webnovel

YOUNG AGENT

Seina, Levino, dan Akhtara adalah kelompok unggulan di organisasi rahasia remaja yang dipimpin oleh Geraldo Rios. Mereka bertiga masuk tim teratas dengan sebutan Kelompok Elang.  Misi kali ini bukan sekadar kenakalan remaja biasa seperti misi-misi yang sudah mereka selesaikan sebelumnya. Persahabatan, kepercayaan, dan juga perasaan mereka sangat diguncang selama menjalani misi tersebut. Pembubaran geng motor awalnya terdengar biasa, tetapi perlahan kenyataan-kenyataan mengejutkan keluar dan membuat mereka dilema. Apalagi kenyataan bahwa banyak rahasia-rahasia besar yang tersimpan dalam persatuan geng motor tersebut tanpa diketahui oleh sang ketua, juga ketiga agen remaja itu.  Misi kali ini adalah misi bercabang, siap atau tidak kelompok Elang harus tetap maju.  Lantas, bagaimana mereka bisa memecahkan misi tersebut?

Rachita_Julie · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
12 Chs

PEMIKIRAN KONYOL

"Levino Aidan!!" suara nyaring gadis enam belas tahun yang berlari tiga meter di belakang Levino seakan membuat kepala dan telinganya ingin pecah. Sudah hampir seminggu gadis itu terus mengejar Levino, dan sudah hampir seminggu juga Levino menghindarinya. Suara itu keluar dari mulut adiknya, Levina.

Suasana koridor sekolah mendadak ramai. Pasalnya, di sekolah itu tak ada yang tahu tentang identitas asli mereka. Levino yang dikenal sebagai ketua OSIS terhormat itu mendadak turun harga diri di saat Levina dengan seenaknya menyerukan namanya. Ditambah lagi dengan posisi Levina Sang Primadona sekolah. Adegan tadi seakan-akan menjadi tontonan drama yang nyata bagi para siswa dan siswi yang melihatnya. Seorang ketua OSIS tampan dan primadona sekolah yang terjerat hubungan asmara.

Levino ingin sekali berbalik dan membungkam mulut adiknya itu, namun ia sadar akan sikap adiknya yang tak bisa diajak kompromi. Levino memilih diam dan melanjutkan langkahnya menuju ruangan OSIS.

"Kak Levino!!" mendengar seruan yang keluar dari mulut Levina lagi, Levino bersumpah akan menghajar adiknya ini saat di rumah nanti.

Levina mendecak dari tempatnya berdiri. Ia berhenti mengejar Levino setelah dirasa lelah. Levina hanya menatap punggung Levino yang mulai memudar dari pandangannya sambil berkecak pinggang.

"Dasar cacing Alaska!" cibirnya. Levina berbalik sambil merapikan tatanan rambutnya. Ia menghembuskan napas panjang karena lelah berlari. Matanya melirik jam tangan yang melekat di pergelangan tangannya. Sudah hampir separuh jam istirahat ia gunakan untuk mengejar kakaknya ini. Tak berpikir panjang, dengan mantap Levina langsung melangkahkan kakinya ke arah kantin.

Di ruang Osis, Levino menyunggingkan senyumnya karena berhasil menghindar dari adik cerewetnya itu. Baru satu semester ia satu sekolah dengan Levina, kepalanya sudah mau meledak. Jika datang saat-saat seperti tadi, Levino sudah bisa menebak pasti adiknya itu ingin mengulik hal-hal membosankan mengenai rekannya, Akhtara.

Bisa dibilang Levina menyukai Akhtara. Semenjak Akhtara sering main ke rumanya untuk bermain game, kedekatan Levina dan Akhtara tak bisa ia cegah lagi. Untungnya sejauh ini, Akhtara hanya membalas sewajarnya. Levino tak habis pikir jika nanti adiknya dan Akhtara berpacaran akan seperti apa. Yang pastinya untuk saat ini, ia belum siap menerima kenyataan konyol itu.

"Hey, kenapa melamun?" suara lembut yang terdengar dari arah samping membuat Levino menoleh. Di sampingnya berdiri Pia dengan tumpukkan buku di tangannya. Gadis itu tersenyum menatap Levino yang lebih tinggi darinya.

