webnovel

(In)Sanity

*(R-18)!!! Yuna Akari, Sejak kecil sudah sendiri. Dia selalu sendiri dan tidak pernah ada seorang pun yang ingin bersamanya. Dia selalu di nilai aneh dan sangat Misterius dengan perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya. Dia di jauhi, Tidak dicintai, dan tidak di pedulikan. Kedua Orang tuanya mencampakkannya. Orang-orang menjauhinya. Membuatnya selalu..Menyendiri. Yuna Akari memiliki masalah Mental yang sudah ada di dalam dirinya semenjak kecil, Yaitu merasakan rasa bosan yang amat cepat. JikaYuna tidak melaksanakan Hobinya setiap waktu yang sudah ia tentukan, Maka Yuna akan..Menjadi…GILA! Dan jika ada yang berani untuk menyakitinya, Yuna juga akan menjadi…GILA! Dari kecil ia sudah memiliki hati yang Kosong, Hampa, yang tidak dapat di isi oleh siapa pun. Lalu, Dia bertemu dengan seorang Malaikat. Seseorang yang dapat mengisi hatinya yang kosong dan hampa. Seseorang yang dapat menenangkan dirinya dari masalah Mentalnya. Tapi jalan untuk mendapatkannya tidak lah mudah. Selalu saja ada seseorang yang ikut campur dengan Malaikatnya. Selalu saja ada orang yang mendekati Malaikatnya. Selalu saja ada orang yang menghalangi jalannya untuk mendapatkan Malaikatnya. Dan orang-orang itu membuat Yuna Akari iritasi. Yuna akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Malaikatnya. Yuna akan melakukan berbagai macam cara untuk menghentikan orang-orang yang mencoba untuk mendekati Malaikatnya. Itupun jika dia harus.. MENYAKITI MEREKA SEMUA! Itupun jika Yuna harus… MEMBUNUH MEREKA SEMUA! ..Mereka tidak punya pilihan lain. ..Malaikatnya Harus menjadi miliknya. ..Menjadi milik Yuna Akari.

FHNorai · 灵异恐怖
分數不夠
41 Chs

Vol. 2 - CH. 3 - Part Four

"Aku...Mulai menjadi terlalu perhatian terhadap Yuna?"

"Memang benar kalau aku sangat perhatian terhadapnya dan bahkan akan melakukan apapun untuknya..."

"Tapi Yuna bilang aku sudah kelewatan dan sudah seperti orang tua yang terlalu perhatian kepada anaknya sendiri.."

"Apa benar begitu?"

"Tidak, tidak, tidak...Aku yakin ini sudah biasa...Atau aku sendiri yang tidak menyadarinya?"

Di rumah Yuna Akari, di dapur.

Dokter Agase kini sedang mencuci piring bekas Yuna sebelumnya sambil berbicara sendiri kepada dirinya mengenai perkataan Yuna sebelumnya.

"Hmm? Kalau diingat-ingat..Dulu ada pasien ku yang bilang kalau aku juga terlalu perhatian terhadapnya sampai dia menganggap aku sebagai ayahnya sendiri. Yaa, walau dia mengatakan itu sambil tertawa dan bercanda sih. Tapi...Apa benar aku sudah terlalu berlebihan kepada Yuna?"

"Aku rasa ini masih biasa. Atau memang benar kalau aku yang tidak menyadarinya?"

"Hmmm? Apa tingkat dari rasa perhatianku kepada pasienku itu semakin meningkat jika aku merawat mereka terlalu lama? Hmmm?"

"Memang benar jika setiap kali aku mendapatkan pasien dengan penyakit yang buruk, aku akan mengawasi mereka lebih dari yang lain. Mungkin disitulah perlahan-lahan rasa perhatianku meningkat ke pasienku. Yaaa! Mungkin saja karena itu! Ditambah lagi, Yuna yang memiliki luka yang sangat serius!"

"Yahaha! Mungkin karena itu!~ Aku legah dan senang telah berhasil menemukan jawaban dari perasaan aneh ku ini..Ya! Aku telah menemukan jawabannya"

Dokter Agase berteriak dan kegirangan sendiri di dapur, mengangkat tangannya tinggi keatas merasa sangat senang, sambil mencuci piring sampai-sampai dia sendiri lupa dengan apa yang sebenarnya dia lakukan sekarang dan untuk apa dia berpikir terlalu keras untuk masalah kecil seperti ini.

Dokter Agase pun tersadarkan kembali-

"...Apa yang sebenarnya sedang aku lakukan sekarang?"

"Merasa kegirangan hanya karena masalah kecil dan tidak penting seperti ini. Memangnya apa dan siapa aku ini? Anak SMA?!"

"Tunggu! Tidak, tidak, tidak..Itu masalah penting untuk perasaanku sendiri..Aku rasa.."

Setelah selesai mencuci piring, Dokter Agase memberikan Shiro makan. Dokter Agase memberikan Shiro makan makanan anjing yang layak dan sehat terbukti oleh dokter yang handal.

Setelah memberikan Shiro makan, Dokter Agase menuju kesalah satu pintu. Pintu yang selama ini dikunci oleh Yuna Akari dimana tidak ada satu orang pun selain Yuna yang dapat masuk kedalam ruangan itu.

Pintu itu adalah kamar dari kedua orang tua Yuna Akari yang selama ini menghilang. Namun Yuna Akari meyakini kalau kedua orang tuanya sudah lama mati karena dibunuh oleh pembunuh misterius 6 tahun yang lalu.

Dokter Agase berdiri dengan tegak didepan pintu kamar itu.

Dia hanya memelototi pintu kamar itu- Tidak. Lebih tepatnya memelototi tulisan "DILARANG MASUK!" yang menempel di depan pintu kamar itu.

Dokter Agase pun mendekat.

Dia mencoba untuk membuka pintu itu dengan normal. Dan tentu saja pintu itu tidak dapat terbuka.

