Kai menghampiri anneth yang terlihat tengah menjaga keempat pasang sepatu milik langganannya, padahal kai tidak memerintahkannya seperti itu.
"Ini untukmu supaya tidak bosan " ucap kai pada anneth seraya menyodorkan mainan bongkar pasang yang dia beli tadi pada anneth.
Tangan anneth menerima mainan yang kai belikan untuknya.
"Gambarnya cantik " ucap anneth, "apa aku harus menyimpannya di pas foto? "
Awalnya kai terheran, lalu tawanya kemudian muncul.
"Kamu tidak tahu itu apa? " tanya kai.
"Ini gambar orang dengan bajunya " jawab anneth dengan polos, dia menjawab setelah dia menggunakan visualnya.
Lagi-lagi tawa kai muncul untuk menertawakan kepolosan anneth, dia lalu mengambil kembali mainan yang sudah dipegang anneth.
"Ini mainan bongkar pasang! " ucap kai duduk disamping anneth, dia membantu anneth melepaskan masing-masing gambar dari kotaknya.
"Owh, jadi gambarnya bisa dilepas! " anneth terkesima dengan mainan yang kai belikan untuknya kali ini.
"Itu kenapa mainan ini disebut mainan bongkar pasang " jelas kai, "wanita dan anaknya bisa memakai baju yang kamu suka "
lalu kai menyematkan pakaian di gambar sosok wanita.
"Wah keren sekali! " anneth lagi-lagi memekik kesenangan, dia menemukan banyak hal baru yang menakjubkan untuknya.
Setelah dia tahu cara penggunaan dari mainan itu anneth mengambil alih mainannya dan mulai bermain.
"Terima kasih " ucap anneth pada kai senang, tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu dan menoleh ke arah kai.
"Kamu sengaja membelinya buatku? " tanya anneth.
"Iya " kai mulai mengambil sepatu kedua yang akan dia semir sekarang.
"Jadi jumlah uangmu berkurang sekarang? " lagi-lagi anneth bertanya.
Kai tersenyum kecil, "tidak apa-apa, hanya seratus rupiah jadi anggap saja itu adalah upah dariku karena kamu mau menjaga sepatu ini! "
"Benarkah? " anneth bernada tinggi, "jadi sekarang kamu itu pacar sekaligus bos aku! " Setelah selesai bicara dia kembali fokus pada maianan baru miliknya.
Kai mengerutkan dahinya mendengar kata 'pacar' yang disebutkan anneth, dia selalu menganggap anneth seperti adiknya sendiri saat ini. Tapi karena dia tahu jika kali ini dia menjawab satu kalimat anneth akan kembali melayangkan pertanyaan dengan beribu-ribu kalimat pertanyaan. Dan itu akan membuat pekerjaannya akan selesai lebih lama.
"Nanti malam di desa kita akan mengadakan perayaan satu muharam " ucap kai keika dia selesai dengan sepasang sepatu keduanya.
"Perayaan seperti apa? " tanya anneth terheran.
"Kami akan berkeliling desa dengan membawa obor " jawab kai, "semua penduduk desa biasanya ikut merayakan "
Kedua mata anneth membulat, dia begitu antusias ingin ikut.
"Apa aku boleh ikut? " tanya anneth.
"Tentu saja " jawab kai, "kalau kamu mau ikut aku akan menjemput kerumahmu jam tujuh malam nanti "
"Acaranya malam hari? " suara anneth memelan, wajahnya seketika berubah menjadi sedih.
"Kenapa acaranya harus malam hari? " anneth bernada sedih, "kenapa tidak siang atau sore hari? "
Kai tertawa kecil, "cahaya obor di malam hari itu sebagai perumpamaan ilmu agama yang kita pelajari, akan selalu menerangi jalan kehidupan seluruh manusia "
"Kalau siang hari membawa obor itu bukan mau perayaan, tapi mau membakar sampah di kebun! " tawanya kembali muncul setelah bicara.
Anneth memajukan bibirnya karena kecewa, tapi kecewanya bukan karena jawaban kai. Adalah hal yang belum pernah dia lakukan meminta ijin pada orang tuanya untuk pergi keluar dari rumah di malam hari.
Ini adalah kesempatan untuknya melihat perayaan yang belum pernah dia lihat selama tinggal di kota.
"Boleh, tapi jangan pulang larut malam! " ibu anneth memberikan ijin pada kai yang akan membawa anneth ikut perayaan satu muharam di desa mereka.
