webnovel

Veracious Hearts

“Dia hanya menginginkan kekuatan untuk menyingkirkan apapun. Sementara aku hanya menginginkan hatinya. Egoiskah kita untuk mencoba tetap bersatu?” *** Pernikahan antara penyihir dan manusia tanpa berlandaskan cinta adalah sesuatu yang dianggap tabu. Tetapi mereka tetap melakukannya, berjalan pada takdir pahit yang telah menanti mereka. Tanpa adanya ikatan pernikahan itu, luapan mana sihir Arina akan menuntunnya menjadi monster pembunuh. Sementara tanpa adanya ikatan itu, Arthur tak akan pernah mengerti sebuah ketulusan. Namun tentu saja pernikahan antara dua ras yang berbeda tidak pernah sesederhana itu. Siapa sangka bahwa waktu Arina tetap terbatas selama Arthur belum mengerti dan merasakan perasaan cinta? Akankah Arthur jatuh hati sebelum waktu Arina habis? Ataukah Arina akan bertemu ajalnya sebelum Arthur jatuh hati padanya? Sementara waktu terus berjalan, menuntun mereka ke arah garis takdir yang telah ditentukan. *** “Katakan, bagaimana caraku untuk mencintaimu, Arina? Sementara Pendahuluku ini telah melakukan sihir terlarang hingga hatiku terkena efeknya sampai seperti ini.” *** Update setiap minggu! Cover by pinterest

AkariHikarii · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
13 Chs

Keresahan Arina

[Meski aku sudah memiliki ikatan dengannya, tetapi hatinya belum menjadi milikku. Salahkah aku bila merasa cemas ketika ada seseorang yang juga menyukainya?]

***

Arina menghela nafas panjang. Dua jam lebih ia habiskan hanya untuk menentukan ukuran dan tipe gaun yang tepat. Belum lagi Bella yang sering sekali histeris ketika mencocokkan beberapa gaun mewah dan menyuruhnya untuk mencoba gaun-gaun tersebut. Apalagi dia juga tidak punya selera tertentu sehingga Bella semakin semangat membawakan gaun-gaun cantik yang menjadi rekomendasi terbaiknya.

Ternyata ribet sekali ya wanita bangsawan di negara ini. Padahal di Arcadian dulu, Arina hanya tinggal memberikan ukurannya dan gaunnya akan langsung disediakan hanya dalam lima menit.

Yah, Arina mencoba untuk memaklumi perbedaan antara negaranya yang mengenakan sihir dan negara yang tidak. Dia hanya tidak menyangka kalau ternyata akan sangat menguras tenaga.

"Anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Zeira seraya tersenyum maklum. Diperhatikannya wajah Arina yang tampak lelah tersenyum menanggapi Bella sedari tadi.

"Y-ya. Aku lelah harus mencoba gaun itu satu per satu," jawab Arina seraya mengetuk-ngetuk kakinya tak sabar. "Rheno masih di luar?"

"Y-ya. Mungkin …," ucap Zeira ragu. Ia bahkan memalingkan wajah dan tersenyum paksa.

"Mungkin?" gumam Arina, tak begitu paham.

Zeira hanya terkekeh pelan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah cukup lama mengenal Rheno, ia jelas tahu bagaimana sikap Rheno yang suka memanfaatkan keadaan dalam bekerja. Apalagi Arina masih 'lunak' dengan sikapnya. Sudah pasti lelaki itu tengah berjaga di luar sambil menyahuti gadis-gadis cantik.

"Hei-hei, kamu tahu? Katanya Duke Elderian akan ke istana empat hari lagi!"

"Benarkah, Nona? Wah! Ini kesempatan emas untuk Anda."

Sayup-sayup, Arina mendengar dua orang gadis yang tengah berbincang membicarakan suaminya. Jaraknya pun hanya terpaut beberapa meter dari tempatnya berdiri. Arina pun memutuskan untuk diam, mendengarkan dua orang itu yang semangat membicarakan suaminya.

"Iya, aku sangat merindukannya. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya."

"Kalau begitu, ayo kita pilih gaun terbaik supaya Duke berpaling ke Anda, Nona Margaret!"

"Benar! Aku harus mengenakan gaun yang paling bagus untuk bertemu Duke. Lagipula aku juga masih menunggu 'jawaban' darinya! Aku yakin Duke akan segera memberikanku kepastian!"

Deg!

Arina terbelalak. Ia bergeming, tak percaya dengan ucapan dua orang gadis itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan kecamuk yang menggelayuti hatinya.

[Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Arthur?]

Zeira yang melihat perubahan air muka Arina langsung menggeram dan hendak menghentikan perbincangan dua orang itu. "Nyonya—"

"Hentikan, Zeira," ucap Arina seraya menahan lengan Zeira.

"Tapi—"

"Cepat ambil berkas kontrak pembuatan gaun dari Bella. Aku akan menunggumu di luar. Kita segera pergi dari sini."

