webnovel

Veracious Hearts

“Dia hanya menginginkan kekuatan untuk menyingkirkan apapun. Sementara aku hanya menginginkan hatinya. Egoiskah kita untuk mencoba tetap bersatu?” *** Pernikahan antara penyihir dan manusia tanpa berlandaskan cinta adalah sesuatu yang dianggap tabu. Tetapi mereka tetap melakukannya, berjalan pada takdir pahit yang telah menanti mereka. Tanpa adanya ikatan pernikahan itu, luapan mana sihir Arina akan menuntunnya menjadi monster pembunuh. Sementara tanpa adanya ikatan itu, Arthur tak akan pernah mengerti sebuah ketulusan. Namun tentu saja pernikahan antara dua ras yang berbeda tidak pernah sesederhana itu. Siapa sangka bahwa waktu Arina tetap terbatas selama Arthur belum mengerti dan merasakan perasaan cinta? Akankah Arthur jatuh hati sebelum waktu Arina habis? Ataukah Arina akan bertemu ajalnya sebelum Arthur jatuh hati padanya? Sementara waktu terus berjalan, menuntun mereka ke arah garis takdir yang telah ditentukan. *** “Katakan, bagaimana caraku untuk mencintaimu, Arina? Sementara Pendahuluku ini telah melakukan sihir terlarang hingga hatiku terkena efeknya sampai seperti ini.” *** Update setiap minggu! Cover by pinterest

AkariHikarii · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
13 Chs

Si Putri Arcadian

"Banyak rumor yang mengatakan penyihir pureblood adalah sosok yang mengerikan. Padahal bagiku, dia hanyalah seorang gadis kesepian yang menanti perasaannya terbalaskan."

**********

"Apa masih ada yang kurang dipahami dari penjelasan saya, Nyonya?" tanya James dengan sopan.

Setelah hampir tiga jam mengelilingi kastil, memberi tahu sejarah keluarga beserta seluk beluknya, mereka akhirnya berada di kastil bagian barat paling ujung. Sementara Arina menahan nyeri pada tumitnya yang salah mengenakan sepatu hak. Sepertinya kakinya sedikit lecet sekarang.

"Nyonya?" panggil James, memastikan kalau Arina tidak kenapa-napa.

"Y-ya! Iya, penjelasanmu sangat lengkap sekali, James," ucap Arina dengan cepat. Ia tersenyum canggung. "Tapi kupikir … aku perlu waktu untuk memahaminya. Bagaimana pun juga, negara ini … benar-benar baru bagiku."

James mengangguk. Namun entah mengapa raut wajahnya terlihat sedikit sedih.

"Anda benar, Nyonya. Saya harap Anda bisa cepat memahaminya. Bagaimana pun juga, sekarang Anda sekarang menyandang gelar Duchess of Elderian. Cepat atau lambat, Anda harus mampu beradaptasi dengan sosialita aristrokat."

Arina tertegun, memikirkan ucapan James. Kepala pelayan itu benar. Dia telah menyandang gelar penting sekarang. Apalagi ia juga harus berkecimpung dalam dunia aristrokat yang terkenal akan kepalsuannya.

Benar-benar banyak sekali yang harus ia pelajari.

"Apa orang-orang aristrokat itu menyeramkan, James?" tanya Arina dengan hati-hati. Pasalnya ia tidak begitu mengetahui sosialita aristrokat. Karena di asal negaranya pun, tidak ada istilah petinggi bangsawan seperti itu.

"Bukan menyeramkan, Nyonya. Hm … mungkin kalau diibaratkan, mereka seperti manusia bermuka dua. Ucapannya mungkin terdengar manis, tetapi mengandung sarkas dan makna yang sebaliknya."

Arina mengerjap kemudian terkekeh pelan mendengar ucapan James yang terdengar dengan nada yang dibuat-buat. Bahkan James sampai menatap nyonya besarnya dengan bingung.

"Sepertinya cukup menantang ya," sahut Arina yang masih terkekeh pelan. "Kupikir aku bisa melewatinya dengan mudah."

"Ta-tapi Nyonya … saya pikir Anda juga harus berhati-hati."

Arina melirik kepala pelayan itu dan mengangkat sebelah alisnya. "Memangnya kenapa?"

"Sebelumnya, maafkan kelancangan saya, Nyonya. Tapi mengingat ada banyaknya rumor yang tidak mengenakkan dari Negara Arcadian, saya khawatir kalau Nyonya akan diserang karena rumor tersebut."