"Oh, bukan apa-apa. Kau bawa apa?"

"Hanya buku referensi biasa yang baru kupinjam dari perpustakaan" Pia meletakkan buku-buku itu di atas mejanya.

"Tumben sekali ketua Osis ini datang ke sini, memang ada rapat mendadak?" ledek Pia.

"Memangnya salah kalau aku ke sini?" Levino menarik kursi dan duduk di hadapan Pia.

"Tidak," jawabnya sambil setengah tersenyum.

"Kau tidak lapar? Inikan jam istirahat."

"Tidak terlalu, aku sudah banyak makan tadi pagi," tatapan Pia terfokus pada buku pinjamannya. Seberkas rambutnya jatuh saat dia setengah menunduk. Dengan gerakan refleks Levino mengaitkan seberkas rambut itu pada telinga Pia. Gerakan Levino tadi membuat gadis di hadapannya ini melotot kaget sambil mendangak. Debaran jantung Pia tak lagi bisa dikatakan normal. Ruangan Osis yang ber-AC seakan mendadak panas. Setelah hampir satu menit bertatapan, akhirnya Pia mengalihkan pandangannya begitu pula dengan Levino. Ia lantas berdiri dan berjalan perlahan keluar ruangan Osis meninggalkan Pia yang berusaha menetralkan perasaannya.

Levino keluar dari ruang Osis, matanya mulai tajam melirik sekitar. Membayangkan yang tadi terjadi, Levino langsung menggelengkan kepalanya. Ia tak mau terlibat cinta lokasi dengan rekan Osis-nya. Di pikirinnya itu adalah tindakkan yang konyol, tapi membayangkan bagaimana refleksnya ia mengaitkan seberkas rambut Pia tadi Levino merasa geli sendiri. Ia lantas membuang jauh-jauh bayangan tadi dan mulai waspada akan kehadiran adiknya.

Langkahnya dipercepat. Levino mengendap-endap ke arah kelasnya. Ia berharap bel masuk segera berbunyi agar terlepas dari jeratan pertanyaan adik cerewetnya. Mungkin memang keberuntungan sedang memihaknya, bel berbunyi nyaring dan ia langsung berlari lega ke arah kelasnya. Di belakangnya, Pia berdiri menatap bayangan punggungnya yang memudar.

[YOUNG AGENT]

"Kakak!!!" Lagi-lagi suara nyaring itu. Suara Levina meggelegar terdengar dari arah tangga. Levino yang sudah habis kesabaran pun akhirnya turun dari kamarnya. Sumpah untuk memberi pelajaran pada adiknya pun kembali terlintas di benaknya.

"Apasih? Mau tanya soal Akhtara lagi?" Levino mengerutkan alisnya, tanganya terlipat di depan dadanya.

"Itu tau! Lagi kenapa sih lari-lari? Vina cuma mau tanya doang, kakak juga gak akan rugi."

"Pertayaan kamu tuh pertanyaan yang gak bermutu, tau?" timpal Levino sambil memberikan penekanan di setiap katanya.

"Ya lantas? Toh, kakak juga gak rugi kok kalau jawab pertanyaanku."

"Buang-buang tenaga sekaligus waktu, tau!" Levino menoyor kening Levina yang dibalas dengan tatapan tidak terima.

"DASAR CACING ALASKA!!"

Mendengar ejekan itu, levino yang tadinya berniat kembali ke kamarnya lantas berbalik. Ia menatap tajam adiknya sambil menggeram.

"Bagus dong, dari pada kamu polar bear," sahut Levino meremehkan adiknya.

"Beruang kutub kan lucu," sanggah Levina yang merasa ejekan kakaknya itu tidak terlalu buruk untuknya.

"Iya lucu, gemesin, putih, gemuk lagi," Levino tertawa kecil.

"Ih!! Jadi maksudnya aku gendut?!" Levina sewot.

"Kak, deketin aku sama kak Akhtara atau-"

"Atau apa? Kamu berani mengancam kakak?"

"Atau paman akan tau kalau kakak pernah berantem karena mau melindungi kak Seina dari geng motor!" mendengar ucapan Levina tadi, Levino langsung membulatkan matanya.