Dokter Agase kemudian menempelkan kupingnya ke pintu itu. Dan tentu saja dia tidak mendengar suara apapun dari dalam kamar.

Dokter Agase kemudian mencoba untuk mencium bau yang berasal dari dalam kamar. Tapi-

"Aneh. Baunya tidak tercium lagi"

-Tidak ada bau yang tercium sama sekali dari dalam kamar tersebut.

"Baunya kadang datang dan pergi. Aku yakin kalau waktu itu, selama beberapa hari aku di rumah Yuna, aku mencium bau mayat dari dalam kamar"

"Tapi sekarang baunya sudah menghilang..Lagi"

"Sebenarnya apa...?"

Tidak memerlukan waktu yang cukup lama di depan pintu kamar itu, Dokter Agase langsung bergegas meninggalkan pintu kamar itu dan menuju ke ruang televisi.

Dokter Agase menyalakan TV dan memasang saluran berita.

Sambil menonton dan mendengarkan pembawa berita membacakan dan membawakan berita, Dokter Agase membaca buku, yaitu novel misteri kesukaannya.

Baru saja duduk di atas sofa di depan televisi-

DING DONG!

-Bell rumah berbunyi dan dapat terdengar dengan sangat jelas dari dalam rumah. Suara bell rumah itu berasal dari pintu depan rumah.

"Hmm? Ada seseorang kah?"

"Ampun. Mengganggu waktu istirahatku saja. Ini rumahnya Yuna loh. Maksudku, mengenal Yuna, siapa juga yang ingin bertemu dan memiliki keperluan dengan Yuna. Aku harap ini bukan sesuatu masalah yang penting"

"Mungkin hanya tukang pos- Tidak. Itu tidak mungkin juga. Siapa juga yang ingin mengirim surat atau memberikan paket kepada Yuna"

"Atau mungkin penjual keliling, dan lain sebagai macamnya. Apapun itu, lebih baik aku segera melihatnya. Suara bell ini menggangguku"

Dokter Agase menaruh novel yang baru saja ia ingin baca di atas meja dan tidak mematikan televisinya.

Dokter Agase pun mendekati pintu depan rumah untuk memeriksa siapa yang datang.

DING DONG!

Bell itu terus-menerus berbunyi karena belum ada satupun yang datang untuk membuka pintu dan menyambut orang yang datang.

"Ya, ya. Tunggu sebentar!" Ucap Dokter Agase sambil jalan mendekati pintu.

Dokter Agase membuka kunci pintu tersebut, kemudian membukanya.

"Ya, ada apa-"

Di saat Dokter Agase membuka pintu depan tersebut dan melihat siapa yang baru saja datang, Dokter Agase justru terkejut melihat siapa yang datang.

"K-Kau...!?-"

...….

Aku berlari dengan kecepatan penuh menuju ke satu tujuan, yaitu ke rumah Yuna.

"Aku hanya perlu meminta maaf padanya dan mengungkapkan seluruh perasaanku kepadanya, bukan"

"Itu mudah..."

"Itu mudah..."

"Benar...'kan?"

Dikala aku sedang memikirkan itu, tiba-tiba lariku perlahan mulai melambat dan lama-lama terhenti.

Aku berhenti berlari begitu saja. Aku berhenti di depan taman bermain anak-anak dan berdiri tegak tepat di pintu masuknya.

Aku kemudian berpikir kembali. Mengenai apa meminta maaf kepada Yuna itu semudah itu?

Tiba-tiba saja..Ini mengganggu pikiranku.

Aku justru menjadi..Tidak begitu yakin.

Aku justru menjadi khawatir.

Aku menjadi kebingungan untuk bagaimana cara aku dapat meminta maaf kepadanya dan bagaimana cara menyampaikannya.

Apa benar dia akan memaafkanku begitu saja?

Tentu saja tidak, bukan.

Tidak mungkin semudah itu.

Lalu apa yang harus ku lakukan? Agar dia mau memaafkanku selain mengucapkan permintaan maafku kepadanya saja.

Aku tidak mungkin datang begitu saja dan langsung mengharapkan semuanya selesai begitu saja, bukan.

Pasti ada cara lain yang dapat membantuku memudahkan masalah ini.

Yuna pastinya tidak mungkin akan memaafkanku begitu saja kalau aku hanya mengcapkan permintaan maafku padanya.

Lalu apa yang harus ku lakukan?

Aku...Kebingungan.

Aku...Bimbang.

Aku sekarang...Justru tidak tahu apa yang harus ku lakukan.

Aku sebelumnya sangat yakin soal ini..Tapi sekarang justru merasa sangat khawatir..

Dan sedikit ketakutan.

Aku takut kalau ini tidak akan berhasil.

Aku takut kalau Yuna tidak akan memaafkanku.

Aku takut Yuna justru akan semakin..

Membenciku.

Apa yang harus ku lakukan?

Disaat aku sedang berpikir dengan sangat keras mengenai langkah-langkahku untuk meminta maaf kepada Yuna, aku dapat mendengar suara gadis kecil yang memanggil namaku. Dan aku sangat mengenal suara gadis kecil itu.

"Are...Kakak..Apa yang kakak lakukan disini?"

"E-Eh? Y-Yua? K-Kamu sendiri, apa yang kamu lakukan disini dan sekarang ini? Ini kan masih jam sekolah"

"Uuuhhhmm~ Aku yang bertanya terlebih dulu tahu!~"

Yang datang menghampiriku adalah adikku sendiri, Sakura Yua.

"A-Ahh..B-Benar juga..K-Kakak sedang...- Tunggu dulu! Yua yang paling mengkhawatirkan! Apa yang Yua lakukan disini? Yua kan seharusnya sekolah. SD belum pulang jam segini"

"A-Ahhh..Sebenarnya, sekolah dipulangkan lebih cepat dan lebih awal belakangan ini. Karena ada kasus kejahatan dimana-mana belakangan ini jadinya kami dipulangkan lebih cepat"

"Begitu, ya..EH!? Dan Yua bukannya langsung pulang malahan bermain ditaman dulu!"

