webnovel

BAB 1: CASTING PERAN KINN ANAKINN

Kalasin, Thailand.

____________________

"Phi Mile ... Phi Mile ... hari ini kelihatannya senang sekali. Kau sedang memikirkan apa?" tanya Nathanee. Pada akhir pekan, wanita itu menoleh kepada sang putera kesayangan, padahal tadinya sibuk menata bunga.

Mile pun tersenyum lebar sebagaimana cara dia mengekspresikan rasa senangnya secara khas. "Casting, Ma. Belum tahu juga jadi atau tidak. Tapi aku sedang membaca-baca naskahnya," kata pria bernama lengkap Mile Phakphum Romsaithong itu. Dari depan akuarium, dia menjejeri sang ibunda dan malah ikut menata bunga.

"Lho? Tidak dilanjutkan baca naskahnya?" tanya Nathanee.

Mile nyengir, lalu mencium pipi ibundanya. "Nanti saja lagi. Sekarang aku mau me time dengan Mae-ku yang cantik."

"Ha ha ... ada-ada saja kau ini."

Begitu Mile menata bunga, Nathanee justru mengambil tumpukan naskah puteranya. "Boleh kulihat sebentar, ya ...."

Mile tidak menjawab, tapi tersenyum saja. Kedua matanya fokus kepada bunga, dan hanya mereka berdua lah orang yang di ruang tengah tersebut.

"Oh? Genre BL?" tanya Nathanee dengan kening mengernyit.

Dengan santainya, Mile menggelitiki pipi ibundanya dengan mawar mawar. "Aku ingin coba sesuatu yang baru. Tapi tentu ceritanya harus bagus. Kebetulan mafia-mafia belum banyak menonjol di siaran kita."

"Oh, benar ...." kata Nathanee. Lalu membolak-balik naskah tersebut. "Kinn dan Porsche, huh? Memang belum pernah ada."

"Kann ...."

"Hmm ... Vegas sepertinya tokoh yang tak kalah menarik," kata Nathanee. "Memang kau ingin jadi yang mana? Apa putera Mae sanggup memerankan mafia?"

"Ha ha ha. Soal itu, Mae harusnya berdoa kencang untukku, kan?" kata Mile. "Aku bisa jadi terbaik dalam tokoh apa saja."

Nathanee tersenyum lebar dengan kepercayaan diri puteranya yang luar biasa. Dia kemudian meletakkan kembali naskah tersebut, lalu mengerjakan hobinya bersama Mile. "Ya, ya. Mae pasti banyak-banyak berdo'a untukmu, untuk yang terbaik selalu," katanya. "Lagipula, tidak buruk kalau melebarkan sayap. Tapi jangan lupa dengan tugasmu. Keluarga tetap nomor 1."

Mile pun mengesun pipi ibundanya lagi. "Kalau aku dapat tokoh utama apa dapat hadiah?" katanya, lalu tersenyum separuh licik, separuh menguji kegemasan Nathanee.

Oh, lihat dia. Puteranya Mile Phakphum Romsaithong yang sudah berumur 27. Di perusahaan boleh saja tampil hebat, atau sangat berhasrat dengan hobi seni-nya. Tapi saat menjadi seorang putera, Mile pun menyusut jadi bocah kapan saja di depannya.

"Oohhh ... kau ingin hadiah, Sayang?" tanya Nathanee dengan senyum khas yang keibuan. "Lalu, apa yang akan Mae dapat kalau kau jadi tokoh utama? Hadiahnya bisa rugi kalau tidak dapat yang setara."

Mile hanya tertawa-tawa. Sejak kecil, dia dididik dalam keluarga yang bergerak dalam bidang bisnis yang bercabang. Ayah dan ibunya, bahkan saudara-saudaranya ... secara sukarela diarahkan kemana ingin pergi, tetapi diwajibkan untuk mengerti, bahwa menjadi bahagia harus dilengkapi dengan tanggung jawab atas peran keluarga. Maka, di usianya sekarang, Nathanee akan tetap mengingatkan Mile untuk jadi sosok pemenang dalam kehidupannya sendiri.

"Hmm ...." Mile tampak berpikir sejenak. "Kupikir investasi akan sangat bagus. Tapi, harus kupastikan dulu apakah kita punya peluang yang besar," katanya, lalu memandang naskah di meja. "Karena kulihat-lihat ... yang ini agak beda dari projek-projek lalu."

"Oh, pernah ada yang menghubungimu juga selain mereka?" tanya Nathanee.

"Hu-uh, beberapa. Kalau tidak 4, mungkin 5. Tapi aku kurang suka dengan storytelling-nya," kata Mile. "Yah, aku bukan profesional dalam menilai karya tulis. Tapi, mungkin hanya bukan seleraku saja."

Nathanee tampak senang dengan penilaian puteranya. Bagaimana pun, jika ingin menjadi pebisnis yang sukses, mereka harus tau apa yang jadi kebutuhan masyarakat. Namun, jika untuk karya seni, pasti siapapun inginkan angin yang baru. "Aaa ... jadi hadiahnya rahasia dulu," katanya. "Dan Phi Mile harus berusaha untuk projek ini kalau sudah memutuskan." (***)

Bukannya menjawab serius, Mile Phakphum justru membuat gestur photoshoot jadul dengan jari V di sisi pipinya. "Well, menurut Mae sendiri aku pantas jadi mafia?"

Nathanee pun membalas sama jenakanya. "Bem-bem! Kalau untuk membunuh musuh bisnismu, pasti jago," katanya dengan jari yang menembak. "Mae akan dengan senang hati menonton, jadi lakukanlah yang terbaik."

Mereka pun tertawa-tawa. Namun, daripada menyelesaikan bunga-nya, Nathanee malah memotret-motret sang putera kesayangan yang tampak begitu cerah hari ini. Ada apa sebenarnya? Tidak tahu. Apakah membaca naskah memang semenyenangkan itu? Atau akhir pekan Mile memang punya rencana lain setelah bermalasan selama siang?

Semua itu terjawab ketika malam hari, Mile keluar dari rumah dengan mobilnya. Sang putera kesayangan membawa gitar di jok belakang, lantas pergi tepat setelah makan bersama keluarganya. "Hati-hati ...." kata Nathanee dari balik kaca jendela. Memang kata-katanya tidak terdengar. Namun, Mile mengangguk pada sang ibunda sembari tersenyum manis.

"Dah."

Mile menatap pantulan wajahnya di cermin spion. Dia melajukan mobil dengan santai, dan melihat pemandangan jalan raya di sekitar. Hmm ... cukup ramai. Tapi cuaca dan suasananya tidak se-chaos dua hari lalu. Dia kini bisa santai menikmati lampu pada kanan kiri jalan, bahkan klakson yang berbunyi di sekitar.

Tinn ... tiinnn ... tiiin ....!

Namun, suara-suara itu mendadak terdistraksi oleh dering ponselnya sendiri. Mile pun memencet tombol terima di phone holder atas dashboard, lalu mengangkat panggilan.

"Halo, Khub," sapanya karena itu dari nomor baru. Hmm ... pasti dari pihak kolega kerja atau seseorang dalam projek barunya.

"Halo, Phi Mile. Saya Tran dari Filmania. Untuk jadwal berikutnya sudah kita tentukan, ya. Mohon bersiap untuk proses casting ...."