webnovel

VinAra

Tiara, salah satu murid kelas 10 di Galaxy School yang tidak mengidolakan Star Band, sebuah band pentolan sekolah. Apalagi dengan Marvin salah satu murid kelas 11 dan sang vokalis yang menjadi idola sekolah dan hampir semua gadis di sekolah ini mengidolakannya karena ketampanan dan suaranya yang bagus. Namun, bagi Tiara, Marvin hanyalah kakak kelasnya biasa saja yang sukanya tebar pesona ke sana dan kemari. Lambat laun, pertemuan antara Tiara dan Marvin semakin sering karena akan ada project bersama. Membuat mereka berdua menjadi dekat. Apakah kedekatan mereka akhirnya menimbulkan benih-benih cinta? Temukan kisah Tiara dan Marvin hanya di VinAra

Shara_Pradonna09 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
11 Chs

Papa

Tika sedang menyiapkan makan malam untuk semua anggota keluarganya. Ditatanya satu per satu piring dan lainnya serta semua lauk pauk yang akan mereka gunakan dan makan dengan telaten.

Tika menoleh ketika menyadari ada yang mendekat ke arahnya. "Ada apa, Sayang?" Kemudian, kembali fokus dengan kegiatannya.

Tiara mendekat ke arah mamanya. Ia memerhatikan semua yang ada di meja makan. "Gak apa-apa sih, Ma. Btw, kok, Mama masaknya banyak banget nih?" tanya Tiara bingung.

"Iya. Kan papa malam ini pulang dari luar kota, Sayang," jawab Tika tanpa menatap Tiara.

Tiara menatap Tika dari jauh, senyum semringah tiba-tiba saja hadir dari bibir mungilnya. "Wah, papa pulang malam ini, Ma? Kok, Mama gak kasih tahu sih?"

Tika menghentikan aktivitasnya sejenak lalu menatap Tiara. "Mama belum ngasih tahu ya? Maaf, mama lupa, Sayang. Mama pikir mama sudah ngasih tahu kamu dan Kak Alvaro loh."

"Belum, Ma. Namun, gak apa-apa sih yang penting Tiara senang papa sudah pulang," jawab Tiara seraya tersenyum semringah.

Tika merasa ada kebahagian tersendiri di hatinya ketika melihat anak bungsunya itu tersenyum bahagia.

"Papa!!" seru Tiara kemudian langsung menghampiri Arif dan memeluknya.

Arif baru saja sampai di rumah dan tadi Arif langsung disambut oleh Alvaro yang sebenarnya juga terkejut dengan kehadiran sang papa yang tiba-tiba datang. Karena, ia sudah mengetahui sang mama sedang menyiapkan makan malam. Jadilah, Alvaro mengajak papanya langsung menghampiri mamanya.

"Hallo, Sayang. Gadis kecil papa nih!" jawab Arif seraya tersenyum.

"Ih papa! Kan Tiara sudah gede sekarang bukan gadis kecil lagi dong!" protes Tiara ngambek.

"Memang lo masih kecil kali! Sudah jangan sok sudah besar deh!" cibir Alvaro santai.

"Ih apaan sih loh, Kak!" jawab Tiara tidak suka.

Alvaro mengabaikan adiknya itu. Ia menatap Tika yang baru saja selesai menyiapkan semuanya. "Mama kok gak kasih tahu kalau papa mau pulang?"

"Iya. Maaf, mama lupa ngasih tahu kalian," jawab Tika seraya membalas tatapan Alvaro.

"Eh, papa sudah lapar nih. Kapan nih kita mulai makannya?" tanya Arif seraya memandangi satu per satu orang di sekitarnya.

"Yaudah sekarang yuk kita fokus makan dulu. Kasihan tuh papa kan baru sampai pasti lelah dan lapar," ucap Tika dengan lembut.

"Ayo, Pa kita makan dulu!" ajak Tiara menuju meja makan.

Sementara, Tika dan Alvaro sudah duduk di kursi masing-masing.

***

Hesti mendengar ada suara deru mobil yang masuk ke halaman rumahnya, ia yang berada di kamar segera beranjak ke arah jendela, membuka gorden sedikit berniat melihat siapa yang baru saja datang dan ternyata tebakannya benar. Suara deru mobil tersebut adalah suara khas dari mobil suaminya. Kemudian, ia segera menemui suaminya itu.

"Papa!!" ucap Hesti tersenyum setelah sampai di teras rumahnya.

Hadi baru saja keluar dari mobil. Ia tersenyum menatap istrinya itu, ada kerinduan yang luar biasa dirasakan oleh keduanya. Karena, Hadi keluar kota selama sebulan. "Hallo, Sayang," sapa Hadi seraya memeluk Hesti.

"Urusan kerjanya sudah selesai semua, Pa?" tanya Hesti seraya menatap Hadi.

"Sudah semua, Ma. Semuanya berjalan dengan baik dan lancar kok," jawab Hadi seraya matanya melihat ke dalam rumah. "Marvin mana, Ma?"