Zeira tersentak tapi kemudian ia langsung membungkuk hormat dan bergegas menemui Bella. Jelas sekali nyonya besarnya ini tengah menahan emosi agar tidak meledak. Bahkan sorot mata Arina yang dingin itu pun rupanya tak kalah mengerikan dari Arthur.

***

"Wah, Ksatria Rheno. Kenapa tidak bilang kalau akan ke sini?"

"Iya-iya! Kalau Anda bilang, pasti kami akan menyiapkan camilan kesukaan Anda. Ah, aku juga akan memberikan potongan diskon jika Anda datang ke toko kueku!"

"Hei, curang! Aku juga mau Ksatria Rheno datang ke tokoku!"

Beberapa gadis terdengar tengah memperebutkan Rheno untuk datang ke tempatnya. Sementara yang diajak hanya cengengesan dan menggaruk rambutnya yang tak gatal. Jelas sekali terlihat rona merah yang menghiasi kedua pipi Rheno. Lelaki itu sepertinya amat sangat menyukai situasi di perebutkan gadis seperti ini.

Bahkan lelaki itu sampai tak sadar kalau nyonya besarnya telah berada di luar butik dan tengah mengamatinya dengan sedikit kesal.

"Rheno Albestran!"

Deg!

Jantung Rheno seakan berhenti sesaat ketika namanya dipanggil dengan nada dingin. Lelaki itu meneguk ludah dan langsung menoleh ke belakang seperti robot.

"Nyo-nyonya?" gumam Rheno panik. Melihat sorot mata Arina yang begitu dingin dan menusuk, Rheno segera kikuk. Buru-buru dia berbisik pada gadis-gadis itu. "Maaf, gadis-gadis! Tapi aku sedang bertugas sekarang. Kupikir lain kali akan kupertimbangkan!"

Setelah itu Rheno buru-buru bergegas dan menghampiri Arina dengan wajah yang penuh merasa bersalah.

"Maafkan saya, Nyonya. Gadis-gadis itu yang—"

"Diam. Tetap di situ."

Lagi-lagi, Rheno langsung bungkam. Dia tak menyangka kalau nyonya besar yang cantik nan ramah ini bisa berubah sedingin es! Bahkan dari nada bicaranya pun, Rheno langsung merasa jantungnya berhenti sesaat ketika Arina berbicara. Mengerikan!

Sementara Arina pun diam, memandang jalan dengan tatapan kosong. Pikirannya berkecamuk, memikirkan dua wanita yang membicarakan Arthur. Apalagi soal 'jawaban' yang disinggung keduanya.

Apa mungkin gadis itu telah menyatakan perasaannya pada Arthur dan menunggu jawabannya sedari lama? Apakah Arthur melupakannya? Atau memang menyembunyikan masalah itu?

Arina menyeka rambutnya dengan gusar. Arina tidak suka perasaan gelisah ini. Selain itu, Arina juga tidak suka ketika eksistensinya tak dianggap.

Arina membencinya. Ia benar-benar tidak suka pada perasaan ini. Perasaan yang mengingatkannya pada masa lalu kelamnya di Arcadian.

"Nyonya? Anda tidak apa?" panggil Zeira pelan. Ia hendak menyentuh bahu Arina, tapi gadis itu langsung mengangkat tangan. Mengisyaratkan Zeira kalau dia tak ingin disentuh.

"Aku baik-baik saja. Apa kamu sudah mengurus semuanya, Zeira?" tanya Arina yang mengalihkan pembicaraan.

"Sudah, Nyonya. Bella sudah berjanji akan mengirimnya dalam dua hari."

Arina menggangguk. Kalau begitu, keperluannya di ibukota telah selesai. Kini mereka bisa bergegas pulang dan cepat sampai ke kastil hijau.

"Ayo, pulang," ajak Arina seraya membalikkan tubuhnya. "Aku ingin cepat sampai rumah."

Rheno dan Zeira kini saling tatap, tak percaya kalau sikap Arina benar-benar berubah menjadi dingin. Apalagi Rheno yang perutnya sudah mulai keroncongan. Padahal sesaat mereka sampai di ibukota tadi, Arina setuju ingin mencicipi salah satu restaurant di sana. Tapi sekarang mana janji nyonya besarnya ini?

"Aku akan memintakan koki untuk memasak makanan yang kalian suka setelah ini. Kalian bebas makan apapun dan sebanyak apapun sampai jatah nanti malam," ucap Arina, seolah bisa membaca pikiran keduanya.

"Eh? Anda serius Nyonya?"

"Iya. Sebagai ganti karena kita tidak bisa makan enak di restaurant sini."

Rheno seketika langsung berbinar dan mengiyakan dengan semangat. Lelaki itu kembali memandu jalan untuk menghampiri kereta kuda mereka. Sementara Zeira hanya diam dan menahan perasaan cemasnya sambil memperhatikan gelagat Arina yang kini berwajah dingin.

[Nyonya …]

Dan hari itu pun berakhir dengan suasana hati Arina yang berubah buruk.