webnovel

Konferensi Mendadak

"Everybody knows, it hurts to grow up."

Alunan lagu milik Lee Chan Sol terdengar merdu di sebuah cafe bernuansa klasik. Seorang pria berwajah dingin mengaduk secangkir minuman latte sendirian. Dia Baron—tengah menunggu kedatangan seseorang.

Sudah dua puluh menit lamanya dia menunggu. Bahkan para pengunjung cafe mulai menyadari keberadaannya.

"Berita terkini... "

Baru saja Baron ingin menikmati lagu yang sedikit relate dengan kehidupannya itu. Namun sebuah berita memuakkan terdengar pada sebuah televisi digital yang berukuran besar.

"Mario Alexander JB, pendiri Balexa Corp akan mengadakan sidang minggu depan. Dimulai dari perselingkuhan, perceraian, kekerasan rumah tangga, dan bahkan rumor menghamili wanita lain. Saham perusahaan mulai menurun sebab Mario belum mendapat persetujuan dari sang anak satu-satunya, yaitu Baron Alexander untuk meneruskan perusahaan."

Baron hanya diam mendengarkan. Semua orang di dalam cafe itu menatapnya seraya saling berbisik membicarakan dirinya. Bahkan pelayan cafe tidak fokus bekerja sebab mengetahui Baron yang tepat berada di sana.

"Bukannya dia yang ada di televisi itu?"

"Palingan istrinya nggak becus urus Pak Mario, sampai dia berselingkuh."

"Katanya, istrinya itu suka cemburu lo sama Pak Mario. Istrinya juga sering marah-marah nggak jelas di perusahaan."

"Kasian anaknya, dia pasti tertekan. Dengar-dengar dia pembalap liar terkenal bukan?"

"Sial, ku kira Pak Mario pria paling tampan, meskipun dulu pernah bermimpi jadi istri keduanya. Tapi ternyata anaknya lebih tampan!"

Itulah perbincangan mereka siang ini. Merasa jengah, Baron akhirnya keluar dari cafe itu. Semua orang melihat dirinya yang mulai pergi menjauh.

"Awas kau, Vernon!" Dia mendesis. Vernon tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Tanpa basa-basi lagi, Baron memutuskan untuk ke perusahaan. Dia ingin tahu keadaan di sana.

~~~

Ariana semakin terjebak di dalam dunia novel ini. Dirinya mulai terbiasa, dan bahkan dia hanya memikirkan perpecahan konflik di dunia novel ini.

Seperti sekarang ini, dia sedang duduk melamun di kursi kantin sembari menonton Qila dan Grace sedang bergosip. Sedari tadi, dua teman Agnes itu terus membicarakan Baron beserta keluarganya.

"Kira-kira siapa ya wanita yang dihamili Pak Mario selain nyokapnya Baron? Pasti wanita itu beruntung banget!" Qila berteriak kegirangan usai mengatakan itu. Sementara Ariana menggelengkan kepala berulang kali—tak mengira bahwa mereka melihat persepsi permasalahan ini dengan unik.

"Emang dasar sinting lo!" Vero tiba-tiba datang dan mengambil paksa ponsel Qila. Pria itu langsung menghapus tab laman google tempat dimana berita keluarga Baron diperbincangkan.

"Ih apaan sih lo? Sini balikin!" kesal Qila berusaha mengambil ponselnya kembali, "Awas aja kalau HP gue karatan gara-gara dipegang sama cowok tengik kayak lo!"

"Apa kata lo?!?" Vero mulai tersulut emosi.

"Udah udah, apaan sih kalian berdua? Lo juga, Ver. Lo nggak ada kerjaan gitu? Ngapain lo di sini?" Grace akhirnya melerai keduanya.

Vero menghendikan bahu acuh. Dia menghela napas dan tiba-tiba mendudukkan dirinya di sebuah kursi kosong samping Ariana. Sejenak dia menolehkan kepala—memandang wajah Ariana cukup lama. Ariana yang ditatap tiba-tiba seperti itu cukup gugup.

"Apa?" Ariana membuka suara.

"Hemm. Lo nggak khawatir gitu sama Baron?" tanyanya

"G-gue... "

"Aneh," celetuk Mike yang tiba-tiba datang dengan dua orang temannya. Ariana sama sekali tidak mengenal dua pria yang berdiri mengapit Mike itu. "Lo ngapain tanya pertanyaan yang udah pasti lo tahu jawabannya, huh?" lanjutnya.

"Iya juga, sih. Eh, tapi... Apa bener ya Om Mario hamilin wanita lain? Emang kurang hot apa mommy nya Baron coba?" tutur Vero.

"Katanya kehamilannya udah lima bulan. Tapi kita nggak tahu juga, berita kebanyakan suka dilebih-lebihkan," tutur teman Mike, yang entah siapa namanya.

Mike mengangguk membenarkan, "Betul. Kita tunggu aja kabar dari Baron. Kemarin dia sempet respon gue, tapi hari ini dia belum kabarin gue sama sekali," ujarnya.

"Nes, lo mau pulang sendiri atau mau nebeng gue? Kalau mau nebeng gue anterin lo dulu, soalnya habis ini gue mau ke perusahaannya Om Mario."

"Apa? Mau ngapain ke sana?" tanya Ariana.

"Gue nggak bisa diem aja di sini. Baron pasti lagi bingung banget."

Ah, jangan lupakan hal tentang Mike yang sangat menyayangi Baron. Entah itu kasih sayang sesama teman pria, atau kasih sayang sebab kasihan. Namun Ariana membuat Mike memiliki hati yang terlalu hangat.

"Gue ikut," ujar Ariana.

"Gue juga ikut, Bang."

"Ih lo ngapain mau ikut? Lo kan tadi kena hukumannya Pak Hendri. Lo lupa ya?" celetuk Grace.

"Ck, gara-gara Qila tuh gue jadi dihukum," celoteh Vero sembari menunjuk Qila dengan dagunya.

"Lah, kok gue sih? Salah lo sendir.... "

Vero hanya berkomat-kamit menirukan ucapan Qila.

"Awas lo, Vero!"

