😆 Buat yang suka karya ini, I'm excited too! Tapi jujur agak susah nulisnya. Karena enggak ngandelin imajinasi+ pengetahuan umum doang, tapi Mile x Apo udah bikin AU sendiri guys! Aku cuma nulis berdasarkan momen real mereka (walau gak tahu juga urutannya bener apa enggak) Jadi, sabar ya. Slow update karena aku nyari informasi dulu soal mereka. Yang ngerasa cepu MileApo boleh dong ngobrol wkwk.
Bangkok, Thailand.
____________________
____________________
TRAN gelagapan usai menelpon Mile. Pasalnya dia kelewatan memberi salinan dokumen aktor mana saja yang menjadi saingan Mile nanti dalam proses casting. Dia berjanji segera mengirimkannya, apalagi tinggal sehari sebelum naik tes. Untung, Mile adalah sosok yang humble, walau agak kecewa dari sisi profesional, dia tetap memaafkan.
"Iya, tak apa. Cukup segera kirimkan saja. Kalau tidak hardcopy, tak masalah dengan versi file. Yang penting aku tahu isinya," kata Mile. Usai bermain gitar bersama teman-temannya, lelaki itu pun pulang ke rumah. Dia cukup puas karena tadi sambil nonton drama lama juga. Lalu membuka ponsel saat baru masuk ke kamar.
Click! Click! Click! Click!
"Hm? Sudah dikirim rupanya," gumam Mile. Dia pun menyempatkan diri langsung duduk memeriksa notifikasi ponsel, padahal baru meletakkan gitar. "Kira-kira siapa saja ...."
Mile pun menelusuri setiap foto dan data diri para aktor di dalamnya. Banyak juga, wow ... mereka rata-rata tampan dan tinggi. Dan karena projek ini memang membutuhkan laki-laki 90%, Mile akui tidak menemukan banyak hal menarik hingga matanya terpaku pada satu foto.
"Hei, dia ini kan yang ...." suara Mile berhenti. Dia tercenung cukup lama karena ingatannya langsung segar. Benar, Apo Nattawin Wattanagitipat. Sosok yang pernah berseliweran di halaman gedung universitas selama dirinya kuliah. Tertawa ramai bersama teman-temannya ketika Mile wisuda. Bahkan sempat menabrak seorang wanita di sebelah sangking hiperaktif sekali.
BRAKH!
"Aih, maaf! Aku tidak sengaja! Apa aku tadi menyikut badanmu? Maaf ya ...."
Saat wanita berparas wisuda seperti Mile itu melengos, dia hanya melihat Apo dari kejauhan. Ha ha. Lucu sekali ekspresinya ketika merasa bersalah. Apalagi Apo hanya cengengesan sebelum melambaikan tangannya kepada si wanita.
"Maaf, ya ... he he he. Janji tidak akan kuulangi lagi--setidaknya padamu," kata Apo lalu kembali asyik mengambil foto teman-temannya.
"Hm, aku yakin dia pernah jadi juniorku dulu," kata Mile. Dia mudah ingat karena Apo terjun dalam dunia hiburan lebih cepat daripada Mile, sehingga di kalangan universitas, lelaki itu pernah jadi pembicaraan diantara junior-junior sepantarannya.
Hanya sepintas, sih. Mile tidak banyak me-notice soal Apo kecuali mengakui sosok itu memang tinggi, manis, dan tampan. Pantas kalau gadis-gadis cukup mengidolakannya.
"Mile, sini! Mae mau berfoto denganmu!" kata sang ibunda saat itu. Hal yang mendistraksi Mile dari Apo. Lalu menoleh ke belakang untuk tersenyum kepada Nathanee.
"Oh, iya, Mae! Aku datang," kata Mile. Dia pun menerima buket bunga dari sang ibunda, kemudian mereka mengabadikan banyak momen bersama.
"Ha ha ... agak lucu tapi meresahkan juga," kata Mile. Dia pun membaca data diri Apo sekali lagi. Layar ponsel sampai lupa dia scroll ke aktor lain, lalu dia merebahkan diri di sofa untuk membaca lebih teliti. "Dia masuk di peran Kinn juga, huh? Bisa jadi saingan beratku kalau begitu."
Seketika, Apo pun ditandai Mile sejak saat itu. Sebagai rival, bahkan membuat Mile latihan mendalami peran Kinn lebih keras daripada biasanya.
Mungkin karena Apo punya pengalaman lebih banyak darinya soal dunia entertainment, Mile jadi agak gentar. Apalagi bukan hanya akting, tapi juga modelling dan lain-lain. Rasa-rasanya Mile pernah melihat muka Apo dipajang entah di majalah apa, dan dia merasa harus dapat peran Kinn apapun yang terjadi.
Mile bahkan berdiri berjam-jam di depan cermin untuk melatih dialog, dan dia harus mengunci kamar untuk itu agar merasa aman dan nyaman. Meski ketika selesai berlatih, Mile baru merasa konyol.
Kenapa?
Sebab Apo bukan saingan utamanya di peran Kinn. Ada sederet aktor lain juga yang namanya ditaruh dalam daftar potensial. Dan itu berlaku untuk dirinya juga. Lagipula, Apo masuk dalam 4 peran. Kinn, Porsche, dan dua lainnya Mile tidak terlalu perhatikan.
Yang pasti Apo berbahaya. Mustahil Mile membiarkan sang junior memenangkan persaingan ini, tak peduli apakah Apo menyadarinya atau tidak.
Ckrek! Ckrek! Ckrek!