"A-Aaahhh! Y-Yua Cuma ingin...K-Kakak sendiri kenapa tidak bersekolah sekarang?! Kakak belum menjawab pertanyaan Yua!"

"I-Itu...K-Kakak diminta oleh guru untuk..."

"Untuk?"

Sepertinya...

Aku tidak bisa berbohong kepada Yua.

"K-Kakak...Harus menemui Yuna"

"Kak Yuna. Kenapa?"

"I-Itu...."

Tapi mungkin, berbohong sedikit demi kebaikan di situasi seperti ini mungkin juga tidak masalah.

"...Y-Yuna..Sedang sakit dan aku diminta untuk membawakan tugas miliknya dari guru kepadanya"

"Heee..Begitu, ya" Yua pun percaya dengan mudahnya begitu saja dengan ucapanku.

"Boleh aku ikut?~"

"Tidak!" Tentu saja aku menolaknya.

"Uuuuhhhmmm~ Memangnya kenapa?~"

"Ini bukan urusan mu"

"Kak Yuna kan hanya sakit. Dan kakak kan hanya membawakan PR kak Yuna kepada kak Yuna. Lalu kenapa Yua tidak boleh ikut? Yua kan hanya ingin menjenguk kak Yuna"

"Yua diminta untuk langsung pulang sama guru, bukan. Lebih baik Yua langsung pulang saja demi keselamatan dan keamanan"

"Tapi kan sekarang Yua bersama kakak. Kakak kan kuat, jadinya aku merasa lebih aman kalau bersama kakak ketimbang sendirian di rumah"

"I-Itu..."

Perkataan Yua ada benarnya juga sih. Tapi tetap saja aku tidak mau Yua datang bersamaku ke rumah Yuna. Aku tidak mau Yua mengetahui kebenarannya.

Yua sama sekali tidak mengetahui reputasi burukku. Reputasiku yang Yua ketahui hanyalah reputasiku yang merupakan seorang petarung seni bela diri perempuan yang sangat kuat di sekolah.

Tapi tunggu dulu...

Mungkin Yua dapat membantuku.

Aku tetap tidak akan membawanya ke rumah Yuna, tapi mungkin dia dapat membantuku untuk mencari jawaban atas masalahku sekarang ini.

"O-Omong-omong..Yua..."

"Hmm? Ada apa kak?"

"B-Bagaimana caranya kau meminta maaf kepada seseorang?"

Entah kenapa..Pertanyaanku sangat bodoh.

"Hah? Yaa, Meminta maaf saja seperti biasanya. Itu tidak sulit"

Sudah ku duga kalau Yua akan menjawabnya se-simple ini.

Atau mungkin sebenarnya memang semudah ini namun aku terlalu memikirkannya dan terlalu berlebihan yang membuatnya menjadi sangat sulit untuk ku.

Mungkin saja memang seperti itu.

Jadi...Mungkin memang aku yang salah disini. Karena berpikir terlalu rumit. Dan karena aku yang tidak dapat tenang.

"Memangnya kenapa, kak? Kakak ada masalah dengan teman kakak?"

"A-Ahh..Y-Yaa..Semacam itu..."

"Ternyata. Yua kira kenapa. Kalau itu teman kakak maka akan ada sedikit perasaan canggung sih. Terkadang meminta maaf kepada teman dekat memang dapat membuat canggung..Dan sedikit malu. Karena teman dekat sendiri"

"B-Begitukah?"

"Itu yang Yua alami"

"Yua pernah..Bertengkar bersama teman Yua?"

"Tentu saja pernah..Walaupun bukan karena masalah yang begitu besar, namun masalahnya mengganggu hubungan pertemanan kita"

"Yua meminta maaf kepadanya?"

"Tentu saja. Awalnya Yua mungkin seperti kakak, bingung apa yang harus dilakukan. Bingung harus meminta maaf seperti apa. Dan bingung juga merasa khawatir apa dia mau memaafkan Yua atau tidak-"

Yua..Dia rupanya juga pernah sama sepertiku. Dia juga memiliki perasaan yang sama sepertiku pada waktu itu rupanya. Jadi aku memang tidak salah disini. Semua orang rupanya juga pernah merasakan dan mengalami perasaan seperti itu saat ingin meminta maaf kepada teman sendiri, ya.

Hmmm?

Tunggu dulu..

Teman?

Yuna...

Dia kan bukan...Temanku. Belum.

Lalu kenapa aku sudah memiliki perasaan seperti ini?

"-..Jadi..Yang Yua lakukan, untuk menghilangkan perasaan aneh itu, Yua langsung memberanikan diri Yua untuk meminta maaf kepada teman Yua"

"E-Eh? Langsung meminta maaf?"

"Un~ Yaa, mungkin pertama memang terasa sangat canggung sih. Dan sedikit sulit untuk mengucapkan permintaan maaf juga sangat sulit untuk melihat wajahnya"

"Begitu, ya..."

"Tapi Yua berhasil melawan situasi itu. Walaupun canggung. Walaupun sedikit malu. Walaupun ada kesulitan. Yua berhasil meminta maaf kepada teman Yua"

"Dan hasilnya?"

"Un~ Dia langsung memaafkan Yua~ Dan kamipun kembali seperti sebelumnya~ Bermain dan bersenang-senang seperti sebelumnya~"

"...Begitu, ya"

Ternyata...

Memang semudah itu.

Aku memang terlalu memikirkannya.

Tapi...

"Tapi...Apa yang harus kakak lakukan untuk semakin meyakinkannya?"

"Hmm? Apa maksud kakak?"

"Maksud kakak...Cara agar dia semakin yakin untuk dapat menerima permintaan maaf kakak"

"Heee..Yua tidak terlalu memikirkan itu. Yang Yua hanya pikirkan adalah meminta maaf saja seperti biasanya dan berharap dia mau memaafkan Yua. Itu saja"

"I-Itu saja...?"