"Siapa yang bilang kalau kakak mau melindungi Seina? Itu hanya komitmen kelompok kami! Kamu gak tahu apa-apa tentang itu!" tegasnya. Levino berjalan dengan hentakan kaki yang ditekan dan masuk ke kamarnya sambil menggebrakkan pintu.

Levina berdecak kesal di tempatnya berdiri "Salah ngomong lagi!"

Tak lama, Levino keluar dari kamarnya dengan raut wajah yang masih sama. Ia melengos melewati adiknya yang masih berdiri di dekat tangga tanpa menggubrisnya.

"Mau kemana?" Levina menarik lengan jaket Levino untuk mencegahnya pergi.

"Gedung organisasi," jawabnya ketus dengan mata yang menatap datar.

"Ada rapat umum?"

Levino mendecak, "Gak ada! Kalau pun ada rapat umum pasti kamu juga diajak. Ini cuma diskusi biasa kelompok Elang."

"Memang kakak ada misi apa sih? Sepertinya baru kali ini kelihatan sangat hati-hati dan waspada. Belum lagi soal kemarin kakak sampai lebam," tatapan Levina berubah yang tadinya menuntut menjadi lembut. Yang ada di pikirannya sekarang selain tentang Akhtara adalah tentang keselamatan kakaknya. Di sini, hanya Levinolah yang menemaninya. Entah bagaimana jika Levino mengalami kejadian yang tidak-tidak, mungkin akan berimbas kepada Levina juga.

"Kamu itu lucu ya? Tadi menuntut dengan keras kepala dan sekarang malah melembut. Bagaimana kakak bisa marah lebih dari satu hari dengan kamu," Levino tersenyum. Ia merangkul adiknya sebentar sebelum pergi.

"Paman bilang, misi ini belum boleh diketahui anggota lain selain kelompok Elang. Kakak pikir ini ada hubungannya dengan tingkat kesukaran kami dalam memecahkannya dan kemungkinan juga, maksud dari misi ini bukan hanya satu. Ini seperti misi yang bercabang," Lanjut Levino. Ia lantas melepas dekapan adiknya dan berjalan ke arah pintu tanpa menoleh lagi.

[YOUNG AGENT]

"Lelahnya…" Akhtara merebahkan tubuhnya pada sofa panjang dengan tangan yang merentang. Ditatapnya Levino dengan tampangnya yang serius duduk di hadapannya.

"Kau kenapa lagi sih?" mendengar pertanyaan Akhtara tadi Levino hanya membalasnya dengan gelengan pelan.

"Akukan temanmu, manfaatkanlah sebaik mungkin. Ayo cerita!" Akhtara bangun dari rebahnya. Ia mengambil posisi di samping Levino sambil menyiapkan telinga untuk cerita Levino.

"Sedang jatuh cinta ya? Biasanya remaja seumurmu kalau diam merenung seperti ini sedang jatuh cinta," lanjutnya dengan tampang andalannya. Akhtara merangkul bahu Levino sambil terkekeh geli.

"Kau juga remajakan? Kita seumuran. Apa kalau kau merenung juga namanya jatuh cinta?" jawab Levino galak. Ia menoleh ke arah Akhtara dengan tatapan datar.

"Eh?" Akhtara dibuat bingung dengan perkataan Levino barusan. Ia merenggangkan pelukannya dan justru malah menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Jangan jatuh cinta dahulu, itu tidak sehat untuk kalian dalam menangani sebuah misi," Geraldo dengan tiba-tiba berdiri di depan pintu. Tangannya terlipat dengan posisi seperti biasa, tegas dan berwibawa.

"Pak Geraldo," Akhtara dan Levino bangkit dari duduknya dan mengangguk sambil tersenyum kikuk. Akhtara masih kaget dengan kedatangan ketua organisasi Agen Remaja ini. Jika ia tau kalau Geraldo akan datang, ia pasti bisa mempersiapkan diri agar terlihat lebih baik di hadapan orang terhormat ini.

"Aku datang ke sini hanya untuk memberi tahu kalau misi ini bukan hanya masalah geng motor, ini misi yang bercabang. Mungkin dalam waktu tiga bulan kalian baru akan tahu siapa yang kalian hadapi," Geraldo berkata tegas menatap dua pemuda yang berdiri di hadapannya ini.

