webnovel

Kenangan Barcelona

'Aku mencintai wanita lain.'

'Kau tidak perlu berharap karena aku mencintai wanita lain.'

Kalimat itu terus memenuhi kepala Salsabila, ucapan-ucapan menyakitkan yang sebelumnya dilontarkan oleh Alan terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sungguh, ia memang tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta, tetapi bisakah Alan sedikit saja menjaga perasaannya. Haruskah dia sefrontal itu mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain, wanita yang bukan dirinya yang notabene-nya adalah istrinya?

Perjalanan yang ditempuh dalam jalur udara sama sekali tidak dinikmati oleh Salsabila. Saat ini menaiki pesawat sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara, berat rasanya Salsabila membuka suara. Terlebih lagi Alan di sampingnya sama sekali tak sedikit pun menanggapinya. Dia hanya sibuk dengan majalah di sampingnya dan sama sekali tidak memedulikan dirinya yang tengah melamunkan banyak hal.

Baru beberapa jam ia berduaan dengan Alan dan ia sudah makan hati serta merasakan beban yang berat. Apa kabar ia harus menghabiskan waktu dan hanya berinteraksi dengan Alan saja nanti di Barcelona. Entah bagaimana tragisnya hidupnya nanti.

Dan belum usai kekesalan Salsabila, kini kedongkolan semakin dirasakan meskipun ia sudah menginap satu malam di Barcelona. Pria itu tetap saja mengacuhkannya, seperti sekarang ini saat ia diajak menjelajahi kota tersebut, seharusnya Alan menggandeng dirinya jika ia putuskan melangkah cepat, satu langkah lebar milik Alan adalah dua langkah Salsabila. Pria brengsek itu berhasil membuat dirinya pontang panting mengekor hingga berserobok dengan beberapa pejalan kaki lainnya. Brengsek!

Sedangkan Alan justru terlihat santai seolah melangkah sendirian, dia bahkan tak menoleh sekedar mengecek keadaan istrinya. Mungkin saja Alan bergembira setengah mati jika Salsabila benar-benar hilang di Barcelona.

"Argh ... sorry!"

Suara itu membuat Alan menoleh ke belakang, ia mendelik dapati Salsabila sudah terduduk di selasar. Meski banyak orang melangkah di sekitarnya, perempuan itu terlihat mengusap telapak tangannya yang kotor. Lagi-lagi ia tak sengaja bertabrakan dengan pejalan kaki lain hingga terjatuh.

Alan berdecak kesal, ia memilih mengalah menghampiri Salsabila sebelum ulurkan tangan di depan wajah istrinya yang masih menunduk mengusap tangannya. Begitu Salsabila menengadah, ia temukan telapak tangan kosong seseorang, tetapi ketika melihat pemiliknya—justru laki-laki itu tengah melihat ke arah lain. Salsabila segera meraih tangan Alan sebagai bala bantuan agar ia beranjak, setelah itu erat tangan mereka terlepas lagi. Tanpa bekas.

"Memangnya kamu tidak bisa jalan cepat, Sa?" Alan seperti bukan bertanya, melainkan tengah memarahi. "Makanya kalau jalan hati-hati. Di sini itu tidak seperti di Jakarta. Jumlah pejalan kakinya lebih banyak ketimbang yang naik mobil, tahu kenapa?" Salsabila menggeleng polos saat itu. "Karena angka kecelakaan di sini lumayan tinggi, terus ...." Alan menatap ke arah sekitarnya. "Dan juga, di sini banyak tukang tipu dan pencopet. Jadi, tolong jangan jauh-jauh dari aku," lanjut pria itu lagi kemudian meraih begitu saja tangan kanan Salsabila yang kosong, menyelipkan jemarinya di antara celah jemari ramping milik Salsabila hingga tercipta simpul yang erat.

Alan seperti bukan Alan yang biasanya. Pria itu lalu menarik Salsabila agar melangkah di sebelahnya—beriringan. Genggaman itu begitu erat sampai Salsabila tak mampu berkata-kata lagi, hanya pijar bola mata serta senyum tipis yang menegaskan betapa senangnya ia sekarang meski hanya hal sesederhana menggenggam tangan.

