webnovel

WITCH'S LOVE

-Selesai- Sebuah pertemuan yang tidak pernah diduga terjadi, Amara Iris, seorang Penyihir yang terjebak selama ratusan tahun di rawa kematian bertemu dengan Thomas Phyla, Pangeran dari Kerajaan Megalima yang terbuang dari tahta dan dikutuk oleh Penyihir Putih. Iris awalnya hanya memanfaatkan Thomas agar bisa keluar dari rawa kematian, tapi melihat penderitaan Thomas dengan kutukannya, ia bertekad untuk membantu sang Pangeran untuk mematahkan kutukan Penyihir Putih dan mempertahankan laki-laki itu di sisinya sebagai Pasangan jiwa. Karena kutukan Penyihir Putih, Thomas selalu berjalan mendekati kematian, ia sekarat dan berkali-kali hampir mati. Keadaan menjadi kacau dengan kemunculan Morgan Lloyd, manusia serigala yang diyakini telah membantai packnya, laki-laki itu dengan seenaknya menjadikan Iris sebagai pasangan sehidup sematinya, membuat Iris kebingungan. Apa yang akan dilakukan oleh Iris? Akankah ia tetap bersama Thomas sampai akhir dan membantunya mematahkan kutukan dari Penyihir putih atau pergi bersama Morgan sebagai kekasih dari sang serigala? "Selama kita terhubung, kamu adalah milikku!" Iris. "Apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu." Thomas. "Kita harus bersama, kau adalah pasanganku, jangan melirik laki-laki lain!" Morgan. Pilihan manakah yang akan Iris pilih? Petualangan penuh pengorbanan, kehangatan, keromantisan dan pertumpahan darah segera dimulai! Ig : Winart12

Winart12 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
517 Chs

Mewarisi Darah Kegilaan 1

Morgan tidak diizinkan kembali ke packnya, sebagai gantinya ia mengikuti langkah tetua Zac untuk melatih kesabaran mentalnya.

Sejak kecil ia tidak pernah tahu seperti apa kedua orang tuanya, ia hanya tahu bahwa kedua orang tuanya adalah orang yang hebat dan berpengaruh bagi pack Blue Moon berdasarkan obrolan-obrolan yang ia dengar.

Menyandang satu-satunya nama Lloyd di Blue Moon, kadang membuat Morgan besar kepala, ia selalu menganggap dirinya istimewa dan penting di mata orang lain, semua itu semakin menjadi-jadi ketika para tetua dan Alpha tidak pernah menyinggung perlakuannya.

Satu-satunya hal yang mereka lakukan adalah menghindarkan Morgan dari kemarahan.

"Kau tahu, mewarisi nama Lloyd di belakang namamu bukan berarti kau bisa melakukan semuanya seenaknya." Tetua Zac bergumam di depan Morgan, perawakan tubuhnya yang kecil itu membuatnya terlihat seperti seorang kakek-kakek itu, seolah memberikan ilusi bahwa ia adalah seorang manusia yang ramah dan hangat.

Morgan mendengus pelan, meskipun ia terkesan enggan mengikuti tetua itu, ia tetap mengikutinya di belakangnya.

"Memang apa salahnya dengan nama Lloyd." Morgan akhirnya buka suara setelah sekian lama.

Terdengar helaan napas panjang dari Tetua Zac, ia sama sekali tidak menoleh ke arah Morgan.

"Saat kau berubah menjadi bentuk serigalamu, apa kau memiliki kesadaran?"

Morgan diam, ia bahkan tidak tahu bentuk serigalanya seperti apa, bagaimana dia bisa mengingat apa yang telah terjadi setelahnya?

Terdengar helaan napas panjang lagi.

"Sudah kuduga," lanjut Tetua Zac lagi dengan nada prihatin.

Mereka sampai di sebuah rumah kayu yang berdiri di bawah ngarai, rumah ini sedikit lebih buruk dari rumah yang tadi ditempatinya, selain karena tempatnya yang sedikit berbahaya, disekitarnya hampir tidak terawat dan hanya ditumbuhi oleh rumput liar yang menjalar ke atas atap.

"Duduk," ucap Tetua Zal lagi, ia mendudukkan dirinya di teras yang sudah rapuh itu, Morgan mengerutkan keningnya, takut kalau-kalau teras kayu itu runtuh karena tak kuat menahan beban. Ia memilih mendudukkan dirinya di atas batu dekat sungai.

"Ibumu juga duduk di sana ketika aku menasihatinya."

"Kau tahu ibuku?"

Tetua Zac menghela napas, ia menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Ibumu adalah keturunan Lloyd dan menikah dengan Alpha terdahulu. Karena dia adalah Luna tidak pernah ada yang tahu seperti apa bentuk serigalanya, awalnya kami semua berpikir ibumu adalah omega."

Morgan diam mendengarkan, bagaimanapun juga ia tidak pernah mendengar cerita orang tuanya secara rinci dari mulut orang-orang.

"Hingga sesuatu terjadi, aku tidak tahu apa yang membuat ibumu mengamuk di malam itu, seekor serigala besar berwarna abu-abu menghancurkan seluruh rumah di pack Blue Moon dalam waktu kurang satu jam, tidak ada yang tewas tapi seluruh orang menderita cedera."