Arina kembali tertegun sesaat. Baru paham apa maksud ucapan James. Negara Arcadian—negara yang dihuni oleh para penyihir pureblood, sekaligus tanah kelahirannya. Wilayahnya kecil namun amat disegani oleh negara-negara lain karena kekuatannya yang melebihi manusia biasa.

Banyak rumor yang mengatakan bahwa penyihir pureblood adalah sosok yang menyeramkan sekaligus terkenal sadis. Kabarnya, hanya dalam sekali sapuan tangan, puluhan prajurit dalam medan perang mati mengenaskan. Bahkan mereka dapat meratakan suatu daerah hanya dalam semalam.

Rumor-rumor buruk itulah yang menyebabkan Negara Arcadian terkucilkan. Tak ada negara yang mau mengambil resiko ataupun menjadi pelampasan amukan dari Kaisar di sana. Bahkan sosok penyihir pureblood pun tidak diterima dengan baik di kalangan masyarakat biasa.

Lalu sekarang, Arina adalah keduanya, yaitu antara keturunan penyihir pureblood dari Negara Arcadian sekaligus istri dari manusia biasa dari Negara Elderian.

Arina meneguk ludah, menyadari apa yang harus dihadapinya nanti.

"Tidak ada yang perlu ditakutkan."

Arina menoleh, mendapati Arthur yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Wajah lelaki itu sedikit kumal akibat latihan pagi, namun aura ketampanannya masih terpancar secara nyata. Kemudian ia merangkul Arina, menariknya untuk mendekat.

"James, sekali lagi aku mendengar kamu menakut-nakuti Arina … aku akan menghukummu!" ucap Arthur dengan tajam.

"Ma-maafkan saya, Tuan!" James langsung menunduk dalam-dalam. Mendapati tatapan tajam dari tuan besarnya, James segera melangkah mundur. "Ba-baik. Sa-saya pamit ke belakang dulu, Tuan dan Nyonya Besar!"

James langsung lari terbirit-birit, takut jika Tuan Besarnya akan semakin marah. Sementara Arthur hanya mendengus sebal. Melihat ini, Arina kembali terkekeh pelan dan menarik perhatian Arthur.

"Kenapa kamu tertawa?"

"Tidak apa. Kamu lucu," ucap Arina seraya menyeka kedua matanya.

Arthur menautkan kedua alisnya. Tidak paham mengapa Arina menganggapnya lucu. Apa sikap dinginnya ini terlihat lucu di mata wanita ini?

"Kamu aneh," sahut Arthur seraya menghela nafas. "Pokoknya kamu tidak perlu takut dengan kalangan aristrokat itu. Karena di sana sebenarnya hanya ada para anjing yang menggonggong lantang."

Arina tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak takut."

"Oh ya? Keyakinan dari mana ini?" tanya Arthur seraya menyunggingkan seringaian tipisnya. Padahal jelas sekali ia menangkap raut cemas Arina sebelum Arthur memotong pembicaraan mereka.

"Ahaha, tidak ada yang perlu ditakutkan jika itu denganmu," ucap Arina seraya menatap sepasang iris hijau itu dengan intens. "Karena aku tahu kamu yang akan membelaku sekalipun aku kalah dalam perang adu mulut itu."

Arthur bergeming, cukup terkejut dengan jawaban Arina. Kini ia menatap iris hijau serupa yang melekat dalam kedua iris Arina.

Bagaimana bisa wanita ini benar-benar seyakin itu padanya? Padahal mereka belum lama saling mengenal. Bahkan Arthur bisa saja mengkhianatinya atau membuangnya atau bahkan hanya memanfaatkan sebagian mana sihir yang berpindah dari dalam tubuhnya.

Tapi mengapa Arina benar-benar percaya padanya?

"Ayo, kembali. Sepertinya kamu kelelahan mengitari kastil ini sejak pagi," ucap Arthur pada akhirnya. Memilih untuk mengalihkan pembicaraan daripada harus memikirkan ucapan tersebut.

"Baiklah—Akh!" suara Arina tertahan ketika ia merasakan perih pada ujung kakinya. "Aduh …"

Arthur refleks berjongkok, mengamati kaki Arina yang lecet. Kemudian ia menghela nafas panjang dan mengadahkan kepalanya, menatap Arina dengan sedikit kesal.

