webnovel

YOU.

Berawal dari rasa takut saat pertama kali aku melihatnya kini berubah sehingga aku tidak bisa melepaskan dirinya - Lucinda Bertemu dengan seorang psikopat sekaligus pembunuh membuat hidup Lucinda dipenuhi bayang-bayang kematian. Ingin melepaskan namun pada akhirnya terpikat. Ketika sebuah rasa itu ada, yang tersisa hanyalah rasa sakit dan sebuah pengorbanan.

Kuuhaku12 · Kinh dị ma quái
Không đủ số lượng người đọc
22 Chs

Sadar

Hal yang terakhir Leon ingat seharusnya ia bersama Luce di mobil wanita itu, lalu tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan ia tidak mengingat apapun lagi. Rasa sakit yang tiba-tiba saja muncul, menjalar keseluruh tubuhnya membuat Leon kembali sadar, dan ia mencoba untuk membuka matanya yang terasa sangat berat ini. Leon berhasil membuka matanya, yang terlihat sekarnag hanyalah langit-langit rungan yang terasa sangat familiar ini.

'Ah ini kamarku ya.' Pikir Leon

Setelah berdiam cukup lama, Leon langsung teringat tentang Luce. Dimana wanita itu? Apakah artinya wanita itu baik-baik saja? Karena ia bisa mengantarkan Leon pulang. Tapi dimana Lucinda sekarang? Disaat Leon terus memikrikan tentang keberadaan Lucinda saat ini, ia mendengar dengkuran halus yang berada tepat disebelah kanannya. Dengan susah payah, ia mencoba untuk menolehkan kepalanya karena masih sangat sulit bagi Leon untuk menggerakkan tubuhnya. Tiba-tiba saja Leon merasakan senyuman yang tergambar di wajahnya. Ternyata itu Lucinda. Entah mengapa senyum yang sekarang menghiasi wajah Leon menjadi hal yang selalu ia lakukan jika melihat wajah wanita ini dan juga tingkah ajaibnya.

Wajah Lucinda saat tidur benar-benar lucu. Ia tertidur tepat disebelah Leon dengan menekukkan sedikit badannya. Sepertinya ia kedinginan. Leon bisa melihat rasa lelah yang tergambar di wajah Lucinda. Leon tentunya merasa bersalah karena sudah membuatnya lelah. Leon mencoba untuk bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa snagat lemah dan nyeri. Pergerakan Leon itu membuat tidur Lucinda terganggu. Lucinda sangat terkejut melihat Leon yang tiba-tiba saja sudah sadar dan menatapnya.

"Kau sudah sadar? Ada yang sakit? Katakan padaku mana yang sakit biar aku panggilkan Max." Serbu Lucinda tepat setelah ia melihat Leon yang kini menatapnya.

Leon tidak menjawab pertanyaan Lucinda. Saat ini Leon hanya ingin menikmati pemandangan indah didepannya. Wajah Lucinda benar-benar sudah merusak pikiran Leon. Ia sudah benar-benar terpikat dengan wanita yang ada didepannya ni.

"Hei! Kenapa tidak menajawab? Apakah otakmu semakin terganggu gara-gara luka itu?" Ucap Lucinda yang semakin kesal karena dari tadi Leon mengabaikan pertanyaannya.

"Aku... haus Luce." Ucap Leon. Jujur saja, saat ini tenggorokan Leon terasa sangat sakit dan kering.

Lucinda berdecih mendengar kata pertama yang Leon ucapkan. Bisa-bisanya saat dirinya mengkhawatirkan Leon tapi yang pria itu langsung lakukan adalah meminta minum padanya. Namun meski begitu ia tetap membantu mengambilkan air untuk Leon dan membantunya minum. Lucinda tahu pasti saat ini Leon merasa sangat tersiksa karena sudah hampir 2 pria itu hari tidak makan dan minum.

"Jadi, apa ada yang sakit? Perlu aku panggilkan Max?" Tanya Lucinda membuka pembicaraan.

"Tidak perlu." Jawab Leon lemah. Ia mencoba untuk duduk. Seluruh tubuh Leon saat ini sudah terlalu lelah karena terlalu banyak berbaring.

"Kenapa kau bangun bodoh! Kau harus banyak istirahat." Tegas Lucinda sambil memegang bahu Leon, membantu pria itu yang terlihat kesusahan hanya untuk duduk saja.

"Aku sudah lelah berbaring terus Luce. Kau tidak perlu perhatian seperti itu." Jawab Leon sambil terkekeh.

"Siapa yang perhatian padamu! Aku hanya tidak mau aku jadi semakin merepotkan." Bantah Lucinda. Saat ini ia yakin pipinya sudah pasti memerah gara-gara Leon sialan itu.