Mile bahkan sempat mengambil mirror selfie beberapa kali untuk memastikan dia memiliki postur yang bagus untuk Kinn Anakinn, walau setelahnya tertawa sendiri.
"Hei, aku ini sebenarnya kenapa," gumam Mile setelah persiapan pergi tidur. "Bisa-bisanya sebegini kepikiran."
Bagaimana pun, postur Apo juga sama bagus. Lebih-lebih sangat tampan, jika dibandingkan dengan aktor lain. Dia memang bisa saja menyabet peran apapun sesuai keinginan director dan juri casting agensi, jadi Mile mewajari diri sendiri.
Yang tidak Mile sangka adalah, keesokan hari Apo memilih duduk di sebelahnya saat menunggu antrian tes, dan lelaki itu fokus kepada script naskah daripada sekitarnya.
Apo membaca-baca banyak dialog sekaligus, dan membolak-baliknya dengan wajah serius. Mile sampai nge-blank sesaat karena sang rival sangat dekat, lalu menoleh sesekali kepada lelaki itu.
"Bukankah dia suka tertawa," batin Mile. "Tapi, rasanya susah sekali mengajaknya bicara."
Namun, diantara semua itu, kegentaran Mile semakin menjadi karena Apo lebih tampan dari dekat. Dia beda jauh dari foto, apalagi hidungnya teramat mancung dilihat dari sisi manapun.
"Oh, aku harus menandai ini juga," kata Apo tiba-tiba. Dia mengambil pulpen dalam saku, lalu menggaris bawahi beberapa bagian dialog.
Dengan tekanan yang besar di sekitar, Apo bahkan tidak tertarik memerhatikan kamera backstage yang bergulir di tempat itu. Dia fokus seperti akan ujian, sampai pulpennya tergelincir ke lantai.
Prakh!
Dan letaknya di sebelah kaki Mile.
Bagus sekali. Daripada tegang, Mile pun memungut benda itu untuk bicara dengan Apo. Dia berharap bisa mencairkan suasana diantara mereka. Lalu mengulurkannya. "Ini, punyamu."
Apo pun refleks tersenyum tipis. "Terima kasih--huh? Phi?"
Oke, yang satu ini tidak Mile sangka. Apo mengenalinya? Mile pun refleks tersenyum juga.
"Ya, hai," kata Mile. "Sudah lama sekali rasanya. Bagaimana kabarmu?" tanyanya. Lelaki itu lega karena raut ceria Apo langsung keluar.
"Baik, baik," kata Apo. "Phi juga bagaimana? Maaf, aku tidak memperhatikan kau di sebelahku."
Ah, serius? Mile pun menahan dirinya untuk tidak bersikap berlebihan. "Aku baik," katanya. "Hm, tidak apa. Walau aku tadi juga penasaran kau masih ingat padaku atau tidak."
"Heh--iyakah?" kata Apo. Lalu nyengir sekilas. "Tidak kok. Aku masih ingat. Phi kan yang dapat banyak bunga pas wisuda dulu. Aku sampai heran karena yang lainnya tidak sampai begitu."
Untuk beberapa alasan tak jelas, Mile pun bingung karena Apo juga me-notice dirinya pada momen itu. Padahal, seingat Mile, Apo langsung berlari menjauh setelah berfoto-foto. Dia bahkan pergi ke spot lain sebelum Mile menghampiri sang ibunda. Jadi, agak ....
"Iya, itu dari saudara-saudariku," kata Mile. Senyumnya lebih lebar tanpa sadar. "Mereka, yeah ... senang aku lulus, jadi ikutan memberi selamat."
"Oh ...."
Mile pun mengalihkan topik segera dari pembahasan saudara. Dia ingin bicara dengan Apo lebih banyak, dan jangan sampai seseorang terlalu melihat backing keluarganya. Ini ranah seni, pikir Mile. Bukan bisnis atau apa. Dia tidak mau meremehkan siapa pun, meski jelas-jelas orang sini sempat sungkan melihatnya masuk karena dari keluarga terhormat.
Well, kecuali Apo yang bahkan katanya tidak sadar mengambil tempat duduk di sisinya.
"Nomor urut 014, Apo Nattawin Wattanagitipat," panggil Tran tiba-tiba. Pembicaraan mereka pun terputus, sebab Apo harus segera masuk untuk mendapatkan peran yang sesuai untuknya.
"Ah, iya. Saya," kata Apo. Lalu tersenyum kepada Mile sebentar. "Kalau begitu, permisi dulu, Phi. Aku masuk."
"Oh, iya. Good luck," kata Mile. Apo pun beranjak dari duduknya, lalu masuk untuk menghadapi para juri agensi.
Ngomong-ngomong, hei ... Mile baru sadar dirinya tidak memikirkan persaingan lagi setelah mereka berdua bicara. Dia sampai menggaruk pelipis karena heran, lalu terkekeh-kekeh. "Bicara dengannya tidak buruk juga," kata Mile. "Kurasa kita bisa mudah sejalan."
Bersambung ....
Soal puplen jatuh, itu aku ngayal aja ya. Gatahu bener apa kagak. Soalnya Apo keliatan bawa pen, sementara Mile enggak. Dan kalau kalian perhatiin foto-foto wisuda Mile, buket bunga yang dia bawa itu gonta-ganti. Gilak! Kadang pink, kadang putih ijo, kadang juga model lain. Belum lagi yang nangkring di atas kepalanya itu. [Lihat buket ini beda juga dengan yang di atas]
Well, Mile mungkin enggak punya fans sebanyak Apo, tapi keluarganya cuy ... aku ngarang aja yang ngasih buket-buket itu mereka. Anak konglomerat! Arrrrgghh!