webnovel

We Become Parents

Juliet "Oh,yang benar saja kini aku harus jadi seorang ibu. Aku, jadi IBU? Oh, bahkan dalam mimpi pun aku tidak pernah memimpikannya, dan kenapa juga yang jadi ayahnya adalah si Romeo? Lalu sekarang aku harus menikah sama Romeo si manusia datar itu. Gila gak sih?" Romeo "Demi memenuhi permintaan terakhir sahabat baikku yang sudah tenang di alam sana. Aku rela harus jadi ayah untuk bayi mungil yang mulai kini akan menjadi anakku, walau mungkin aku harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk bertengkar setiap hari dengan Julliet". Bercerita tentang sepasang sahabat yang lebih terlihat seperti musuh setiap kali mereka bertemu, akan selalu ada keributan di antara mereka mulai dari saling mengejek satu sama lain hingga aksi anarkis (bila hanya mereka berdua) mendapatkan amanah menjadi orang tua dari bayi sahabat mereka yang telah meninggal dunia. Mereka harus memulai langkah awal menjadi orang tua untuk bayi mungil tersebut dengan sebuah pernikahan yang tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran mereka meski kedua keluarga mereka telah menjodohkan mereka dari lahir. Mereka harus mulai membiasakan diri menjadi orang tua dan sepasang suami istri meski harus di warnai dengan pertengkaran-pertengkaran kecil di antara mereka dengan bayi kecil mereka yang selalu bisa membuat mereka pada akhirnya selalu berdamai. Juga tentang cinta di antara mereka yang tersamarkan lewat pertengkaran dan gengsi mereka.

BaekSeLuFanChanie · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
6 Chs

Part 06: Persiapan

"Bagai mana kalau warna peach?" tunjuk Julliet pada contoh yang tersebar di atas meja ruang tengah apartemennya.

"Tidak." balas Romeo acuh.

"hijau muda?" Julliet masih berusaha bersabar menghadapi Romeo yang seperti tidak ada niat membantu.

"Tidak." Romeo menjawab bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari layar televisi di depannya.

"Coklat muda?" mencoba dengan warna netral yang mungkin bisa di terima Romeo.

" lumayan tapi tidak." jawab Romeo setelah melihat contoh yang di tunjuk Julliet tapi tetap menolak usulan Julliet.

" Biru langit?" tanya Julliet dengan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada dengan wajah penuh harap menghadap samping kearah Romeo yang duduk tepat di sampingnya dengan tangan kirinya terbentang di atas sandaran sofa seolah terlihat merangkul Julliet sedangkan tangan kanannya memegang remote televisi dengan kaki kanan bertumpu di atas kaki kirinya, mereka bahkan tidak sadar duduk saling berdempetan hingga menyisakan ruang di sisi kanan dan kiri sofa.

"Itu warna kesukaanmu tatap tidak." tahu sekali Romeo bahwa itu adalah warna kesukaan Julliet.

"Ck, jadi kamu tu maunya warna apa? dari tadi di tolak terus." kesal Julliet, sudah tiga jam lebih mereka berdebat masalah undangan mulai dari model undangan hingga kini warna undangan.

"Kamu pilih saja lah sendiri." kesal Julliet memiliki bangkit meninggalkan Romeo kearah kamarnya untuk melihat keadaan Jr yang sedang tidur.

"Hah." menghela nafas panjang kemudian bangkit berdiri menyusul Julliet kearah kamarnya. di lihatnya Julliet duduk di pinggir kasurnya sambil menggendong Jr yang baru bangun dari tidurnya lantas Romeo memilih berjalan kearah Julliet hingga tiba di depan Julliet menekukan kedua lututnya hingga berlutut di depan Julliet kemudian meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh Julliet seakan mengurungnya.

"Sudah bangun anak Daddy." meskipun Romeo mengucapkannya dengan datar tetapi dapat dirasakan kehangatan dari ucapannya, lantas Romeo mencium pipi Jr pelan namun berulang-ulang hingga membuat Jr gelisah.

"Jangan menciumnya terus nanti dia menangis." kerena kesal dengan tingkah Romeo yang terus menciumi pipi Jr hingga membuat Jr terganggu Julliet pun memukul pundak Romeo. mendapatkan pukulan dari Julliet lantas Romeo membalas dengan mengunyel kedua pipi Julliet.

"Yaaak, Meong stop. aku sedang menggendong Jr." susah payah Julliet menghindar dari serangan Romeo dengan satu tangan sementara satu tangannya lagi menggendong Jr namun bukannya berhenti Romeo makin jadi mengunyel kedua pipi Julliet bahkan kini sambil menggigit hidung Julliet hingga membuat Julliet terlentang di atas kasurnya dengan Romeo membungkuk di atas tubuh Julliet dengan bertumpu pada kedua sikunya dan kedua lututnya sehingga tidak menghimpit Jr yang ada di antara mereka. kesal karena Romeo tidak juga berhenti akhirnya Julliet menjambak Rambut belakang Romeo hingga kepalanya terangkat dari wajah Julliet.

"Akh... baik-baik aku berhenti." ucap Romeo ketika rambutnya di jambak dengan kuat oleh Julliet.

"Baiklah kamu boleh pilih warna kesukaanmu untuk warna undangannya tapi untuk warna dekorasi resepsinya tatap warna putih." kata Romeo sambil mengusap kepala belakangnya setelah Julliet melepaskan tangannya dari rambut Romeo lalu beralih mencium sambil mengunyel pipi Jr yang ada di atas tubuh Julliet tanpa merubah posisinya yang masih membungkuk di atas tubuh Julliet.

