang, sedang disibukkan dengan berkas-berkas dimejanya. Pria itu, tidak lain dan tidak bukan adalah A.M. Di sebelahnya, berdiri perempuan berambut cokelat panjang, berkaki jenjang, dan berseragam layaknya ajudan pada umumnya

Menyadari dua orang berdiri di depan pintu, A.M. menoleh ke arah mereka. Kemudian dengan sebuah gestur jari telunjuknya, A.M. meminta mereka untuk masuk. Seiring mereka berjalan masuk, pintu di belakang mereka tertutup. Aiden dan Rei lalu berdiri siap didepan meja A.M.

"Aku tidak ingin berlama-lama, jadi aku akan langsung pada intinya." Kata A.M. dengan suara beratnya.

"Pertama, Aku menunggu laporan dari SACT-y tiba dimejaku segera. Kedua, Aku memanggil kalian kesini untuk memberikan misi terbaru kepada kalian berdua."

"Interupsi, pak." Ujar Aiden. "Apa alasan Anda memanggil Kami, Kapten dari SACT-y dan BlackRose, karena Anda butuh 2 tim untuk menyelesaikan misi ini ?"

"Sebenarnya, Aku hanya meminta kalian berdua untuk melakukan misi ini."

Ajudan A.M. kemudian menyerahkan berkas dalam amplop cokelat kepada Aiden dan Rei. Mereka lalu membaca membuka amplop tersebut dan mulai membaca isi berkas tersebut.

下一章