"Un. Itu saja..."

...Ternyata.

Aku memang terlalu memikirkannya. Aku berpikir terlalu berlebihan dan membuatnya menjadi semakin rumit.

"Yuaaaaa..."

Dari arah area taman bermain anak-anak, datang gadis kecil lainnya yang memanggil Yua sambil berlari menghampirinya.

"A! Miya! Maaf, aku tiba-tiba pergi begitu saja. Aku datang menghampiri kakak ku yang bolos sekolah"

"OY!"

"Kakak mu?"

Gadis kecil itu melihat kearahku dengan manisnya. Dia kemudian membungkukan badannya sedikit kepadaku.

"S-Salam kenal. Aku Miya. Teman Yua"

"Salam kenal juga. Aku kakaknya Yua"

Gadis itu tersenyum kepadaku. Dia kemudian langsung berbicara kepada Yua dimana mereka berdua langsung menghiraukan keberadaanku disini sekarang ini dan sibuk dengan obrolan mereka.

"Mooo..Kenapa Yua tidak bilang terlebih dahulu kalau Yua ingin menghampiri kakak Yua? Aku kan jadi menunggu lama di taman~"

"Maaf, maaf~ Tiba-tiba saja Yua melihat kakak Yua jadinya Yua langsung berlari begitu saja~"

"Huuummm~ Seharusnya Yua mengajakku~ Aku tidak mau ditinggal sendirian lagi di taman tahu~"

"Maaf, maaf~ Yua janji tidak akan meninggalkanmu sendirian lagi~"

"J-Janji..."

"Un~ Tentu~"

Yua dan temannya pun berjabat tangan sambil tersenyum bersama.

Aku yang melihat ini..Merasa sangat damai berkat melihat moment imut yang seperti ini.

Dan saat aku melihatnya sekali lagi...Ternyata memang tidak sesulit itu.

Yang harus kulakukan hanyalah berani mengungkapkannya.

Mungkin aku memang hanya terlalu memikirkannya dan terlalu khawatir.

"A!~ Benar juga. Kak, apa boleh Miya bermain ke rumah?"

"Tentu saja boleh. Dengan begitu, kalian menjadi merasa semakin aman, bukan. Jika berdua"

"Benar kah~ Asik~ Kita main di rumah Yua saja yuk, bagaimana?~"

"Un~ Tentu~ Lebih aman di rumah sekarang ini~"

"Asik~"

"Nanti jika Miya ingin pulang, aku dapat mengantarkan Miya nanti"

"Tidak perlu kakak Yua. Miya dapat pulang sendiri nanti"

"Begitu kah. Miya yakin aman pulang sendiri?"

"Rumah Miya tidak terlalu jauh kok"

"Begitu, ya. Kalau begitu, selamat bersenang-senang~"

"Un~ Terima kasih~"

"Terima kasih, kak~ Ayo Miya~"

"Ayo~"

Dan setelah itu, Yua dan temannya pun berjalan bersamaan, sambil bergandengan tangan menuju rumahku dan Yua untuk bermain bersama.

Moment yang imut seperti ini sudah sangat cukup untuk menenangkanku dan memberikanku sedikit motivasi dan keberanian.

Melihat seberapa mudahnya mereka berbaikan dan saling memaafi, membuat kekhawatiranku sedikit dan perlahan menghilang.

Keyakinanku kembali terisi.

Aku sekarang menjadi sangat yakin kembali kalau Yuna akan memaafkanku. Walaupun mungkin tidak akan semudah itu dia akan langsung memaafkanku, tapi aku yakin dia mau memaafkanku.

"Baiklah! Ayo kita selesaikan masalah ini secepatnya"

Dengan begitu, aku pun kembali berlari dengan cepat menuju rumah Yuna.

...........

Di sekolah, di tangga yang menuju atap sekolah.

"Nee..Apa menurut kalian Zuka akan berhasil?"

"Hah? Datang darimananya perasaan negatifmu ini, Sara?"

"Yak, maksudku..Aku tidak meragukan Zuka, tapi aku merasa khawatir dengan Yuna"

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin Yuna ketakutan saja nantinya"

"Tiba-tiba orang yang sering membullynya datang begitu saja kepadanya di rumahnya. Bukan begitu maksud mu"

"Ya..Kurang lebih"

"Atau mungkin dia akan terkejut. Tiba-tiba mendapatkan kalau Zuka ingin meminta maaf kepadanya"

"Mungkin itu juga bisa"

"Aku harap situasi tidak menjadi canggung disana"

"Aku harap juga tidak begitu. Tapi...Yang kita ketahui dari Zuka sendiri.."

"Un..Pastinya akan menjadi canggung"

"Zuka itu tidak pandai berbicara lagi pula. Dia memiliki sedikit masalah dalam berkomunikasi dengan orang lain"

"Keahlian sosialnya sedikit rendah"

"Aku harap dia dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk meyakinkan Yuna"

"Kalian bisa tenang"

"Rezuki?"

"Aku rasa Zuka akan berhasil"

"Hooo..Darimana kau bisa begitu yakin?"

"Entah kenapa perasaanku mengatakan begitu"

"E! Tidak biasanya dari Rezuki. Biasanya kau langsung dapat mengetahui situasi dan kondisi juga psychologis orang lain"

"Sudah ku bilang tidak semudah itu tahu"

Dari arah bawah-

"Semuanya~ Niko sudah membawakan pesanan kalian~"

"Akhirnya tiba juga~"

"Saatnya makan, makan~"

"Kalian ini...Rasa khawatir kalian langsung hilang begitu saja..."

"Zuka belakangan, yang terpenting sekarang makan~"

"Bukannya kau sendiri yang memulai topik ini, Sara!"

.............

Akhirnya..Aku sampai. Di depan rumah Yuna.

Aku belum pernah ke rumahnya, namun aku tahu dimana alamat rumahnya.