"Tidak bisakah kamu berganti warna selain hitam putih udah kaya papan catur tahu." guma Julliet sambil menyingkirkan wajah Romeo dari Jr.

"Kenapa memangnya? warna putihkan melambangkan kesucian, bukankah cocok untuk pernikahan." mengalah karena terus di halang oleh tangan Julliet, Romeo memilih merebahkan tubuhnya di samping kiri Julliet dengan kaki tergantung di ranjang sama persis seperti Julliet.

"Iya emang putih melambangkan kesucian tapikan warna lain tidak kalah bagus dengan warna putih dan lagi warna apapun tidak akan merubah kesucian pernikahan itu sendiri." ucap Julliet sambil membenarkan posisi Jr di atas tubuhnya.

"Terserah apa katamu yang penting tatap warna putih atau kamu mau warna hitam? kurasa itu lebih bagus lagi." memiringkan tubuhnya ke arah Julliet dengan satu tangan sebagai tumpuan kepala dan satu tangan lagi mengusap kepala Jr yang kini sudah berbaring terlungkup di atas tubuh Julliet.

"Ya, bagus orang-orang akan berpikir pergi ke rumah duka bukan pergi resepsi pernikahan terus kita akan mendapatkan karangan bunga berupa turut berdukacita." dengan wajah datarnya Julliet menjawab pertanyaan Romeo sambil tangannya menepuk-nepuk pelan pantan Jr sedangkan Romeo tertawa mendengar jawaban Julliet.

"Sudahlah, bicara denganmu bikin tambah stres." malas banget rasanya Julliet jika berbicara dengan Romeo yang tidak pernah serius jika ia ajak bicara selalu saja ngajak ribut.

"Mau aku pesankan satu kamar di RSJ?" ucap Romeo denagn nanda mengejek.

"Meong..." teriak Julliet yang mana membuat Jr yang telah tertidur kembali terbangun dan mulai menangis.

"Tidak bisakah kamu untuk tidak berteriak? bangunkan jadinya." ucap Romeo datar sambil ikut menenagkan Jr.

"Mending kamu buatin gih Jr susu sepertinya dia haus." perintah Julliet di ikuti Romeo setelah mencubit pipi Julliet karena seenaknya memberinya perintah.

Keesokan harinya mereka pergi kebutik untuk melakukan fitting baju yang akan mereka kenakan di acara pernikahan mereka dan lagi-lagi terjadi perdebatan diantara mereka hingga membuat kedua ibu mereka yang ikut menemani menjdi pusing.

"Aku mau yang ini Romeo." tunjuk Julliet pada baju yang kini ia kenakan.

"Tidak itu baju terlalu terbuka di bagian punggungnya yang ada kamu masuk angin." tolak Romeo setelah Julliet berputar memperlihatkan gaun yang ia kenakan yang ternyata di bagian punggungnya terbuka.

"Sudahlah kamu saja yang pilih dari pilihanku tidak ada yang kamu iyakan." kesal Julliet menghempaskan tubuhnya duduk di antara para ibu yang sedari tadi duduk menonton aksi mereka berdua.

"Itu karena semua pilihanmu tidak ada yang benar.... nih, coba yang ini saja sepertinya ini lebih bagus." menyerahkan sebuah gaun yang telah ia pilih sendiri kepada Julliet.

"Serius, kamu menyuruhku memakai gaun itu?" ucap Julliet tidak percaya dengan gaun pilihan Romeo memang sih gaun itu cantik, hanya saja gaun itu memiliki lengan panjang dengan bagian bawah mekar seperti bunga terbalik dan terlihat tertutup dari pada semua gaun yang di pilih olehnya yang ada beberapa bagian terbukanya.

"Kenapa? ini bagus dan lebih layak di pakai dari pada gaun-gaun kurang bahan yang kamu pilih tadi, cobalah pakai." paksa Romeo agar Julliet memakai gaun pilihannya.

"Kalau mau yang tertutup kenapa tidak sekalian pakai gamis." guma Julliet sambil menerima gaun yang di berikan Romeo padanya.

"Boleh juga, baiklah kamu pakai gamis saja." jawab Romeo dan hendak mencarikan Julliet gamis.

"Jangan... baik-baik aku akan mencoba ini saja." cegah Julliet ketika Romeo hendak mencarikannya gamis, dengan wajah cemberut Julliet masuk keruang ganti dengan di bantu pegawai toko sementara kedua ibu-ibu yang menonton perdebatan mereka tidak bisa berhenti tertawa melihat tingkah mereka.

"Lucu ya, Bell mereka bardua." ucap Fika ibu dari Romeo di sela tawanya.

"Iya, Fik. apa lagi kalau lihat wajah cemberutnya Julliet tadi benar-benar lucu mereka berdua." ucap Bella mengiyakan.

"Romeo itu kalau dengan Julliet baru kelihatan manusiawinya. coba kalau tidak ada Julliet di sampingnya pasti kayak robot percis kayak Kafka."

"Julliet itu anaknya berisik tidak pernah diam dan ceroboh cuman Romeo yang bisa membuatnya jadi penurut."

"Berarti sudah benar dong ya, kita menjodohkan mereka?" tanya Fika yang di setujui Bella.

"Duh, jadi gak sabar sampe hari pernikahan mereka. akhirnya kesampaian juga keinginan kita jadi keluarga." sambung Bella.