"Memang masalah seperti apa yang sebenarnya kita hadapi?" Akhtara membuka suara. Ia paham betul atas sikap Geraldo jika saat seperti ini. Misi yang sedang ada di hadapannya ini mungkin jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.

"Selama bertugas kalian hanya menghadapi masalah kenakalan remaja, tapi kali ini masalah yang kalian hadapi dua kali lebih sulit. Saat sampai di akhir misi, kalian akan bekerja sama dengan para Senior."

"Senior?" Levino menatap Akhtara dengan sedikit terkejut.

"Masalah ini memang cukup berbahaya untuk kalian yang berada di umur segini, tapi kurasa kalian memiliki kemampuan yang lebih dan layak untuk kuberikan misi ini. Sebanding dengan misi yang cukup sukar, aku juga menyiapkan imbalan yang besar," Geraldo menarik ujung bibirnya. Seakan menunjukan keangkuhan atas apa yang nanti ia berikan pada kelompok ini.

"Jika boleh tau, berapa imbalan yang bisa kita dapat?" Akhtara menelan ludahnya setelah bicara.

"Berapa rupiah biasanya kalian dapat saat selesai menyelesaikan sebuah misi?"

"Sekitar delapan juta rupiah?"

"Kali ini imbalannya lima kali lebih besar dari biasanya," setelah berkata tadi Geraldo lantas bejalan pergi. Ia meninggalkan Levino dan Akhtara yang masih terkejut mendengar pernyataan tadi. Mereka berdua saling tatap, memikirkan apa saja yang bisa mereka lakukan dengan uang sebanyak itu. Mata yang hampir keluar dari tempatnya ditambah dengan alis yang terangkat, menunjukkan betapa terkejutnya mereka. Di samping imbalan yang memang berjumlah besar, mereka juga memikirkan masalah apa yang akan mereka hadapi.

Levino menelan ludahnya kasar saat memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi pada mereka saat menghadapi misi ini. ia melemaskan tubuhnya dan duduk di sofa disusul oleh Akhtara yang duduk di sampingnya.

"Kita harus waspada dengan misi ini," gumam Akhtara dengan tatapan nanar ke arah meja. Levino hanya mengangguk dengan segala pikirannya.

"Tunggu! Di mana Seina? Dia belum juga terlihat sampai detik ini!" pekik Levino. Ia sedikit melotot ke arah Akhtara.

"Entah, harusnyakan ia sudah pulang saat ini," jawab Akhtara. Ia membuka handphonenya dan melihat ada pesan masuk dari grup mereka. Di sana tertulis pesan dari Seina yang menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan kemungkinan akan datang terlambat. Levino menghela napasnya lega sesaat setelah membaca pesan tersebut.

"Kau khawatir?" Akhtara melirik Levino.

"Siapa yang bilang?"

"Sudahlah jangan terus-menerus mengelak," ledek Akhtara.

"Kau ini mau sampai kapan meledekku seperti itu?" ketus Levino.

"Sampai kau jujur dengan perasaanmu," Akhtara menunjukan senyum cengirannya yang malah membuat Levino muak. Pemuda itu merotasikan matanya membalas perlakuan Akhtara tadi.

"Perasaan apa? Cinta? Bukannya kau sendiri yang membuat peraturan dilarang jatuh cinta?" ucap Levino datar.

"Kau juga terus mengungkit peraturan, jika seandainya peraturan itu tidak ada apa kau akan terang-terangan dengan perasaanmu?"

"Akhtara! Kau bicara apa sih? Sudah kukatakan kalau Seina bukan tipeku."

"Orang jatuh cinta itu bisa karena apa saja dan lagi, jatuh cinta tidak mematok pada tipe. Kau bisa saja jatuh cinta dengan orang yang jauh dari tipemu. Tipe itu terbentuk di otakmu sedangkan cinta terbentuk di hatimu. Jadi jangan disamakan!" Akhtara menatap dengan artian yang sulit dibaca Levino. Pemuda itu hanya bisa memutar bola matanya malas menanggapi tingkah rekannya ini.

"Pemikiran macam apa itu? Konyol," sahutnya datar.