Morgan menahan napasnya, ada perasaan nyeri berdenyut di hatinya. "Apa yang terjadi pada ibuku selanjutnya?"

Tetua Zac tersenyum, ia menatap Morgan dengan lembut. "Dia dihukum, persis sepertimu sekarang."

Morgan menatap pantulan dirinya di air sungai.

"Keturunan Lloyd identik dengan kegilaan, ketika kalian berubah kalian akan menghancurkan apa pun yang kalian lihat dan bentuk serigala kalian lebih besar daripada serigala biasa. Bisa dibilang kalian istimewa tapi terlalu gila jika tidak dikendalikan."

"Apa ibuku berhasil?"

"Ya. Ibumu bisa, serigalanya bahkan normal seperti yang lain, hanya saja dia sakit dan meninggalkanmu yang masih kecil, semua orang di pack menghormatinya dan mengukir namanya di tugu." Tetua Zac berdiri. "Apa kau mau melampaui ibumu? Atau tetap dalam keadaan seperti ini dan tidak terkendali?"

"Kalau ibu bisa, maka aku bisa."

Tetua Zac menepuk bahu Morgan dengan pelan, sorot mata yang dimiliki oleh Morgan sama persis dengan sorot mata sang ibu, penuh dengan tekad dan semangat yang membara, inilah salah satu hal yang paling ia sukai.

"Kalau begitu berubah lah di depanku sekarang."

Morgan mendongak, kemudian berdiri dan mundur beberapa langkah, ia diam.

"Aku … aku biasanya selalu mendengar umpatan sebelum berubah." Morgan mengintip Tetua Zac dengan canggung. Laki-laki itu menghela napas.

"Apa yang dikatakan Luke sebelum kau berubah?"

"Dia bilang ingin menandai Giselle."

"Kalau begitu bayangkan saja Luke menandai Gisellemu."

"Mana bisa begitu!" Morgan menyolot dengan marah, ia mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, Tetua Zac memperhatikan dengan seksama perubahan Morgan.

"Gisellemu bahkan tidak menolaknya karena serigala Luke sempurna dan terkendali dibandingkan dirimu." Tetua Zac tersenyum miring, ia semakin memprovokasi Morgan.

"Tidak, Giselle tidak seperti itu."

Morgan menggeram, giginya gemerutuk dan matanya memerah, sifat dasar serigala Alpha memang seperti itu, mereka terlalu posesif dan obsesif pada pasangan mereka.

Tidak butuh waktu yang lama, sosok serigala besar berbulu abu-abu muncul di hadapan tetua Zac, ekornya mengibas dan menghancurkan sebuah pohon menjadi dua bagian. Kuku-kukunya yang runcing itu menggaruk tanah dan matanya menatap nyalang ke arah Tetua Zac.

"Benar-benar seperti ibumu." Tetua Zac melompat mundur, Morgan ikut mengejarnya seolah ia adalah mangsanya, cakarnya yang besar itu dalam sekejap menyapu rumah tua itu dan membuatnya hancur berkeping-keping, serigala besar itu melolong membuat binatang-binatang yang ada di dekatnya langsung berlarian menjauh, seisi hutan seakan-akan berguncang.

Morgan mengejar Tetua Zac yang masih dalam wujud manusianya itu, ia mengayunkan tangannya dan menghancurkan beberapa batang pohon, ekornya yang panjang di belakangnya itu mengembang menandakan permusuhan yang sengit, giginya yang runcing itu ia pamerkan dan tidak henti-hentinya mengeluarkan tetesa air liur, seolah-olah ia saat ini sedang kelaparan.

Serigala besar itu sekali lagi melolong buas.

Bunyi kepakan sayap burung-burung yang terusik karena amukan Morgan beterbangan riuh di udara, Tetua Zac melompat naik ke atas bebatuan yang cadas dan menatap Morgan dengan lekat.

Serigala abu-abu itu meyusulnya tanpa kesulitan, dengan segala bentuk kekacauaan di belakangnya.

"Morgan, kau mendengarkan aku?"

Serigala itu kembali melolong, mengarakhan moncongnya ke arah Tetua Zac, laki-laki itu melomapt dan berdiri di atas kepala Morgan, ia menyentuh kepala itu dan menekannya dengan pelan, serigala itu langsung melolong penuh teriakan kesakitan.

"Kau mendengarku?" Tetua Zac kembali melontarkan kalimat yang sama, namun nada suaranya menjadi lebih berat. "Kendalikan dirimu atau kepalamu akan semakin sakit."

Serigala itu memberontak, ia menghantamkan kepalanya sendiri ke batuan, berharap bisa menyingkirkan Tetua Zac dari sana, darah langsung mengalir keluar dari kepalanya yang terkena benturan itu namun tidak membuat Morgan menjadi sadar, ia mengayunkan cakarnya ke kepalanya sendiri.

Tetua Zac tetap tenang dan menekan kepala Morgan, seolah-olah di sekitarnya tidak terjadi apa-apa, ia memejamkan matanya dan membiarkan lolongan kesakitan itu memenuhi seluruh isi hutan, membiarkan setiap penghuninya di berbagai pelosok hutan mengalami mimpi yang paling buruk di siang hari.