Mereka ada di jalanan Barcelona yang cukup padat, sejauh mata memandang akan banyak ia temukan manusia yang hilir mudik. Salsabila tetap bungkam dan bersikap sebagai pendatang yang baik. Dia memang takjub dengan sekitarnya, tetapi tangannya tidak sempat meraih kamera polaroid yang sengaja ia siapkan pada sling bag miliknya. Belum lagi saat Alan enggang melepaskan tangan sang istri, terus menggandengnya ke mana pun ia melangkah. Keduanya baka pasangan mencintai yang memang datang untuk liburan dan memadu kasih. Lagi pula tidak jika Alan kehilangan Salsabila di Bacelona yang notabene mereka adalah pasangan pengantin baru.

Mulut Salsabila sedikit terbuka saat mereka lewati sebuah tempat seperti lapangan kecil berada di sisi jalan, tetapi tetap dipenuhi banyak orang. Begitu banyak merpati berkumpul di sana, mematuk makanan yang diberi seseorang, begitu seorang anak kecil berlari mengejutkan, para merpati terbang rendah, setelah itu berkumpul lagi seolah tak memusingkan kekacauan yang dibuat oleh sang anak kecil tadi. Salsabila menahan tangan Alan saat ia putuskan berhenti menatap pemandangan merpati tak jauh dari posisinya.

"Apa?" Alan terlihat tak senang ketika ia harus berhenti, tujuannya bukan tempat semacam itu. namun, ia mengalah saat mengikuti arah pandangan Salsabila. "Kamu tidak mungkin bisa membawa merpati-merpati itu pulang."

Salsabila memutar bola matanya dengan kesal. "Aku tidak ada niatan untuk membawa satu pun dari mereka pulang, Lan," sanggah Salsabila kesal.

Tetapi baru beberapa detik ia berdiri dengan tenang, Alan sudah menariknya lagi tanpa rasa sabar. Lucunya, perempuan itu tak rasakan pegal saat kakinya terus dipaksa melangkah, mungkin sebab perasaannya berubah merah muda. Apa pun yang ia lihat semuanya menakjubkan meski hanya sebuah gedung tua, tetapi arsitektur gedung di kota Barcelona benar-benar membuat setiap orang berdecak kagum.

Kali ini Salsabila tak bisa melepas tatapannya dari para penari jalan, mereka tengah melangsungkan sebuah tarian Flamenco di tepi jalan, sebuah topi sengaja diletakkan di dekat para penari—sekedar menjadi lambang bagi orang-orang agar meletakkan uang di sana sebagai bentuk kepuasannya terhadap tontonan tarian tersebut.

Senyum Salsabila sempat terbit saat mengagumi para penari Flamenco yang ia lihat, tetapi langsung sirna saat Alan enggan membiarkannya diam barang sedetik saja. "Mas, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Salsabila di sela langkah kaki keduanya. Salsabila merasa seekor hewan ternak yang terus ditarik oleh pengembala menuju padang rumput, tak ada jeda baginya untuk berhenti.

"La Sagrada Familia," sahut Alan menatap istrinya sejenak.

Salsabila tak lagi menyahut, jawaban itu membuatnya teringat akan satu hal yang membuat pijar matanya semakin redup. Seketika segala keindahan Barcelona yang baru Salsabila lihat lantas lenyap tak berbekas, ia teringat lagi akan ucapan Alan sebelum mereka serahkan boarding pass kemaring. Saat Alan berkata dengan penuh percaya diri bahwa ia mencintai wanita lain—wanita yang tentu saja menyimpan kenangan besar di kota ini.

Wanita itu sama sekali tak lagi senang, ia tarik begitu saja tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Alan. Seketika langkah keduanya sama-sama terhenti, netra yang juga saling tertaut, sebelum Alan kembali meraih tangan Salsabila. "Aku yang akan celaka kalau kamu sampai hilang di sini, jadi jangan banyak tingkah, Sa."

Tidak bisakah Alan mengucapkan sesuatu yang membuat Salsabila merasa lega sejenak saja? Tahukah pria itu jika merah muda dalam diri Salsabila berubah abu-abu sekarang. Tidak ada yang salah dari La Sagrada Familia, yang salah adalah kenangan seseorang tentang tempat itu bersama sang kekasih. Atau mungkin Alan ingin bernostalgia kembali, tetapi dengan orang yang berbeda?