~~~

Suasana di perusahaan melebihi ekspektasi yang Ariana bayangkan. Parkiran di perusahaan hampir penuh sebab banyak reporter yang berdatangan.

Mario, pria itu tiba-tiba mengadakan konferensi pers terkait isu panas yang terjadi akhir-akhir ini tentang dirinya.

Ariana ikut melihat konferensi itu bersama Mike. Di kejauhan, dia melihat Baron yang duduk bersama seorang pria berjas hitam.

"Selamat pagi. Sudah lama saya tidak mengadakan konferensi dadakan seperti ini. Ya, meskipun dulu saya pernah berkecimpung di dunia akting, namun waktu membuat saya mulai lupa akan pengadaan konferensi seperti ini.... "

Ya—Ariana menuliskan bahwa sosok ayah dari Baron itu, dulunya adalah seorang aktor terkenal. Bisa dibilang—dia aktor legendaris yang pensiun dan memilih untuk meneruskan perusahaan di bidang transportasinya itu.

"Saya Mario Alexander JB, menegaskan bahwa memang saya dengan istri saya akan mengurus perceraian. Lalu, kabar menghamili wanita lain? Tentu saja itu tidak benar. Media hanya melebih-lebihkan berita yang ada, lalu para masyarakat semakin menambahinya. Saya pribadi sedikit kesal dengan berita tersebut bahkan hampir menuntut siapa yang mengekspos berita itu di media."

"Sekian. Hanya itu saja kejelasan terkait kasus ini. Terima kasih."

Mario menampilkan seutas senyum pada wajahnya. Dia juga melambaikan tangan ke arah setiap kamera dengan flash yang menyala.

"Pak Mario, apakah anda akan pensiun bekerja setelah perceraian?" tanya salah seorang reporter.

"Eumm, itu bisa saja terjadi. Sebab saya sudah mengatasnamakan perusahaan menjadi nama anak saya."

"Wah, gila! Baron baru aja kehilangan uang tiga miliar. Tapi malah tergantikan dnegan ber-miliar-miliaran," tutur Mike yang sedari tadi senantiasa berdiri di samping Ariana.

"Tapi bukankah anak anda masih kuliah? Lalu kabarnya anak anda itu pembalap liar, betul?"

"Apakah anak anda setuju dengan perceraian?"

"Bagaimana dengan hak asuh anak anda?"

Itu adalah pertanyaan yang mereka lontarkan pada Mario. Tentu saja Mario menjawabnya sebijak mungkin—dia tak ingin salah bicara.

"Anak saya, Baron, saya akan mengusahakan hak asuh jatuh kepada saya. Pembalap liar? Itu tidak benar. Dia memang suka tentang motor seperti itu, karena ayahnya pengusaha transportasi. Benar bukan? Tapi pembalap liar? Oh ayolah, itu tidak benar. Persetujuan perceraian juga dia sebenarnya tidak setuju, lalu bagaimana lagi jika saya dan istri sudah membulatkan niat maka dia harus mengikuti orang tuanya."

Saat itu juga, Baron berdiri lantas pergi dari gedung. Ariana melihatnya dari kejauhan, begitu juga dengan Mike. Mereka berdua segera menyusul Baron.