Rumahnya biasa-biasa saja. Tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. Sebuah rumah yang layak untuk ditempati dan dihuni oleh satu keluarga normal.

Jantungku berdetak kencang.

Ketidak beranianku kembali menyerangku.

Kakiku sedikit bergemetar.

Keringatku mulai keluar dari wajahku.

Aku menelan ludahku.

Aku tahu aku mulai merasa sedikit takut dan tidak berani kembali. Namun, aku harus melawan situasi ini. Aku harus memberanikan diriku.

Aku melangkah maju. Secara perlahan. Mendekati pintu rumah Yuna.

Setelah aku sudah berada di depan pintu rumahnya, aku menarik nafasku dalam kembali, mengumpulkan segala keberanianku dan rasa percaya diriku kembali.

Setelah aku sudah merasa sangat yakin-

"Yosh!"

Aku pun mulai menekan tombol bell rumahnya. Namun aku tidak merasa cukup tenang rupanya. Aku justru terus-menerus menekan tombol bell rumahnya. Aku merasa masih sedikit kurang berani. Tapi ini semua sudah terlanjur. Aku harus bersiap.

Siapapun nanti yang datang membuka pintu dan menyambutku, aku harus bersiap dan mengatakan kepadanya tujuanku datang kemari. Dan jika itu Yuna yang langsung membukanya...-

-Aku harus semakin siap!

Lalu...

Setelah beberapa kali aku menekan tombol bell-

"Ya, ada apa?-"

Yang datang membuka pintu rupanya adalah seorang dokter yang sangat ternama di kota. Atau bahkan di negeri ini, yaitu Dokter Agase.

Rupanya memang benar kalau Yuna memiliki hubungan dengan Dokter Agase. Ini luar biasa mengejutkan. Untuk ku.

"-K-Kau...!?" Dokter Agase baru saja terkejut setelah melihat aku lah yang datang ke rumah Yuna.

"Selamat siang. Dokter Agase..Benar, 'kan?"

"E-Ehhh..Y-Ya. Aku memang Dokter Agase. Kalau tidak salah..Kau itu Ichika Suzuka, benar. bukan?"

"Ya. Aku Ichika Suzuka. Panggil aku Zuka saja. Sudah lama kita tidak bertemu, Dokter Agase"

Aku membungkukan tubuhku sedikit kepada Dokter Agase.

"A-Aahh, yaa..Sudah lama kita tidak bertemu. Kapan terakhir kali kita bertemu?"

"Setahun yang lalu, di Event Mix-Gender Death-Seum"

"Aahh..Event memalukan itu. Aku ingat sekarang. Bagaimana kabarmu? Baik?"

"...Kurang lebih. Dokter sendiri?"

"Aku cukup baik. Kau tidak perlu meragukan kesehatan seorang dokter sepertiku. Iyahahaha~"

Kelihatannya Dokter Agase sangat sehat dan baik. Dia sepertinya tidak memiliki masalah yang besar selama merawat Yuna. Aku sedikit legah dengan itu.

"Maaf, maaf. Karena tidak langsung mempersilahkanmu masuk kedalam. Silahkan masuk"

"Terima kasih banyak. Maaf jika merepotkan"

Aku pun masuk kedalam rumah Yuna..Untuk pertama kalinya.

Di dalam rumah Yuna terlihat sangat rapih dan bersih. Jadi selama ini seperti ini ya rumah Yuna. Benar-benar terawat dengan sangat baik.

Aku dan Dokter Agase pun menuju ke ruang tamu. Televisinya menyala dan berada di saluran berita.

Aku dipersilahkan duduk oleh dokter di salah satu sofa yang ada.

"Apa kau mau minum sesuatu?"

"Tidak. Tidak perlu repot-repot"

"Kau memerlukannya. Kau terlihat kelelahan"

"B-Begitu kah?"

"Kau berkeringat dan nafasmu sedikit berat. Aku rasa kau kelelahan"

"I-Itu...-" Sebenarnya..Ini karena rasa khawatir dan ketidak percayaan diriku sebelumnya.

"-Mungkin iya..." Tapi aku harus sedikit berbohong disini.

"Kalau begitu..Air putih saja cukup?"

"Y-Ya. Air putih saja sudah cukup, Dok"

"Baiklah. Mau yang dingin atau yang biasa saja?"

"B-Biasa saja..."

"Baiklah. Tunggu sebentar, ya, Zuka"

Dokter Agase pun pergi kebelakang untuk mengambilkan ku minuman.

Rumah ini cukup mengesankan. Rumah ini sangat nyaman. Walaupun ini rumah yang biasa-biasa saja yang dapat kau temukan dimana saja, namun rasanya rumah ini lebih baik dan lebih nyaman dari rumah biasanya yang lain. Bahkan untuk rumahku sendiri. Aku rasa aku ingin tinggal di rumah ini suatu saat nanti.

"Maaf telah menunggu lama"

Dokter Agase kembali ke ruang tamu dari belakang. Dokter Agase membawakan air putih hangat dan memberikannya kepadaku. Aku langsung meminumnya untuk sedikit menenangkanku.

Dokter Agase pun duduk di sofa yang berseberangan denganku. Lalu dari telievisi-

"Siang ini, kepolisian sudah berhasil menangkap beberapa orang yang diyakini memiliki hubungan dan bersekongkol dengan penjahat dan sekaligus pembunuh berantai Bare Fist Satsuji. Kepolisian sudah mendapatkan banyak informasi penting mengenai Bare Fist Satsuji dan diharapkan informasi-informasi ini dapat membawa mereka ke titik terang untuk berhasil menangkap Bare Fist Satsuji-"

Tiba-tiba, televisi itu dimatikan oleh Dokter Agase.

"Aku sedang tidak ingin mendengar berita soal Bare Fist Satsuji. Mengetahui apa yang terjadi kepada Yuna sekarang ini. Walaupun aku senang kepolisian akhirnya semakin dekat untuk menangkap penjahat keji itu"

Di saat Dokter Agase berkata seperti itu, yang dapat kurasakan sekarang hanyalah rasa bersalah dan sekejap mengingat kembali kejadian pada hari itu untuk sesaat. Aku berusaha untuk melupakannya dan menjadi untuk tetap tenang sekarang ini.