Anneth begitu tidak sabar menunggu waktu yang ditunjukkan oleh jam di dinding ruang tidurnya menunjukkan pukul tujuh malam.
"Masih setengah jam lagi! " suara ibunya terdengar di ujung pintu kamarnya, dan menghampiri anneth yang sudah bersiap.
"Pakai baju hangatnya " dia lalu membantu anneth memakaikannya, "udara malam diluar itu dingin sekali, kalau tidak pakai baju hangat nanti kamu bisa sakit! "
" Ibu " panggil anneth.
"Iya "
"Kenapa aku tidak boleh ikut sampai selesai? " tanya anneth, "besokkan hari minggu, sekolah libur dan aku bisa bangun tidur lebih siang karena malam ini aku tidur larut malam "
Senyuman terlihat di wajah ibu, "tidak boleh, karena kamu tidak terbiasa seperti itu! "
"Kamu lakukan saja apa yang ibu katakan, atau kamu tidak boleh pergi! "
Anneth memainkan bibirnya, dia sudah tidak dapat membujuk lagi ibunya itu. Jadi, daripada dia penasaran karena tidak bisa mengikuti perayaan itu lebih baik dia menurut saja dengan syarat yang disebutkan oleh ibunya.
Bibir anneth tersenyum lebar ketika kai datang dengan satu temannya yang sudah memegang satu obor di tangan masing-masing.
"Aku berangkat, bu! " teriak anneth sambil berlari ke arah kai.
"Hati-hati sayang,,, "
"Iya " anneth berteriak sambil melambaikan tangannya ke arah ibu yang berdiri di depan pintu rumah mereka.
Anneth berdiri di samping kai sambil terus membandingkan obor miliknya dengan miik kai dan sahabatnya.
"Kai, kenapa oborku kecil sekali? " tanya anneth terheran, "yang kamu pegang sama dengan milik temanmu dan yang lainnya
! "
Kai tertawa tanpa suara, "aku sengaja membuatnya seperti itu "
"Tanganmu kecil dan lembut, kita akan memegang obor sepanjang kita berkeliling desa " sambung kai, "aku takut tangan kamu akan sakit nanti kalau terlalu besar "
"Owh begitu " anneth mengerti dan lalu tersenyum lebar, mereka lalu masuk ke dalam barisan penduduk desa yang sudah bersiap untuk membawa obor dan berkeliling desa merayakan kebahagiaan mereka menyambut satu muharam.
"Rara! " teriak anneth seraya melambaikan satu tangannya ke arah sahabat satu kelasnya itu.
Rara yang juga mengikuti acara itu menghampiri anneth.
Kai menoleh ke arah anneth yang tiba-tiba bersin, sepertinya karena udara malam semakin dingin anneth jadi bersin-bersin seperti itu.
"Aku boleh ikut rara? " anneth menghampiri kai yang berdiri di tengah lapangan menunggu sebuah acara ceramah dari pemuka agama selesai mereka berkeliling desa.
"Rara bilang di sana banyak anak-anak perempuan " setelah berkata inipun anneth kembali bersin dan karena dia sering menggosok hidungnya karena gatal terlihat memerah.
"Tidak boleh " kai melarangnya, "sebentar lagi aku akan mengantarmu pulang "
"Tapi aku mau lihat sebentar " rengek anneth, dia melihat ke arah jam tangan yang dipakainya menunjukkan pukul sembilan, tapi dia merasa terlambat beberapa menit saja mungkin tidak akan membuat ibunya marah.
"Tapi aku sudah berjanji pada ibumu, kalau kamu harus pulang jam sembilan " kai lalu meraih satu tangan anneth, "bermain dengan rara bisa besok pagi "
Anneth bertahan pada posisinya, dia mencoba bertahan agar kai tidak bisa membawanya pulang.
"Nanti aku tidak akan membawamu lagi ke acara lain! " kai mengeluarkan ancamannya.
Anneth tertunduk dan akhirnya dia harus mengalah, karena dia tidak mau kai marah padanya dan tidak mengajaknya lagi ke acara yang menurutnya lebih seru dari menonton acara di televisi.
Sepanjang perjalanan pulang anneth terus bersin dan lagi-lagi menggosok hidungnya hingga memerah, kai semakin khawatir dengan keadaan anneth. Dia tidak tahu menahu sakit yang ada pada anneth tapi dia merasa kasihan pada sahabatnya yang terlilhat kelelahan karena bersin-bersin yang terus menerus...