"Maaf." Ucap Leon tiba-tiba sembari menatap wajah Lucinda.

"Untuk?" Tanya Lucinda bingung. Apakah Leon tersinggung atas ucapan Lucinda barusan?

"Kamu harus terlibat dengan semua ini. Aku sangat merasa bersalah sudah melibatkanmu untuk hal yang seperti ini." Ucap Leon yang merasa bingung dengan perasaan aneh yang ada di dalam tubuhnya. Sejak kapan ia bisa jadi selemah ini? Leon bahkan lupa kapan terakhir kali ia meminta maaf? Mengapa untuk seseorang yang bahkan baru ia kenal, Leon bisa jadi seperti ini? Apakah Lucinda benar-benar sudah menjadi pengganti Kristal di hatinya?

"Apa kamu bisa menjawab pertanyaanku sekarang?" Tanya Lucinda dengan menatap balik Leon.

Leon mengangguk.

"Sebenarnya kau ini siapa?"

Apa maksudmu?"Tanya Leon bingung dengan pertanyaan Lucinda.

"Tidak ada orang normal yang entah aku tidak tahu apakah kamu dikejar atau semacamnya, lalu terluka dan hampir saja mati tapi bukannya menghubungi polisi atau rumah sakit justru menghubungi aku yang bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan Max yang temanmu saja tidak mau menghubungi polisi atau rumah sakit saat aku membawamu. Aku tidak sebodoh itu. Aku tahu ada hal yang kalian sembunyikan dariku." Jelas Lucinda panjang lebar.

Leon terdiam. Apakah ini saatnya ia menjelaskan semuanya pada Lucinda? Apakah rasa itu sudah bisa membuat Leon percaya kepada Lucinda? Apa yang akan wanita itu lakukan jika sudah mengetahui segalanya? Apakah setelah mengetahui semua hal tentang Leon, Lucinda akan meninggalkannya? Apakah ia bisa menahan Lucinda jika wanita itu ingin pergi dari hidupnya? Semua hal itu terus berputar dalam kepala Leon.

"Kamu ingat pertemuan pertama kita Luce?" Tanya Leon membuka suara setelah beberapa saat terjadi keheningan diantara mereka.

"Iya." Jawabnya.

"Saat itu kamu tahu bukan apa yang aku lakukan?"

Lucinda hanya diam menunggu Leon melanjutkan ceritanya. Leon menghela nafas.

"Seperti yang kukatakan pada malam itu. Aku yang membunuh mereka. Aku yang menyiksa mereka. Mereka semua pantas untuk mendapatkan semua itu. Bahkan seharusnya mereka mendapatkan hal yang lebih buruk dari itu." Ucap Leon dengan tatapan yang sudah berubah. Lucinda bisa merasakan ini adalah tatapan yang ditunjukkan Leon saat pertama kali mereka bertemu. Sorotan mata yang membuat Lucinda merinding.

"Kau bilang mereka?"

"Ya. Orang yang malam itu kamu lihat bukan yang satu-satunya." Jawab Leon.

"Kenapa? Kau bukan pembunuh berantai kan? Tanya Lucinda sedikit takut dengan jawaban yang akan diberikan Leon.

Leon terkekeh. Ia bisa melihat dengan jelas wajah Lucinda yang ketakukan.

"Tidak sayang." Jawab Leon dengan tersenyum hangat.

"Aku melakukannya karena punya alasan tersendiri." Lanjutnya.

"Apa alasannya?" Penjelasan Leon yang setengah-setengah semakin membuat Lucinda penasaran.

Leon tidak menjawab, yang ia lakukan sekarang adalah menunjuk pipinya. Lucinda bingung apa yang dilakukan oleh pria itu sekarang.

"Apa?" Tanya Lucinda bingung. Apakah pipi Leon sakit?

"Ini dulu." Ucap Leon sambil melakukan hal yang sama. Menunjuk pipinya dengan telunjuknya.

"Apasih? Pipi mu sakit?" Tanya Lucinda yang sudah kesal dengan yang dilakukan oleh Leon.

"Bodoh... Cium dulu baru aku akan kasih tahu alasannya." Jawab Leon sambil tersenyum menyebalkan.

"Sialan! Aku sudah tahu ada yang tidak beres dengan otakkmu." Kesal Lucinda. Kalau saja Lucinda tidak ingat jika Leon sedang sakit, sudah pasti barang-barang disekitarnya akan ia lemparkan kepada Leon. Bahkan pria itu sekarang tertawa melihat Lucinda yang terlihat sangat marah.

"Hahahaha... aku benar-benar tidak bisa menang melawanmu Luce."

***