"Kenapa bisa seperti ini?" suara Arthur terdengar tidak suka. Bahkan Arina sampai bergidik cemas. "Apa pelayan itu yang merencanakannya?"

"Bu-bukan! Ini karena aku yang salah memilih sepatu hak. Jangan salahkan pelayan, oke?" sahut Arina dengan cepat. Ia takut kalau Arthur akan menjatuhkan hukuman pada Lily—pelayan pribadi yang membantunya mengenakan pakaian pagi ini.

Lagi-lagi Arthur menghela nafas panjang. Kemudian ia berdiri dan tanpa permisi, kedua tangannya segera mengangkat tubuh Arina, menggendong istrinya ala bridal style. Sontak, Arina pun melingkarkan tangannya pada leher lelaki itu dengan kaget.

"E-Eh!? Arthur? Kamu ngapain?" tanya Arina sedikit panik. Karena ini pertama kalinya Arthur memperlakukannya seperti ini.

"Menggendongmu," jawab Arthur dengan polosnya. "Sudah seharusnya suami yang baik seperti ini kan jika kaki istrinya terluka?"

Arina mengerjap tak percaya. Tidak menyangka kalau ucapan itu akan muncul dari bibir suaminya. Padahal sebenarnya ia bisa menyembuhkan lukanya dengan kekuatan sihirnya. Tapi rasanya ia tidak mau turun dari sepasang tangan yang menggendong tubuhnya saat ini.

"Ta-tapi aku … bisa menyembuhkan lukaku sendiri tahu," kilah Arina. Ia benar-benar malu kalau Arthur bisa merasakan detak jantungnya yang berpacu cepat.

"Terus?"

"Maksudku … kamu enggak perlu menggendongku!"

Lagi-lagi Arthur menarik nafas panjang.

"Aku melakukannya karena aku ingin, Arina. Apa kamu tidak suka?"

"Su-suka …."

Karena terlalu malu, Arina beralih memendam wajahnya di bahu suaminya itu.

Akhirnya, Arthur pun beranjak dari tempat itu dan membawa Arina dalam gendongan bridal stylenya. Bau parfum yang khas dapat Arina rasakan. Bahkan setelah latihan pedang pun, Arthur tetap mempesona di matanya.

Arina menahan nafas, berusaha mendiamkan jantungnya masih berdebar kencang. Rasanya, ia bahkan tak bisa mengontrol rasa malunya lagi. Padahal mereka sudah menjadi sepasang suami istri, tapi entah kenapa Arina belum bisa melepas rasa canggung itu di saat seperti ini.

"Arina," Arthur membuka suara kembali, membuat Arina meliriknya sekilas. "Rumor yang dibicarakan James tadi tidak usah kamu pikirkan."

Arina mengangkat sebelah alisnya bingung. Oh, rupanya Arthur mengira kalau Arina masih memikirkan ucapan James. Mungkin Arthur mengira kalau sekarang dirinya tengah diam memikirkan rumor itu. Padahal wanita itu sedang berusaha menahan rasa malunya sekarang.

Tapi apakah itu artinya Arthur memiliki sedikit perhatian padanya? Arina tersenyum tanpa sadar.

"Hmm, lalu bagaimana denganmu? Apa kamu mempercayai rumor itu?"

"Jangan menanyakan hal yang konyol, Arina. Kalau aku mempercayai rumor itu, kamu tidak akan ada di sini sekarang," jawab Arthur dengan datar.

Senyuman Arina semakin mengembang. "Lalu apa kamu pernah merasakan takut di dekatku?"

"Hmm, entahlah. Mungkin … pernah," jawab Arthur pelan—hampir berbisik. "Tapi kupikir … itu tidak akan terjadi lagi."

Arina hanya mengangguk dan kembali memendamkan kepalanya. Sejujurnya, ia sedikit merasa sedih jika mengingat pertemuan pertama mereka. Saat dimana dirinya kehilangan kontrol atas dirinya sendiri dan membuat Arthur harus menyaksikan bagian dalam dirinya yang menyeramkan. Mungkin dia adalah wanita monster menyeramkan yang pernah disaksikan Arthur secara nyata.

"Oh iya, Arina."

"Iya?" Arina kembali mengangkat kepalanya. "Kenapa, Arthur?"

Arthur mendekatkan kepalanya, berbisik tepat di telinga Arina dengan pelan. "Aku baru tahu … ternyata lama-lama kamu berat juga ya."

Sontak, wajah Arina merah padam.

"DASAR TIDAK SOPAAAN!"