"Jadi..Ada perlu apa datang kemari, Zuka? Jujur saja, aku terkejut karena ada orang selain diriku dan Shikishima yang datang kemari untuk menjenguk Yuna"

"Shikishima?"

"Aahh, dia seorang kepolisian. Salah satu polisi terbaik yang pernah ada. Kau mungkin tidak mengenalnya, untuk sekarang, tapi nanti akan ku kenalkan. Jika kau mau"

"Begitu, ya"

Tidak kusangka Yuna bahkan memiliki hubungan dengan kepolisian. Jika begitu..Kenapa Yuna tidak pernah melaporkan kejadian pembullyan yang ia alami selama ini kepada kepolisian? Termasuk perbuatanku kepadanya. Ini sedikit membingungkanku.

"Apa...Yuna ada?"

"Dia baru saja tertidur"

"Begitu, ya. Apa dia akan bangun dalam waktu dekat?"

"Mungkin. Dia bukan orang yang suka tertidur untuk waktu yang sangat lama"

"...Begitu, ya"

"Jadi..Ada apa, Zuka?"

Aku sudah datang sejauh ini dan sudah berusaha semampuku untuk memberanikan diriku, mengumpulkan rasa percaya diriku, dan melawan kekhawatiranku. Aku harus mengatakan yang sejujurnya kepada Dokter Agase mengenai kedatanganku kemari.

"Sebenarnya...Aku datang kesini untuk meminta maaf"

"Meminta maaf? Kepada Yuna?"

"...Ya"

"Memangnya apa yang kau lakukan sampai ingin meminta maaf kepada Yuna? Kau bukan salah satu pembully yang membully Yuna, bukan? Aku tahu kau itu orang yang kuat, Zuka, dan aku yakin menyakiti Yuna hanya akan membuatmu cukup hina. Aku yakin kau tidak ingin menyakiti orang yang lebih lemah darimu, bukan"

Mendengar itu, aku hanya dapat merasa semakin bersalah. Aku hanya dapat menundukan tubuhku, mengepal kepalanku lebih erat lagi, dan mengeratkan gigiku lebih keras lagi.

Aku...Tidak bisa lari terus-menerus. Aku mungkin tidak akan memberitahunya mengenai perbuatanku kepada Yuna pada waktu itu, tapi aku akan menceritakan beberapa perbuatanku kepadanya.

Tapi...

Apa aku sanggup memberitahunya?

Kami berdua memiliki rasa hormat yang tinggi kesesama. Aku tidak ingin Dokter Agase membenciku dan menilaiku buruk seperti orang lain.

Tapi...

Apa boleh buat, jika sudah seperti ini. Aku harus memberitahunya.

"Sebenarnya..-."

"Ya?"

Aku mulai berbicara sambil sambil menundukan tubuhku.

"-..Sebenarnya..Aku seharusnya melindunginnya. Yuna"

"....."

"Aku seharusnya melindunginya dari segala macam kekerasan yang akan Yuna alami. Pembullyan, kekerasan, dan lain semacamnya. Aku...Seharusnya melindunginya. Tapi aku justru malah tidak"

"....."

"Hampir setiap hari..Yuna selalu disakiti oleh orang-orang..Dan aku selalu gagal melindunginya..Malahan-"

"Kejadian kali ini, Bare Fist Satsuji pelakunya. Kau tidak dapat mencegah itu atau bahkan mengetahui kalau itu akan datang. Lagipula Yuna diserang di malam hari saat ingin pulang ke rumah. Sedangkan kau seharusnya melindunginya saat berada di Sekolah. Ini bukan salah mu-"

"TAPI!-"

"....."

"-...Aku..Tidak dapat berbuat apa-apa...Malahan...-"

"....."

"-..Aku justru..Menyakitinya..."

Aku mengucapkannya. Mungkin masih kurang untuk membuat Dokter Agase mengerti, tapi aku harap dia dapat mengerti. Dan jika belum-

"Aku tahu kalau kau merasa bersalah karena gagal melindungi Yuna dari para pembully. Tapi hanya karena kau gagal melindungi Yuna, bukan berarti kau menyakitinya. Pembully itu lah yang-"

Aku mengeratkan gigiku semakin erat lagi, mengepalkan kepalan tanganku semakin kuat lagi, kemudian berbicara dengan keras-

"AKU MENYAKITINYA!"

Dokter Agase hanya dapat terdiam.

"Aku...Secara harfiah...Aku...Juga menyakitinya..."

"...Zuka...?"

"Aku tahu kalau kau kecewa terhadapku, Dokter. Ada sesuatu di dalam hatiku dan diriku yang tidak dapat ku mengerti..Tapi aku justru...Aku...-"

Aku menegakan tubuhku, melihat lurus ke arah dokter dan-

"Z-Zuka!?"

Aku..Mulai sedikit mengeluarkan air mata.

"-..Tolong aku...Dok..."

"Z-Zuka!? K-Kau tidak apa?! Kau kenapa?! Kenapa kau?!-"

"Aku...Tidak tahu kenapa..."

"Z-Zuka...."

"Aku seharusnya melindunginya, Dok. Tapi ada perasaan aneh yang selalu menggangguku setiap kali aku melihat Yuna dan aku tidak tahu apa itu. Aku...Merasa sangat ingin melindunginya dan menjadi semakin dekat dengannya..Namun..Aku justru malah menyakitinya. Aku...Tidak tahu kenapa aku melakukan itu...-"

"Zuka..."

"-..Setiap kali aku selesai menyakitinya, aku merasa sangat bersalah. Aku mengutuk diriku sendiri. Aku memegang kepalaku merasa sangat pusing. Aku marah dan kesal kepada diriku sendiri dan berpikir juga bertanya-tanya kepada diriku sendiri, 'Kenapa aku melakukan itu?' dimana aku selalu tidak mendapatkan jawabannya!"