Hesti terdiam, ia menarik napasnya berkali-kali. "Seperti biasa, Pa Marvin palingan di kamar. Marvin juga kayaknya gak mau dekat dengan mama!"

"Sudah! Mama jangan sedih lagi ya. Kan di sini ada Papa. Lagian, mungkin Marvin belum mengerti sebenarnya dengan apa yang kita lakukan ini senuanya itu demi dirinya," ucap Hadi seraya memeluk kembali istrinya.

"Iya, Pa. Semoga saja Marvin nanti bisa mengerti ya," jawab Hesti semangat.

"Yaudah, yuk sekarang kita ke kamar Marvin. Papa kangen nih sama anak kita!" ajak Hadi dengan lembut.

***

Marvin sedang tidur di kamarnya, tiba-tiba saja terbangun karena mendengar suara ketukan pintu seraya memanggil namanya. Namun, ia enggan untuk beranjak membuka pintu tersebut. Marvin tahu dan sangat mengenal suara yang berada di balik pintu tersebut adalah suara kedua orang tuanya. Ia lebih memilih untuk tidur kembali dan lagian pintu kamarnya juga tidak terkunci. Jadi, kalau mau masuk ya tinggal masuk saja pikirnya.

Hesti dan Hadi saling menatap satu sama lain. Mereka mencoba membuka pintu dan ternyata berhasil. Hesti masuk ke dalam kamar Marvin terlebih dahulu ia langsung duduk disebelah Marvin yang masih tertidur.

"Marvin, papa sudah pulang nih. Marvin kangen gak nih dengan papa?" tanya Hadi seraya memegang tubuh Marvin untuk membangunkannya.

Tidak ada jawaban. Marvin masih saja tertidur, lebih tepatnya pura-pura tidur.

"Marvin!" panggil Hadi dengan lembut. Masih sama tidak ada jawaban.

"Marvin bangun, Sayang. Papa sudah pulang nih. Papa kangen dengan kamu, Nak," ucap Hesti seraya membangunkan Marvin.

Berulang kali Hesti dan Hadi mencoba membangunkan anak kesayangannya tetapi ternyata usaha mereka tidak berhasil. Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar mereka.

"Good Night, Sayang. Semoga mimpi indah!" ucap Hesti seraya mencium dahi Marvin.

"Selamat tidur, Sayang!" ucap Hadi seraya tersenyum.

Setelah merasa sudah tidak ada suara lagi dan yakin sudah tidak ada orang lagi, Marvin memberanikan diri untuk membuka matanya. Ternyata benar kedua orang tuanya itu sudah tidak ada di kamarnya lagi. Ia menghela napas. "Sebenarnya yang Marvin inginkan hanyalah kehadiran mama dan papa untuk selalu menemani Marvin!" batin Marvin.

***

Marvin baru saja sampai ke basecamp tempat ia bersama bandnya berkumpul. Hari memang sudah mulai malam tetapi ia tetap saja ingin mengunjunginya bahkan berniat untuk tidur di basecamp tersebut, segala perlengkapan untuk sekolah besok pun sudah dibawanya.

Semua orang yang di dalam basecamp melirik ke arah pintu masuk setelah terdengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang tanpa permisi dan suasana menjadi hening.

"Kenapa lo semua lihatin gue kayak gitu banget?" tanya Marvin dengan wajah tanpa dosa.

Bayu menghela napas. "Lo kalau mau masuk ya pakai ketok pintu atau permisi dulu lah."

"Harusnya sih memang gitu. Benar tuh ucapannya sih Bayu!" bela Zafran seraya menatap Marvin.

"Yaelah, gue kayak sama siapa saja sih! Ya, santai saja dan jangan terlalu tegang gitu dong!" jawab Marvin membela diri.

"Bukannya apa-apa nih, kita kaget saja sih. Tiba-tiba ada orang yang masuk. Nah, kalau orang yang masuk itu bukan lo gimana? Kalau orang tersebut mau berniat jahat, lo mau ngomong apa lagi nih?" kali ini Erick yang bersuara.

"Hahaha … lo kebanyakan nonton sinetron, Erick?" tanya Marvin seraya tertawa. "Lagian kalau lo atau kalian semua takut kayak gitu harusnya pintu dikunci saja dari dalam dong. Jadi, kalian gak perlu khawatir!"

"Btw, lo ngapain bawa barang sebanyak itu?" tanya Chico penasaran.

Marvin melirik barang yang dibawanya sekilas. "Eh, ngapain ya gue tetap berdiri di sini dari tadi!" ucap Marvin yang masih berada di dekat pintu dan menuju ke tempat sahabat-sahabatnya itu duduk atau sekedar rebahan.

"Gue nanya kali, Marvin. Malah gak di jawab!" protes Chico.

Marvin meletakan semua barangnya di dekat dinding. Ia mulai merebahkan badannya di lantai yang dilapasi ambal. "Sudah deh. Gue ngantuk!"

"Lo ada masalah?" tanya Ferdi seraya menatap Marvin dengan lekat.

Next?