"....."

"Aku bingung, Dok. Aku..Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak tahu sebenarnya aku ini kenapa. Aku...Sama sekali tidak mengerti perasaan aneh ini..."

"Zuka...."

Aku menundukan badanku sekali lagi.

Dokter Agase terlihat sedang mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia menarik nafasnya dalam kemudian mengeluarkannya, lalu setelah merasa sedikit tenang, dia mulai bertanya kepadaku.

"Untuk meluruskan..Apa benar, kau menyakiti Yuna?"

"Dokter sudah mendengarnya dariku sendiri"

"Dan..Kau tidak tahu kenapa kau melakukan itu"

"...Ya"

"Namun, kau memiliki perasaan ingin dekat dengan Yuna dan ingin bersamanya"

"...Ya. Itu rencana awalku. Tapi aku justru-"

"Zuka..."

"Hm?"

"Kau...Menyukai Yuna. Benar begitu"

"....EH?"

Seketika, aku berhenti meneteskan air mata. Jantungku berdebar dengan sangat kencang membuatku harus menyentuh dadaku untuk menenangkannya. Mataku terbuka lebar. Tubuhku menjadi tegak. Pandanganku lurus ke arah Dokter Agase. Dan apa yang dapat ku lihat adalah...-

Senyuman Dokter Agase.

Ini...Membuatku menjadi semakin bingung.

"K-Kenapa....?!" Tanyaku.

Dokter Agase masih tersenyum kepadaku.

"KENAPA DOKTER MALAH TERSENYUM?!?!" Aku berteriak kepada Dokter Agase karena merasa sangat bingung sekarang.

"AKU TELAH MENYAKITI YUNA! AKU GAGAL MELINDUNGINYA! AKU JUSTRU MALAH MENYAKITINYA! DAN KENAPA DOKTER MALAH TERSENYUM AKAN HAL ITU?! DOKTER SEHARUSNYA KESAL DAN MEMBENCIKU! LALU KENAPA!?"

"Aku kesal? Mungkin, Iya. Aku marah? Mungkin juga, Iya. Lalu..Apa aku membencimu? Jawabannya, Tidak"

"EH!? K-Kenapa???"

Dokter masih memasang wajah senyumnya. Dokter kemudian lanjut berbicara-

"Dari semua perkataanmu itu, pernyataanmu yang telah berani jujur berbicara kepadaku mengakui kalau kau telah menyakiti Yuna, sudah cukup untuk membuatku kesal namun aku juga menaruh rasa hormat kepadamu karena sudah berani jujur dan mengakui perbuatanmu. Bahkan ingin langsung datang menemui Yuna dan meminta maaf kepadanya. Itu tindakan yang sangat berani dimana belum ada orang lain yang berani melakukan itu. Satu orangpun belum ada"

"Lalu...Kenapa???"

"Kau juga bilang kalau kau memiliki perasaan aneh yang kau tidak ketahui terhadap Yuna, bukan"

"I-Itu..."

"Zuka..Itu perasaan suka mu kepada Yuna"

Aku hanya dapat terdiam dimana jantungku kembali berdetak dengan sangat kencang.

"Zuka..Kau menyukai Yuna. Alasan kenapa kau menyakitinya, tanpa kau sadari, itu mungkin karena rasa suka mu terhadap Yuna yang keluar tanpa sepengetahuanmu"

"Lalu...Kenapa aku harus menyakitinya? Padahal ada cara lain untuk menyampaikannya"

"Itu juga yang aku herankan. Tapi..Setelah mengenal sifat mu..Kau itu orang yang, Ummm..Bisa dibilang agak sadis dan frontal. Jadinya kau tidak dapat mengatur emosi dan perasaanmu. Kau tidak dapat mengaturnya dengan baik berkat emosi mu dan sifatmu yang sadis itu. Mungkin karena kau selalu bertarung dan bertarung hampir setiap harinya-"

"-...Kau selalu berhadapan melawan musuh-musuh yang kuat baik perempuan maupun laki-laki. Dan aku juga mengetahui sedikit masa lalu mu..Berkat kau yang menceritakannya kepadaku setahun yang lalu. Jadinya sifatmu yang seperti itu pun terbentuk. Kurang lebih begitu"

"S-Sifatku..."

"Zuka..Yang menjadi masalah bagimu adalah..Kau tidak tahu bagaimana dan harus seperti apa untuk mengungkapkan dan menyampaikan perasaanmu kepada Yuna. Dan akhirnya, tanpa kau sadari, kau dengan sifatmu yang seperti itu, justru menyakiti Yuna sebagai pelampiasan perasaanmu kepada Yuna yang selama ini kau pendam jauh didalam dirimu. Itulah yang menyebabkanmu menyakiti Yuna"

"A-Aku...Selama ini...Menyukainya...Yuna.."

"Ya. Kau hanya tidak menyadarinya saja"

"T-Tapi aku...Aku..."

Aku kembali menundukan kepalaku.

"Kau datang kesini untuk itu, bukan"

"Eh?"

"Kenapa? Kau lupa sendiri akan tujuan mu datang kemari. Selain meminta maaf, kau ingin menyampaikan seluruh perasaanmu yang sesungguhnya kepada Yuna, bukan"

"A-Aku...I-Itu..."

Dokter Agase masih tersenyum kepadaku lalu memberikanku saran-

"Mungkin akan sedikit agak kasar, tapi jika kau berdiri di depan pintu kamarnya, dia dalam sekejap akan terbangun"

"E-Ehh?"

"Yuna itu memiliki insting yang sangat kuat. Mungkin lebih kuat daripada dirimu. Walaupun di dalam tidurnya sekalipun. Jadi, jika kau tidak ingin menunggu lama, kau bisa langsung menemuinya di kamarnya. Percayalah, dia akan langsung terbangun"

"A-Apa dia akan memaafkanku?"

Dokter Agase masih tersenyum kepadaku, lalu menjawab-

"Aku berharap, Iya. Namun, sisanya tergantung dari kalian berdua nantinya"

"Begitu, ya..."

Aku mengusap air mataku menggunakan bajuku. Aku menarik nafasku dalam lalu membuangnya melalui mulutku.

"Apa kau sudah agak mendingan?" Tanya Dokter kepadaku dimana aku langsung menjawab-

"Ya. Kurang lebih"

"Kalau begitu...Pergilah! Temui Yuna di kamarnya! Jangan buat dia menunggu~"

"Ya. Aku akan berusaha semampuku"

Menurut Dokter Agase, kamar Yuna ada di lantai dua. Aku pun meninggalkan Dokter Agase di ruang tamu sendirian menuju ke lantai dua ingin menemui Yuna di kamarnya.

Sementara itu, Dokter Agase-

Dokter Agase mengeluarkan Handphone miliknya dari saku celananya ingin menelpon seseorang. Tetapi-

"Tidak. Belum saatnya. Ini masih kurang"

Dokter Agase pun menaruh handphonenya kembali ke kantung celananya.

...........

Ini dia.

Ini adalah pintu kamar Yuna.

Dokter Agase bilang kalau dia tidak mengunci pintunya. Jika aku mencoba untuk membuka pintunya, maka pintunya akan langsung terbuka dan aku akan langsung dapat melihat Yuna dari sini.

Jantungku berdetak kencang.

Nafasku berat.

Aku mulai berkeringat kembali.

Kakiku mulai bergemetar.

Saat aku berusaha untuk menjangkau gagang pintunya, aku dapat merasakan dan melihat tanganku yang bergemetar.

Pandanganku juga sedikit mulai menjadi buram.

Ini berat untuk ku.

Tapi aku harus melawannya.

Aku menggelengkan kepalaku mengusir pikiran negatif yang ada di dalam kepalaku.

Aku menarik nafasku dalam lalu membuangnya lewat mulut.

Aku menyiapkan diriku.

Aku berusaha untuk tetap tenang.

Dan ini lah saatnya...

"Baiklah!"

Aku...Menggapai gagang pintu kamar Yuna, membukanya, dan mendorong pintu itu agar terbuka.

Di saat aku membuka pintu kamar Yuna, aku dapat melihat dengan sangat jelas, Yuna yang melihat kearah ku dengan satu matanya yang terbuka sangat lebar dan menatap ke arahku dengan sangat tajam.

Hmmm?

Satu?

Mata?

Apa yang?-

Tidak. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu terlebih dahulu sekarang di posisiku yang seperti ini sekarang ini.

Dari tatapan Yuna tersebut, aku dapat mengartikan kalau dia sangat terkejut akan kedatanganku. Dan juga..Benar apa kata Dokter, Yuna langsung terbangun dari tidurnya begitu saja.

Jujur...

Ini menyeramkan. Pemandangan ini sangat menyeramkan.

Kamar Yuna yang sangat gelap, di saat aku membuka pintu aku dapat melihat Yuna yang sebelumnya tertidur dengan sangat pulas lalu langsung terbangun begitu saja, kemudian langsung menengokan kepalanya ke arahku yang baru saja datang dengan matanya yang berwarna merah menyala melotot terbuka sangat lebar menatap ke arahku.

Ini...

Sangat menyeramkan. Yuna ternyata...Bisa menjadi semenyeramkan ini rupanya. Aku tidak menyadarinya.

Apa aku ketakuan akan hal ini?

Jujur...

Iya.

Ini benar-benar menyeramkan dan dapat membuat bulu kudukku merinding.

Aku seolah-olah merasakan ada hal lain dari Yuna berkat moment ini.

Tapi...

Aku harus terus maju. Aku harus segera menyelesaikan masalahku dengan Yuna ini dan berbaikan dengannya.

Aku sangat ingin bersamanya.

Itu karena aku...

Menyukainya!

Aku masuk kedalam kamar Yuna, untuk pertama kalinya. Aku pun menutup pintu kamar dengan sangat rapat. Lalu..

Aku berjalan menghampirinya dengan perlahan. Aku tidak bisa berjalan dengan sangat cepat berkat tekanan ini.

Aku dapat melihat Yuna yang masih terus menatapku dan memelototiku dengan satu matanya yang menyala berwarna merah itu.

Itu memberikan tekanan yang sangat besar kepadaku.

Luar biasa. Menurutku.

Belum pernah ada satu petarungpun yang ku lawan selama ini yang dapat memberikan tekanan yang sangat berat kepadaku. Tapi..Yuna yang bukan seorang petarung, dapat melakukan itu. Dia dapat memberikan tekanan yang sangat berat kepadaku untuk pertama kalinya.

Yuna...

Ternyata dia cukup berbahaya. Dan aku tidak menyadarinya.

Hmph..

Sepertinya aku memang bodoh. Aku telah bermain-main dengan gadis yang salah.

Aku berjalan semakin dekat, dan semakin dekat, dan semakin dekat lagi. Dimana pada akirnya...

Aku berdiri sangat dekat dengan Yuna tepat di sebelah kasurnya dan disebelah dirinya yang sedang terbaring lemas di atas kasur.

Aku tidak perlu memakan banyak waktu lagi.

Aku harus langsung mengucapkannya..

Permohonan maafku kepadanya.

Aku yakin tidak akan semudah itu nantinya. Tapi ini akan menjadi pembukaannya. Permulaannya.

Pertama, aku menyebut namanya-

"Yuna...-"

Kemudian, aku mulai membungkukan tubuhku dalam, lalu mengucapkan-

"Maafkan aku!" Ucapku mengutarakan permintaan maafku padanya.

Aku yakin dia tampak kebingungan sekarang. Dia kemudian membalasku dengan pertanyaan-

"A-Apa maksudnya ini....Zuka???"